NERAKA LEMBAH TENGKORAK
SATU
Hujan lebat dan kabut tebal menutupi keseluruhan
Gunung Merapi mulai dari puncak hingga ke kaki. Dinginnya udara tiada
terkirakan. Dari malam tadi hujan mencurah lebat dan sampai dinihari itu masih
juga terus turun. Suaranya menderu menegakkan bulu roma. Halilintar
bergelegaran. Kilat sabung menyabung. Dunia laksana hendak kiamat layaknya.
Untuk kesekian puluh kalinya kilat menyambar dan untuk
kesekian puluh kalinya pada suasana di kaki sebelah Timur Gunung Merapi menjadi
terang benderang beberapa detik lamanya. Dalam keterangan yang singkat itu maka
kelihatanlah satu pemandangan yang mengerikan tetapi juga sangat aneh.
Pada sebelah Timur kaki Gunung Merapi itu terdapat sebuah
lembah tak bertuan yang tak pernah dijejaki kaki manusia. Tapi disaat hujan
deras kabut tebal dan udara dingin luar biasa itu, di tengah-tengah lembah
kelihatanlah empat sosok tubuh manusia! Keempatnya berdiri dengan tidak
bergerak-gerak seakan-akan tiada mau perduli dengan buruknya cuaca saat itu.
Bahkan mungkin juga tidak merasakan sama sekali suasana disaat itu.
Keempatnya menghadap ke satu arah yaitu mulut sebuah goa
yang terletak sekitar sepuluh tombak di hadapan mereka. Meski kabut tebal dan
hujan lebat, namun mata mereka yang berpemandangan tajam dapat melihat mulut
goa itu dengan jelas.
Keempat
manusia ini nyatanya adalah gadis-gadis berparas jelita rupawan. Yang pertama
mengenakan pakaian ringkas warna merah darah.
Yang kedua biru, yang ketiga hitam
pekat dan yang terakhir berpakaian putih.
Di seluruh permukaan lembah berhamparan tulang belulang dan
tengkorak-tengkorak kepala manusia yang memutih laksana salju! Keempat
gadis-gadis itu sendiri berdiri di atas tumpukan tulang belulang dan tumpukan
tengkorak-tengkorak kepala manusia.
Dan sikap mereka berdiri itu juga sama sekali tidak acuh dan
tak ambil perduli. Sepasang mata mereka masing-masing terus saja memandangi
mulut goa tanpa berkedip!
Tiba-tiba dari mulut goa selarik sinar hijau menyambar ke
arah keempat gadis itu. Kemudian menyusul puluhan kalajengking hijau beracun
dengan japit-japit terbuka menyerang keempatnya. Satu jengkal lagi
binatang-binatang pembawa maut itu mencapai sasarannya tiba-tiba dengan
serentak keempat gadis menghembus ke muka. Puluhan kalajenking hijau mental dan
jatuh bergelepakan di antara tulang belulang serta tengkoraktengkorak manusia!
Pada saat sinar hijau dari mulut goa lenyap maka secepat
kilat keempat gadis itu memasang sebuah kedok tipis ke muka masing-masing! Dan
kini berubahlah muka yang cantik rupawan itu menjadi muka tengkorak yang ngeri
menegakkan bulu roma!
Dan dari mulut goa melesatlah sesosok bayangan hijau!
Keempat gadis muka tengkorak serentak menjura dan serentak pula berseru:
"Guru!"
Manusia yang
ke luar dari goa ini nyatanya adalah juga seorang gadis bermuka tengkorak dan berpakaian
ringkas hijau. Dia berdiri di atas setumpuk tulang belulang manusia. Sesudah
menyapu keempat paras dan sosok tubuh di hadapannya maka perempuan berpakaian
hijau ini menengadah ke langit dan tertawa mengekeh panjang sekali!
"Sepuluh tahun mendidik kalian! Sepuluh tahun memendam
cita-cita. Nyatanya kalian tidak mengecewakan!" Si Muka Tengkorak
berpakaian hijau kembali mengekeh lama-lama.
Lalu melanjutkan
"Hari ini adalah merupakan ambang pintu ke arah
mencapai cita-cita bersama! Hari ini kita berpisah! berpisah untuk kelak
membangun cita-cita yaitu cita-cita besar mendirikan Partai Lembah Tengkorak
yang bakal dan musti menguasai dunia persilatan! Sekarang kalian pergilah! Tapi
apa kalian ingat semua pesanku. ..?"
"Tentu guru!" jawab keempat gadis muka tengkorak
berbarengan.
"Bagus!
Laksanakan tugas kalian dengan baik! Nah pergilah ... !" "Guru
..." berkata gadis berpakaian merah.
"Ada
sesuatu yang kau hendak tanyakan Kala Merah?!"
"Murid dan saudara-saudara seperguruan sebelum pergi
menghaturkan terima kasih kepada guru yang telah mendidik kami selama sepuluh
tahun, Sepuluh tahun bersama guru, satu kalipun kami belum pernah melihat paras
guru! Sudilah, sebelum kami pergi, guru suka memperlihatkan paras guru yang asli
...."
Manusia muka tengkorak berpakaian hijau tertawa
gelak-gelak.
"Belum saatnya, muridku. Belum saatnya! Kelak di satu
ketika kau akan melihatnya juga. Sekarang ayo pergi, cepat!" Keempat gadis
itu menjura hormat. Sekali mereka berkelebat maka lenyaplah keempatnya dari
pemandangan, lenyap dengan diiringi suara kekehan memanjang dari guru mereka,
Dewi Kala Hijau!.
Dua bulan kemudian maka dunia persilatan dibikin gegerlah
oleh munculnya empat dara ganas bermuka tengkorak yang teramat saki! Dengan hanya
bersenjatakan ilmu "Kala Hijau" keempatnya telah memusnahkan dua
partai persilatan yang dianggap kuat dan membunuh hampir selusin tokohtokoh
persilatan dari kalangan putih! Bahkan tokoh-tokoh silat golongan hitam pun
merasa gentar dengan munculnya empat gadis iblis ini! Selama beberapa bulan
sejak munculnya keempat murid Dewi Kala Hijau itu maka dunia persilatan
diselimuti ketegangan.
Jika empat dara ganas itu sanggup memusnahkan dua partai
persilatan kuat dan membunuh selusin tokoh silat lihay maka sukar dijajaki
kehebatan dan sampai dimana ketinggian ilmu keempat manusia itu!
* * *
Pada suatu hari di tanggal 1 bulan 2 terlihatlah satu
pemandangan baru di tepi Telaga Wangi yang terletak di sebelah Selatan Gunung
Ungaran. Di tepi telaga saat itu ada sebuah panggung besar yang diberi
bergaba-gaba aneka wama.
Di depan panggung berderet-deret puluhan buah kursi yang
diduduki oleh tamu-tamu yang kesemuanya adalah tokoh-tokoh dunia persilatan
yang tak dapat disangsikan lagi kelihayannya.
Hari itu adalah menjadi satu hari penting dalam catatan
lembaran dunia persilatan karena saat dan di tempat itulah akan diresmikan
berdirinya satu partai baru di dunia persilatan yang telah mengambil nama
Partai Telaga Wangi.
Partai yang baru muncul ini banyak mendapat perhatian dan
sorotan partai-partai serta tokoh-tokoh persilatan lainnya karena Ketua Partai
Telaga Wangi ini adalah seorang tokoh silat termashur di Jawa Tengah yang
memegang gelar sebagai Dewa Pedang. Dewa Pedang atau yang nama aslinya
Brajaguna adalah tokoh silat aliran putih dan mempunyai kelihayan mengagumkan
dalam permainan pedang sehingga tak percuma dunia persilatan meletakkan gelar
"Dewa Pedang" kepadanya!
Beberapa saat kemudian terdengarlah suara tiupan terompet.
Puluhan pasang mata dari para tamu yang
hadir dilayangkan ke atas panggung. Ketua Partai Telaga Wangi memunculkan diri
diiringi oleh isteri, tiga orang anak laki-lakinya dan keseluruhan anak-anak
murid Partai yang membawa panji-panji serta lambang partai yaitu sebuah bendera
yang disulam dengan gambar sebuah pedang serta bunga mawar putih.
Dewa Pedang seorang Iaki-laki separuh baya bertampang gagah.
Sikapnya tenang, langkahnya enteng sedang pedangnya tergantung di pinggang
kiri. Keseluruhan sikap dan gerak geriknya membayangkan wibawa yang besar.
Isteri Dewa Pedang yang berpakaian ringkas dan bemama Suwita
adalah juga seorang yang berpengetahuan silat tinggi. Meskipun tidak selihay
suaminya tapi dalam ilmu pedang perempuan ini tidak bisa dianggap remeh. Pada
parasnya yang cantik jelita itu kelihatan bayangan kejantanan, keras hati dan
berani.
Di belakang menyusul tiga pemuda berparas keren. Ketiganya
adalah anak-anak Dewa Pedang yang dengan sendirinya tentu pula memiliki
kepandaian silat yang tinggi. Anak yang tertua bemama Indrajaya, yang tengah
Jayengrana dan yang bungsu yang menjadi kesayangan Dewa Pedang dan isteri ialah
Brajasastra.
Dewa Pedang
dan isteri serta ketiga putera mereka duduk di belakang panggung di kursi
yang sudah disediakan. Sedangkan anggota
Partai berdiri berderet di belakang mereka. Sementara suara terompet masih
terus menggema maka sepasang mata Ketua Partai Telaga Wangi menyapu ke arah
puluhan tamu.
Brajaguna seorang yang berpemandangan tajam. Sekali saja
matanya menyapu ke arah para hadirin maka segeralah dia dapat menyimpulkan
bahwa para tamunya itu terbagi dalam tiga golongan.
Pertama ialah golongan atau aliran putih yang berhati polos
dan menjadi sahabat-sahabat terbaik dari Partai yang hendak didirikannya.
Golongan kedua yakni tokoh-tokoh silat yang dulunya pernah
menjadi musuhnya dan tentu saja kehadiran mereka dalam peresmian berdirinya
Partai Telaga Wangi saat itu diragukan itikat baiknya.
Golongan yang ketiga ialah tokoh-tokoh silat baru tapi yang
sudah agak dapat nama dalam kalangan persilatan namun tak dapat dipastikan
digolongan mana mereka berdiri sebenamya.
Suara
terompet berhenti.
Begitu suara tiupan terompet berhenti maka Ketua Partai baru
diikuti oleh keseluruhan anggota partai yang ada di atas panggung mendongak ke
atas. Tangan kiri lurus-lurus ke bawah sedang tangan kanan dimelintangkan di
dada. Maka serentak dengan itu mereka pun berseru dengan suara gegap gempita.
Hari satu bulan doa
Peristiwa besar dan
penting di tepi telaga
Partai baru membuka
lembaran sejarah Partai Telaga Wangi ialah namanya!
Keempat
baris kalimat itu diserukan sampai tiga kali berturut-turut. Sesudah itu maka
bangkitlah Ketua Partai dari kursinya dan melangkah ke muka panggung. Dengan
muka berseri-seri Dewa Pedang memandang pada para hadirin lalu menjura memberi
hormat.
"Saudara-saudara sekalian yang kami muliakan. Pertama
sekali saya selaku Ketua dari Partai yang baru muncul ini, atas nama
keseluruhan anggota Partai mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat yang
setinggi-tingginya karena saudara-saudara sekalian telah sudi meringankan
langkah untuk datang ke mari."
Suara Ketua Partai Telaga Wangi ini keras dan lantang penuh
wibawa dan nadanya teratur demikian rupa enak didengar sehingga seluruh mata
yang hadir ditujukan kepadanya. Setelah menyapu sekilas paras tamunya dengan
sepasang matanya yang tajam maka Dewa Pedang pun meneruskan bicaranya.
"Dalam pasang surutnya dunia persilatan dewasa ini,
kami bersama telah memberanikan diri untuk mendirikan sebuah partai baru yang
kami namakan Partai Telaga Wangi. Sesuai dengan namanya maka kami benarbenar
berusaha dan menginginkan agar kelak Partai kami ini menjadi harum dalam
merintis segala sesuatu yang baik di dunia persilatan. Kami percaya bahwa hanya
dengan usaha yang betul-betul, dengan segala kesungguhan hati dan ditambah pula
dengan bantuan saudara-saudara sekalian disini terutama dari saudara-saudara
golongan putih, maka pastilah dunia persilatan akan diliputi ketentraman dan
perdamaian abadi ...."
Sesudah
mengakhiri pidatonya itu maka Ketua Partai Telaga Wangi memperkenalkan istri
dan ketiga puteranya pada para hadirin. Empat anggota partai yang menduduki
jabatan penting juga diperkenalkan. Keempatnya ialah Jambakrogo, Pengurus
Partai untuk daerah Utara, Klabangsongo, Pengurus Partai daerah Selatan lalu
Rah Gundala Pengurus Partai daerah Barat dan yang keempat Suralangi, Pengurus
Partai Daerah Timur.
Dewa Pedang mengakhiri perkenalan tokoh-tokoh Partai Talaga
Wangi itu dengan kata-kata penutup
"Akhirul kalam, sekedar untuk pelepas dahaga dan
penangsal perut saudara-saudara sekalian, maka kami persilahkan saudara-saudara
untuk menikmati minuman serta hidangan selayaknya. Disamping itu jika ada
kekurangan atau kekhilafan dalam bentuk apapun sudi kiranya saudarasaudara
memberi maaf."
Dewa Pedang menjura lalu memutar tubuh Namun sudut matanya
menangkap acungan tangan seorang tamu yang duduk di sebelah Timur panggung
"Ketua Partai Telaga Wangi! Sebagai Partai baru aku Si
Bayangan Setan ingin menjajaki sampai dimana kehebatan kalian! Jangan-jangan
Partaimu ini hanya bagus nama saja tapi tak ada isi! Jangan-jangan Partaimu
yang memakai nama Telaga Wangi hanya merupakan Telaga Busuk yang tak mampu
menghadapi pasang surut dunia persilatan! Sebagai Ketua Partai apakah kau bisa
sedikit memberikan bukti di hadapan para hadirin bahwa Partaimu adalah satu
Partai yang memang patut diberojotkan ... ?!"
Semua kepala para hadirin yang ada segera dipalingkan ke
arah Timur. Dewa Pedang sendiri juga memandang ke jurusan itu. Yang telah
buka suara tadi ternyata adalah seorang
tokoh silat berjubah hitam berbadan tinggi langsing, berkepala lonjong dan
kedua pipinya sangat cekung. Dialah tokoh yang digelari Si Bayangan Setan. Dan
dari gelamya ini saja sudah dapat diketahui bahwa dia adalah tokoh dari
kalangan hitam.
Dewa Pedang
yang tajam pemandangan diam-diam sudah maklum bahwa maksud kedatangan serta
ucapan Si Bayangan Setan tadi adalah satu tantangan atau penghinaan atau
sekurang-kurangnya menganggap remeh Partainya dan dirinya selaku Ketua!
Namun dengan tenang dan bijaksana Dewa Pedang buka mulut
hendak menjawab. Tapi dari panggung
sebelah Barat tiba-tiba terdengar seseorang berseru. Suaranya keras
menggeledek!
“Bayangan Setan! Apakah kau buta atau masih belum membuka
mata lebih lebar sehingga kau berbicara begitu terhadap Partai Telaga Wangi?
Jika kau kenal julukan Ketuanya tak bakal kau anggap remeh!"
Kini semua kepala
serentak diputar ke panggung sebelah Barat. Namun tak seorangpun, termasuk Dewa
Pedang yang mengetahui siapa adanya manusia yang telah bicara tadi. Ini memberi
kenyataan bahwa siapa pun adanya orang itu maka dia pastilah memiliki tenaga
dalam yang tinggi dan ilmu memindahkan suara yang lihai.
Meskipun orang itu berada di sebelah Selatan atau Utara
namun suaranya bisa dipindahkan sehingga
kedengarannya dari arah Barat atau Timur!. Karena tak mengetahui siapa yang
bicara maka Si Bayangan Setan dengan penasaran berseru.
"Nama Dewa Pedang memang cukup dikenal karena permainan
pedangnya yang yah boleh juga! Tapi aku bertanya dan bicara tadi bukan
ditujukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk keseluruhan Partai Telaga
Wangi! Atau mungkin semua anggota Partai baru ini sekaligus memiliki gelar
sebagai Dewa Pedang;:.?!"
Terdengar suara mengekeh yang mengandung ejekan. Lagi-lagi
suara ini datangnya dari jurusan Baraf dan lagi-lagi tak satu orang pun yang
tahu siapa yang mengeluarkan suara tertawa itu.
"Kau terlalu sembrono dalam bicara Bayangan Setan. Apa
kau tak tahu bahwa ucapanmu itu menghina langsung nama Ketua serta seluruh
anggota Partai Telaga Wangi? Tak satu tokoh silat dan Partai persilatan pun
yang bisa menelan kata-katamu itu! Entah Dewa Pedang dan Partai barunya!"
Diam-diam Ketua Paitai Telaga Wangi segera maklum bahwa di
antara para hadirin ada yang mulai memasukkan jarum-jarum perangsang untuk
menghangat dan mengacaukan suasana.
Dengan sikap tenang dan bijaksana dia menjawab. Waktu bicara
ini dia sama sekali tidak menghadap kepada Si Bayangan Setan secara langsung
namun memandang ke tengah-tengah hadirin. Sekaligus ini merupakan satu balasan
yang cukup menyakiti Si Bayangan Setan meskipun datangnya secara halus.
“Saudara-saudara sekalian! Tadi kami sudah menyatakan bahwa maksud dari
didirikannya Partai Telaga Wangi ini ialah untuk berusaha menenterakan dan
mendamaikan dunia persilatan. Sebagai Partai baru kami memang belum punya nama.
Tetapi justru bukan namalah yang ingin.dikejar oleh Partai kami. Apa perlu nama
hebat kalau kehebatan itu artinya hanya untuk merusak belaka ... ?!"
Untuk kedua kalinya maka Si Bayangan Setan merasa disakitkan
hatinya oleh kata-kata Dewa Pedang itu. Dia berprasangka bahwa gelarnyalah (Si
Bayangan Setan) yang dimaksudkan oleh Ketua Partai Telaga Wangi sebagai sesuatu
nama yang hanya untuk merusak! Mulut Si Bayangan Setan komat kamit. Dan dia
angkat bicara kembali.
"Dunia
sejuta arah, ucapan seribu kalimat lidah bersilat kata namun dunia persilatan
tetap dunia persilatan yang tiada
mengenal adanya Satu Partai baru tanpa diketahui partai yang macam mana
kelasnya! Apakah kelas keroco saja, atau bunglon, atau kadal, atau kunyuk?
Setiap Partai baru wajib menghadapi batu ujian!"
"Betul ... betul ... betul!" menyambung suara yang
dari panggung sebelah Barat.
"Partai baru musti diuji. Tapi apakah kau sanggup
melakukan ujian itu, Bayangan Setan? Jangan kau hanya bicara besar saja tak
tahu isinya cuma gemblong!" Marahlah Si Bayangan Setan mendengar kata-kata
itu.
"Siapa takut melakukan ujian?!" katanya membentak,
sekali tubuhnya berkelebat maka melesatlah ia ke atas panggung! Sedikit pun
gerakannya ini tiada menimbulkan suara! Salah seorang tokoh silat dari aliran
putih yang ada di antara para tamu berbisik pada seorang kawan di
sebelahnya.
"Bayangan Setan memang dikenal kehebatannya. Tapi kalau
untuk menghadapi Dewa Pedang dia akan sia-sia saja. .. !" kawan yang
diajak bicara mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mari kita saksikan saja," katanya sambil
memandang kembali ke atas panggung Sementara itu dalam suasana yang hangat itu.
mulai terdengar suitan-suitan dan sorak sorai sebagian Yang hadir untuk memberi
semangat pada Si Bayangan Setan. Dan Si Bayangan Setan menjadi pongah. Sambil
memandang kepada para tamu dia. berkata:
"Kalian semua silahkan buka mata lebar-lebar. Hari ini
aku Si Bayangan Setan akan menguji satu Partai baru!”
Tiga Putera Ketua Partai Telaga Wangi menggertakkan geraham
dan mengepalkan tinju. Bahkan putera tertua yaitu Indrajaya segera berdiri dari
kursinya!.
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
DUA
Melihat
bangkit berdirinya putera Ketua Partai Telaga Wangi ini maka sorak dari
suara-suara membakar semangat berbagai rupa semakin santar kedengaran di
kalangan para hadirin, Dewa Pedang menyipitkan mata kepada lndrajaya putera
tertua yang melihat isyarat ini segera hentikan gerakannya. Kemudian dengan
segala kegeraman yang ada terpaksa duduk ke kursinya kembali.
"Ha ha ha!" terdengar suara tertawa bergelak Si
Bayangan Setan.
"Apakah aku datang ke panggung ini hanya untuk
dianggurkan saja?" ujarnya mengejek. Dengan tenang Ketua Partai Telaga
Wangi memutar kepalanya ke ujung paling kanan di mana berdiri seorang pemuda
berpakaian ringkas berbadan tegap dan berkumis kecil. Dia adalah Candra Masa
seorang murid atau anggota Partai tingkat muda yang paling pandai.
Tahu bahwa Si Bayangan Setan adalah seorang tokoh yang lihai
dan banyak pengalaman maka Dewa Pedang sengaja anggukkan kepala memberi isyarat
pada Candra Masa. Melihat anggukan ini, Candra Masa segera melangkah ke muka.
Dia menjura terlebih dahulu di hadapan Dewa Pedang lalu memutar tubuh
menghadapi Si Bayangan Setan.
”Bayangan Setan, atas izin Ketua kami, kuharap kau yang tua
sudi memberi sedikit pelajaran pada yang lebih muda...."
Si Bayangan
Setan memandang dengan kerenyit kulit kening pada Candra Masa lalu tertawa
gelak-gelak sampai ke luar air mata.
"Ketua Partai Telaga Wangi" katanya pada Dewa
Pedang sambil mengucak-ucak matanya.
"Kau ini mau main badut-badutan atau apa sampai
menyuruh bocah yang masih bau air tetek ini menghadapi aku?!" Semua pihak Partai Telaga Wangi gusar sekali
menerima penghinaan dan perendahan begini rupa, terlebih-lebih Candra Masa.
Kedua rahangnya kelihatan bertonjolan. Sebaliknya sang Ketua sendiri dengan
tenang dan suara sabar menjawab;
"Bayangan Setan justru. Karena dia bau air teteklah
maka kusuruh menghadapi kau! Bukankah maksudmu hendak menguji Partai kami? Dan
bukankah yang lebih pandai itu biasanya menguji yang lebih bodoh? Nah silahkan
dimulai ”
Ucapan yang sabar serta tenang tapi berwibawa itu sekaligus merupakan
satu tempelak bagi Si Bayangan Setan. Mukanya merah sedang para hadirin
kedengaran lagi bersorak-sorak membakar semangat!
"Kalau memang tak ada muridmu yang lebih pandai dari
yang satu ini tak apalah ... !" kata Si Bayangan Setan pula. Kemudian dengan
congkaknya dia menambahkan.
"Untuknya kuberi kesempatan bertahan sampai tiga jurus!
Kalau dalam tiga jurus tubuhnya tidak terpelanting ke luar panggung jangan
panggil aku Si Bayangan Setan dan aku akan mengaku kalah padanya!" Si
Bayangan Setan tepukkan kedua telapak tangannya.
"Ayo,
mulailah!" katanya.
"Ah, aku yang muda mana berani mulai lebih dahulu.
Menurut aturan yang lebih tua dan yang mengujilah yang musti maju lebih dahulu
...." jawab Candra masa. Si Bayangan Setan menyeringai buruk.
"Baik, bila kau punya senjata keluarkanlah!"
Candra Masa tersenyum. "Selama lawan bertangan kosong, aku murid Partai
Telaga Wangi tetap akan menghadapinya juga dengan tangan kosong!"
"Kalau begitu terimalah jurus pertama ini?" kata
Si Bayangan Setan gusar. Sekali tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan kini
yang kelihatan hanyalah sesosok bayangan hitam menyambar laksana kilat ke arah
Candra Masa sedang angin bersiuran turut menyerangnya dengan pesat!
Dengan maksud hendak memamerkan kehebatannya dan hasrah hendak merubuhkan lawan dalam satu jurus
saja, maka dijurus pertama itu Si Bayangan Setan sudah mengeluarkan ilmu
silatnya yang hebat yaitu ciptaannya sendiri yang bemama: "Bayangan Hitam
Menjulang Langit"!
Candra Masa terkejut melihat lenyapnya tubuh lawan dan kini
hanya bayangan hitam serta angin pesat menyambar ke arahnya!
Namun dalam terkejutnya murid yang sudah terdidik ini tetap
berlaku tenang dan tidak kehilangan akal. Dengan cepat dijatuhkannya dirinya ke
lantai. Begitu tubuh lawan dilihatnya lewat di atasnya, pemuda ini segera
lancarkan pukulan tangan kosong!
Tapi pada detik itu pula Si Bayangan Setan bergerak memutar
dan laksana badai kaki kanannya menyambar kearah tangan yang memukul.!
Walau bagaimanapun kehebatannya tangan tak akan menang
melawan kaki! Sambil tarik pulang tangannya Candra Masa bergulingan di lantai.
Tendangan lawan menghantam angin kosong! Jurus pertama yang cukup mendebarkan
berlalu sudah!
Dan dari panggung arah sebelah Barat terdengar suara tertawa
manusia yang tadi:
"Ah .... Bayangan Setan.. nyatanya namamu kosong
belaka! Bocah yang katamu masih bau air tetek itu tak sanggup kau hadapi!” Hati
Si
Bayangan Setan laksana dibakar
“Pemuda
. . .! " Suaranya bergetar tanda amarah.
“Giliran kau sekarang untuk memulai ... !" Candra Masa tersenyum jumawa.
"Terima kasih katanya. Tangan kanannya diacungkan ke
muka seperti sikap seseorang yang tengah memegang pedang.
”Lihat perut!" teriak Candra Masa tiba-tiba dan pada
kejapan itu pula tubuhnya melesat ke muka. Tangan menyambar ke perut Si
Bayangan Setan.
Tanpa banyak cerita si Bayangan Setansegera menyongsong
serangan lawan ini dengan pukulan tangan kanan karena dia tahu bahwa tenaga
dalamnya jauh lebih tinggi dari si pemuda! .. . .
Sedetik lagi kedua lengan meieka akan beradu maka pada saat
itu pula terdengar kembali seruan Candra Masa.
"Lihat dada!" Dan laksana pedang lengan kanan anak
murid Partai Telaga Wangi itu menusuk ke arah dada Si Bayangan Setan!
Geram serta penasaran sekali maka Bayangan Setan menggerakkan
kedua tangannya sekaligus dalam ilmu pukulan yang disebut "Menabas Gunung
Mengepit Sungai".
Dengan ilmu silat ini Si Bayangan Setan bermaksud menjapit
lengan kanan lawan kemudian mematahkannya!
Tapi lagi-lagi Si
Bayangan Setan tertipu karena begitu dia merasa ilmu silatnya tadi akan
berhasil mencelakai lawan tiba-tiba Candra Masa berseru keras.
"Awas leher!" Dan laksana pedang lengan kanannya
berkiblat menyaput dan menderu ke batang leher Si Bayangan Setan.
"Heyyah!" Si Bayangan Setan membentak nyaring
sehingga lantai panggung yang terbuat dari papan menjadi bergetar sedang
tubuhnya sendiri lenyap dari pemandangan. Dengan ilmu meringankan tubuh. Candra
Masa meskipun kalah pengalaman masih dapat melayani lawan dalam jurus kedua
yang hampir tamat dan mencapai puncaknya itu.
"Jaga kepala!" seru murid Partai Telaga Wangi itu.
Sewaktu lengan lawan menebas ke arah leher Si Bayangan Setan berhasil
mengelakkan dan kini begitu terdengar seruan lawan maka tak ayal lagi dia
segera merunduk cepat dan laksana kilat menyodokkan ke muka dua jotosan
sekaligus. Satu menyerang dada satu menyerang ulu hati!
Namun cara mengelak dan menyerang yang dilancarkan oleh Si
Bayangan Setan ini terlalu kesusu dan sembrono sekali. Lengan lawan yang
,memang disangkanya hendak menetak kepalanya tiba-tiba dengan kecepatan yang
luar biasa berputar ke bawah dan naik lagi ke atas di antara kedua lengannya
dan.....
"Buk!"
Tubuh Si Bayangan Setan terjajar ke belakang. Tangan
kanannya mengusap-usap dada yang kena terpukul. Sorak sorai para hadirin tiada
terlukiskan. Banyak di antara mereka yang benar-benar mengagumi kegesitan dan
kecepatan serta kehebatan permainan silat Candra Masa.
Meski muda belia dan baru muncul di dunia persilatan namun
telah berhasil melayani nama besar Si Bayangan Setan, bahkan mengalahkannya
dalam dua jurus pertandingan!
Candra Masa
menjura kepada para hadirin. Dan karena merasa bahwa pertandingan tersebut
sudah selesai dimana dia berhasil memukul lawan dalam jurus kedua tadi maka
Candra Masa memutar tubuh dan siap-siap untuk menjura ke hadapan guru atau
Ketua Partai Telaga Wangi untuk kemudian kembali ke tempatnya. Namun di saat
itu pula terdengar Sentakan Si Bayangan Setan.
"Orang muda, tunggu dulu! Aku masih belum kalah!"
Pihak Partai
Telaga Wangi
lebih-lebih Candra masa sendiri jadi terkejut dan heran.
Demikian pula
para hadirin.
"Bayangan
Setan, apakah maksudmu. ..? " tanya Candra Masa pula.
"Aku belum kalah! Aku sama sekali tidak mengaku
kalah!" Candra Masa hendak menyahuti namun dari deretan hadirin sebelah
Barat lagi-lagi terdengar suara manusia yang tak dikenal tadi.
"Bayangan Setan, apakah kau betul-betul punya hati setan dan bermuka tembok? Sudah kena
Digebuk dalam dua jurus masih mau menantang? Sesuai dengan janjimu mustinya kau
sudah minggat dari atas panggung dan tak perlu memakai gelar Si Bayannan Setan
lagi!"
"Keparat bangsat rendah!" hardik Si Bayangan Setan
sambil memutar badannya ke arah Barat. Pandangan matanya liar dan memancarkan
amarah yang meluap.
"Jika punya nyali harap unjukkan diri dan naik ke atas
panggung!" Jawaban dari panggung sebelah Barat adalah suara tertawa
mengekeh yang membuat. Semakin meluapnya amarah Si Bayangan Setan.
"Pemuda yang katamu masih bau air tetek itu saja belum
sanggup kau hadapi, apalagi mau menantang aku!" Si Bayangan Setan
benar-benar kehilangan muka diejek demikian rupa di hadapan sekian banyak
tokohtokoh persilatan.
"Bocah
bau air tetek ini masih mending dari kau yang tak punya nyali untuk naik ke
atas panggung!" Kemudian dengan cepat Si Bayangan Setan memutar tubuh
menghadapi Candra Masa kembali. Tangan kanannya bergerak ke balik jubah dan
sesaat kemudian dia sudah memegang sebuah senjata berbentuk pendayung yang
terbuat dari besi hitam legam!
"Orang muda harap keluarkan kau punya senjata dan mari
hadapi lagi aku barang satu dua jurus!" kata Si Bayangan Setan pula.
Melihat gelagat yang tidak baik ini sedang dipihak hadirin
ada yang terus bersorak membakar semangat Si Bayangan Setan dan ada pula yang
memaki manusia ini maka Ketua Partai Telaga Wangi segera berkata:
"Saudara Bayangan Setan, kuharap kau sudah menuruti
segala aturan yang kau buat sendiri tadi dan mohon supaya meninggalkan
panggung. Bukankah maksudmu untuk menguji terhadap Partaiku sudah kesampaian...
Dan kami berterima kasih atas kesediaanmu untuk mau melakukan ujian itu tadi “.
"Jika aku bisa buat aturan, aku bisa pula
melanggamya!" jawab Si Bayangan Setan dengan suara keras lantang.
"Betul!" ujar Dewa Pedang dengan suara mengandung
kesabaran. Diusahakannya agar dalam suasana panas ini tidak sampai terjadi
kerincuhan dan kekeruhan.
"Tapi karena saat ini kau berada di tempat kami maka
kau juga wajib mengikuti segala aturan kami, sekurang-kurangnya kau harus
menghormat kepada aturan kalangan persilatan ...."
"Aku datang ke sini bukan untuk mengikuti dan
menghormat kepada segala macam aturan apapun! Kalau muridmu tidak punya nyali,
kau sendiri pun maju akan lebih baik Kelamlah paras keseluruhan anggota Partai
Telaga Wangi, lebih-lebih ketiga putera Dewa Pedang serta Suwita isteri Dewa
Pedang mendengar ucapan Si Bayangan Setan yang mengandung penghinaan itu. Namun
Dewa Pedang sendiri anehnya masih tetap bisa berlaku tenang-tenang duduk di
kursinya.
"Ketua!"
seru Candra Masa pula.
"Harap kau memberi izin padaku untuk menghadapi lagi
manusia
yang tidak tahu
aturan dan tak tahu peradatan serta tak tahu diri ini!"
"Baik Candra, tapi kali ini hati-hatilah ...."
jawab Ketua Partai Telaga Wangi pula.
Mendengar ini maka tak menunggu lebih lama Candra Masa
segera cabut pedangnya yang terbuat dari perak mumi sehingga sinar matahari
membuat senjata itu berkilauan!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
TIGA
Begitu
melihat lawan memegang senjata maka Si Bayangan Setan dengan penuh bemafsu
segera melancarkan serangan ganas diiringi bentakan dahsyat:
"Terima jurus kematianmu ini orang muda!" Besi
hitam yang berbentuk pendayung itu menderu ke arah Candra Masa dengan
dahsyatnya. Si pemuda dengan gesit melompat ke samping dan dari samping
kemudian dengan cepat mengirimkan serangan pedang.
Maka kelihatanlah sinar hitam dari senjata Si Bayangan Setan
saling gulung bergulung dengan sinar putih pedang Candra Masa!
Hampir berakhir jurus yang sangat hebat itu tiba-tiba
terdengarlah jeritan Candra Masa. Pedangnya mental tapi lekas disambat kembali
dengan tangan kiri. Pemuda ini kemudian melompat mundur ke belakang. Lengan
kanannya kelihatan terkulai dan mengucurkan darah. Senjata lawan telah
mematahkan tulang lengan itu!
"Bayangan Setan!" seru Dewa Pedang.
"Pertandingan ini diadakan bukan untuk saling mencelakai satu sama lain
... tapi hanya untuk menguji tingkat kepandaian dalam ilmu silat ...." Si
Bayangan Setan mendengus dan tertawa buruk.
"Kalau pihakmu kalah, kau banyak bicara. Silahkan suruh
maju anggotamu yang lain!" Semantara itu Candra Masa setelah menjura
terlebih dahulu kepada Ketua Partainya segera kembali ke tempat dan beberapa
anggota Partai turun memberi bantuan mengobati tangan Candra Masa yang patah.
Dari samping kanan tiba-tiba melompat sesosok tubuh.
Ternyata dia adalah Suralangi, Pengurus Partai Telaga Wangi daerah Selatan.
Sambil menjura di hadapan Dewa Pedang berkatalah laki-laki berbadan pendek tapi
tegap kekar ini:
"Ketua, mohon izinmu untuk menghadapi manusia
ini!" Dewa Pedang menjawabcdengan anggukkan kepala. Suralangi cabut
pedangnya dan melangkah ke hadapan Si Bayangan Setan.
"Harap kau sudi memberi sedikit pelajaran padaku,"
kata Pengurus Partai Daerah Selatan ini. Bayangan Setan menyeringai.
"Silahkan kau memulai lebih dahulu," katanya. Maka
tidak sungkansungkan lagi Suralangi segera kiblatkan pedang peraknya. Dengan
mengeluarkan jurus terhebat dari ilmu pedang ciptaan Dewa Pedang yang dinamai
"Seribu Pedang Mengamuk" maka Suralangi dalam sekejapan mata sudah
mengurung lawan dengan sambaran-sambaran pedang yang dahsyat!
Jubah hitam Si Bayangan Setan sampai berkibar-kibar oleh
siuran angin pedang Diam-diam Si Bayangan Setan terkejut juga melihat permainan
pedang lawan. Segera diputamya senjatanya dengan sebat. Beberapa kali senjata
kedua orang itu saling beradu keras dan nyaring serta memercikkan bunga api.
Lima jurus berlalu dengan cepat. Sampai sekian lama keduanya kelihatan seimbang.
Lima jurus lagi berlalu di bawah penyaksian puluhan pasang mata para hadirin.
"Suralangi, lekas disudahi saja!" terdengar seruan
Ketua Partai Telaga Wangi. Mendengar ini maka Suralangi dengan gesitnya
bergerak ke samping satu langkah. Ketika lawan memburu dengan sambaran besi
hitam berbentuk pendayung maka Suralangi kembali ke posisinya semula dan dari
sini menggempur dengan jurus yang dinamai "Ular Sanca ke Luar Sarang
Mematuk Gunung".
"Buk!"
Besi hitam di tangan Si Bayangan Setan mental ke udara. Dari
mulut manusia berjubah hitam ini keluar keluhan kesakitan Ketika
diperhatikannya ternyata tulang belakang
telapak tangannya remuk!.
Suralangi telah mempergunakan hulu pedangnya untuk
menghantam belakang telapak tangan Si Bayangan Setan!
Sementara Si Bayangan Setan masih merintih kesakitan maka
Suralangi menyarungkan pedang dan berkata:
"Terima kasih, kau telah memberi banyak pelajaran
padaku, Bayangan Setan!" Kali ini Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan
muka. Di bawah sorak sorai para hadirin dia membungkuk mengambil senjata besi
hitamnya dan melompat meninggalkan panggung, menghilang di jurusan Timur.
Suralangi menjura di hadapan Ketua Partainya lalu melangkah
kembali ke tempatnya namun disaat inilah satu sosok tubuh melesat ke atas
panggung dari kelompok hadrrin sebelah Barat.
Ternyata manusia ini adalah seorang nenek-nenek bongkok
bermuka keriput cekung, bermata besar dan lebar seperti jengkol. Tubuhnya yang
bongkok itu ditutupi oleh sehelai kain merah sedang pada pinggangnya tergantung
sebuah kelewang yang juga berwama merah.
"Saudara,"
menegur si nenek terhadap Suralangi.
"Kepandaianmu memang patut dipuji. Jurus Ular Sanca Ke
Luar Sarang Mematuk Gunung tadi patut dikagumi. Aku percaya tentu kau masih
banyak mempunyai simpanan jurus-jurus silat Partaimu yang hebat! Bersedialah
memperlihatkannya kepadaku ... ?!" Kaget sekali Suralangi melaat
kemunculan nenek-nenek ini. Dan tebih kaget lagi karena si nenek mengetahui
betul nama jurus permainan pedang yang telah dikeluarkannya ketika mempecundangi
Si Bayangan Setan tadi! Suralangi melirik ke sebelah kanan di mana Ketua Partai
Telaga Wangi duduk. Dan dilihatnya Dewa Pedang merangkapkan kedua tangan di
muka dada, sedang kulit kening mengerenyit.
Munculnya nenek-nenek berkain merah ini yang bukan lain
adalah Nenek Kelewang Merah juga mengejutkan Dewa Pedang, lima tahun berselang
dia pernah bentrokan dengan perempuan tua ini ketika Nenek Kelewang Merah
berusaha membantu satu gerombolan jahat yang mengacau di Kotaraja Demak. Karena
pihaknya lebih kuat dan banyak maka Nenek Kelewang Merah dan kawan-kawannya
berhasil dikalahkan oleh Dewa Pedang dan rekan-rekannya. Itu terjadi lima tahun
yang lalu.
Jika Nenek Kelewang Merah di saat ini muncul kembali,
pastilah ada sangkut pautnya dengan peristiwa lama itu! Menurut pertimbangan
Dewa Pedang. Suralangi akan sukar untuk menghadapi perempuan tua ini kalau tak
mau dikatakan akan dapat dikalahkan.
Namun untuk menyuruhnya mundur tidak pula mungkin karena ini
akan membuat lunturnya nama Partai.Ketika melihat Ketuanya menganggukkan kepala
maka Suralangi maju selangkah.
"Terima kasih, rupanya masih ada di antara para hadirin
yang ingin menguji terhadap Partai kami. Tapi sebelumnya bolehkah aku mengenal
nama dan gelarmu, Nenek?" Perempuan tua itu tertawa terkempot-kempot.
"Namaku
tidak penting. Orang-orang memanggil aku Nenek Kelewang Merah!" Dugaan
Suralangi bahwa perempuan ini adalah Nenek Kelewang Merah ternyata tidak
meleset. Tergetar juga hatinya begitu mengetahui siapa lawan yang dihadapinya.
"Nah, kuharap kita tak perlu banyak tutur kata lagi,
silahkan mulai." ujar Nenek Kelewang Merah pula, lalu mengambil
kelewangnya.
"Keluarkan semua ilmu simpananmu yang hebat-hebat!
Terhadapku yang tua tak usah sungkan-sungkan" Seperti berhadapan dengan Si
Bayangan Setan Tadi maka pada jurus permulaan suralangi segera menggempur
lawannya dengan ilmu pedang " Seribu Pedang Mengamuk"!
"Ah, kalau cuma Jurus Seribu Pedang Mengamuk, ini
namanya bukan ilmu,simpanan!" mengejek Nenek Kelewang Merah. Kelihatannya
memang dia acuh tak acuh saja terhadap sinar senjata lawan yang membungkusnya
dengan ketat.
"Ayo! Keluarkan jurus Partaimu yang paling lihai, kalau
tidak aku tak tanggung jawab!" Penasaran sekali maka Suralangi percepat
putaran pedangnya sehingga senjata itu benar-benar laksana ribuan banyaknya!
"Manusia tolol! Disuruh keluarkan ilmu simpanan malah
meneruskan
jurus gila
ini!"
"Wut
... wut ... wut ... !"
Nenek Ke!ewang Merah kiblatkan kelewangnya tiga kali
berturutturut. Tiga larik sinar merah menderu membentuk silang enam. Angin yang
diterbitkan senjata ini deras sekali dan hebatnya, sinar putih dari pedang
Suralangi yang mengurungnya dengan serta merta menjadi tertindih lalu buyar!
Suralangi terkejut sekali! Dewa Pedang menghela nafas dalam.
"Nyatanya manusia ini jauh lebih hebat dari lima tahun
yang silam ..." Ketua Partai Telaga Wangi membathin. Kemudian dengan ilmu
menyusupkan suara dia memberi peringatan:
"Hati-hati
Sura, manusia ini lihai sekali. Gempur dia dengan jurusjurus
terhebat!" Di hadapannya Nenek
Kelewang Merah berdiri terbongkokbongkok dan menyeringai.
"Apa kau masih belum mau perlihatkan ilmu simpananmu?
Jangan menyesal kalau terlambat ... !"
"Nenek Kelewang Merah ... lihat pedang!" seru
Suralangi. Pedang perak mumi itu berkelebat deras, memapas sekaligus keenam
bagian tubuh si nenek. Namun dengan gesitnya Nenek Kelewang Merah berhasil
menghindarkan serangan ganas itu dan malahan berbalik melancarkan serangan
balasan yang betul-betul menyirapkan darah!
"Trang!"
;
Suralangi terpaksa pergunakan pedangnya untuk menangkis
sambaran kelewang lawan ke arah leher yang tak mungkin untuk dielakkan lagi!
Tangannya terasa pedas dan pegal ngilu sedang mata pedangnya kelihatan gompal
dihantam senjata lawan!
Menyaksikan hal ini maka tak ayal lagi Suralangi segera
putar pedangnya, demikian rupa dan lancarkan tiga serangan ilmu pedang yang
terlihai dari ilmu pedang Partai Telaga Wangi. Ketiganya ialah jurus
"Garuda Menukik Minum Air Telaga" disusul oleh jurus "Naga Sakti
Sabatkan Ekor" dan diakhiri dengan jurus "Halilintar Membelah
Bumi".
Pedang perak itu yang kelihatan hanya merupakan sinar putih
belaka menyambar ke arah kepala Nenek Kelewang Merah, membalik memapas pinggang
kemudian naik lagi ke atas dan menetak dari atas ke bawah! Jika jurus ini berhasil
maka kalau tidak kepala Nenek Kelewang Merah terbabat putus, mungkin akan
kutung pinggangnya, atau mungkin juga akan terbetah kepalanya sampai ke dada!
Namun Nenek Kelewang Merah tidak cidera.
Tangannya
bergerak. Sinar merah dari kelewang menggebubu. Tiga jurus terhebat tadi dengan
serta merta buyar! Si nenek tertawa melengking dan mengejek.
"Kiranya Partai Telaga Wangi hanya memiliki jurus-jurus
butut!" Geram sekali Suralangi susul serangannya yang tadi buyar dengan
dua serangan berantai serta pukulan tangan kiri dan tendangan kaki kanan! Si
nenek putar kelewangnya dua kali dan lagi-lagi serangan Suralangi dibikin,
lumpuh!
"Sekarang terima jurusku ini! Jurus yang kunamakan Naga
Sakti Keluar dari Laut" Ucapannya itu ditutup dengan mengiblatkan kelewangnya
sebat sekali, betul-betul Iaksana seekor naga yang keluar dari dalam laut,
karena meskipun sebat tapi sambaran kelewang itu berliku-liku sukar diduga
bagian mana sebenarnya yang menjadi sasarannya!
"Sura, cepat keluar dari kalangan! Serang lawan dari
samping!" memperingatkan Dewa Pedang dengan ilmu menyusupkan suara.
Suralangi segera melompat ke belakang dan bergeser ke samping namun gerakannya
selanjutnya tak mampu dilakukannya. Kelewang lawan menderu menyambar ke
mukanya! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah mempergunakan
pedang untuk menangkis! Dan laksana sebuah pisau tajam memutus wortel,
demikianlah kelewang merah si nenek membabat putus pedang perak Suralangi tepat
di batas muka hulunyal Dan gerakan Nenek Kelewang Merah tidak sampai di situ
saja. Tubuhnya melesat kemuka.
“Sura, awas!" teriak beberapa orang anggota Partai
Telaga Wangi. Namun terlambat, kaki kanan Nenek Kelewang Merah lebih dahulu
menghantam dada Suralangi. Tak ampun lagi Suralangi tubuhnya mencelat mental,
terus masuk ke dalam telaga!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
EMPAT
Telaga
yang aimya tadi bening kini kelihatan merah oleh darah. Dua orang anggota
Partai segera menghambur masuk ke dalam telaga dan membawa Suralangi ke tepian.
Sampai di tepi telaga Suralangi muntah darah lalu roboh pingsan! Ketua Partai
Telaga Wangi menghela nafas dan rangkapkan kedua tangannya di muka dada.
"Nenek
Kelewang Merah," kata Dewa Pedang.
"llmu silatmu bagus dan patut dipuji. Tapi ketahuilah
maksud menguji bukan berarti mencelakai ... !" Nenek Kelewang Merah
tertawa mengikik.
"Sekarang kau bisa bicara begitu Brajaguna." kata
si nenek pula dengan menyebut nama asli Dewa Pedang.
"Apa kau juga
membuka mulut sewaktu anggota Partaimu tadi mencelakai Si Bayangan
Setan...?!"
"Bukan anggota Partaiku yang mencelakainya, Nenek
Kelewang Merah, tapi Si Bayangan Setan sendiri yang mencari celaka!"
menyahuti Dewa Pedang. Si nenek tertawa lagi mengikik lebih panjang dari tadi.
Suara tertawanya ini menusuk-nusuk gendang-gendang telinga. Maklumlah semua
orang bagaimana tingginya tenaga dalam si nenek. Ketika dia berhenti tertawa
maka ia pun berkata:
"Pintar bicaramu masih seperti dulu saja, Brajaguna. Tapi
kalau ilmu silatmu tingkatnya juga seperti dulu, kurasa belum saatnya kau
memangku jabatan Ketua dan mendirikan Partai baru di dunia persilatan!"
Marahlah sekalian orang dari Partai Telaga Wangi atas penghinaan ini. Dari
samping melesat sesosok tubuh dan berdiri enam langkah di hadapan Nenek
Kelewang Merah.
Ternyata dia adalah Indrajaya, putera tertua dari Dewa
Pedang sendiri!
"Nenek Kelewang Merah, aku tak dapat menerima
penghinaanmu tadi!" kata Indrajaya. Si nenek kernyitkan kening. Matanya
yang lebih besar macam jengkol disipitkannya sedikit. Lalu dengan senyum-senyum
dia, berkata:
"Melihat kepada tampangmu, pastilah kau anaknya si Dewa
Pedang! Ah ... nyalimu memang besar anak muda, sebesar bapakmu dulu! Tapi
lucunya bapaknya yang dihina kenapa anaknya yang maju?!"
"Kuharap kau bisa menjaga mulut dan tahu di mana berada
orang tua!" bentak Indrajaya. Nenek Kelewang Merah masih senyum-senyum
seperti tadi.
"Soal mulutku soalku sendiri orang muda. Mulutku mau
bicara dan keluarkan apa saja siapa mau perduli?!" Jengkel sekali
lndrajaya maju satu langkah.
"Memang sekalipun kau berak dari mulut tak ada yang mau
perduli!" tukas lndrajaya sehingga semua yang hadir tertawa
terbahak-bahak. Kelamlah muka si nenek.
"Tujuh puluh tahun hidup baru hari ini aku Nenek
Kelewang Merah menerima hinaan dari seorang bocak setan alas!" Mulut
perempuan tua itu komat kamit -sebentar lalu:
"Semustinya
sudah kupecahkan kepalanya tapi melihat tampangmu begitu gagah aku masih punya
rasa belas kasihan! Cepat berlutut dan minta ampun!" lndrajaya
mendengus.
"Jangan anggap remeh semua orang nenek tua! Terima dulu
bekas tanganku pada mukamu yang kriput itu baru aku sudi berlutut!"
"Keparat
betul!" bentak Nenek Kelewang Merah,
"Dikasih ampun minta dikeremus! Apa kau punya selusin
tangan enam kepala berani menantang aku?! Bapakmu juga belum tentu menang
melawanku!" Mendidih darah lndrajaya mendengar lagi-lagi nama bapaknya
dihina si nenek.
"Lihat pedang!" bentak Indrajaya. Si nenek bongkok
di samping tertawa mencemooh juga agak heran karena ancaman yang dilakukan oleh
pemuda itu di saat sama sekali tangannya masih belum memegang pedang namun
sekejapan mata kemudian terkejutlah Nenek Kelewang Merah ini ketika melihat
selarik sinar putih yang menyilaukan berkiblat membabat dari kanan ke kiri
persis di depan hidungnya!
Nenek Kelewang Merah berseru tertahan dan melompat dua
langkah ke belakang. Ketika melihat ke muka ternyata si pemuda sudah memegang
sebilah pedang dari perak mumi! diam-diam hati perempan tua ini menjadi tergetar
juga. Jurus apakah yang telah dikeluarkan oleh si pemuda hingga demikian
hebatnya? Kalau anaknya sudah begini tinggi kepandaiannva, tentu Dewa Pedang
sendiri lebih lihai lagi!
Sementara itu di antara para hadirin mulai terdengar kerasak
kerisik yang menyatakan rasa kagum terhadap serangan kilat yang dilancarkan
oleh lndrajaya tadi. Untuk tidak keliwat kehilangan muka maka dengan nada masih
menganggap rendah lawan, si nenek berkata:
"Orang
muda, kalau kau bermaksud hendak mencoba kepandaianku, sebaiknya kau ajak dua
saudaramu yang lain. Bapak sama ibumu kalau mau juga boleh!"
"Kalau kau tak punya nyali menghadapiku sendirian,
angkat kain burukmu tinggi-tinggi dan larilah dari sini!" balas mengejek
Indrajaya.
"Penghinaanmu sudah liwat takaran, bocah setan!"
teriak Nenek Kelewang Merah. Tangan kanannya bergerak.
"Wutt!"
Selarik sinar merah melanda ke kepala Indrajaya! Hebat dan
cepat tiada terkirakan. lnilah jurus yang dinamakan perempuan tua itu dengan
"Kelewang Melanglang Jagat"!
Beberapa lawan tangguh dan utama telah menemui kematiannya
dalam jurus yang hebat ini. Dan di saat itu Nenek Kelewang Merah sudah
membayangkan bahwa kelewangnya kali ini pun akan memapas licin kepala si pemuda
yang kurang ajar dan telah berani menantangnya!
Namun si nenek jadi terkesiap dan berubah parasnya ketika
menyaksikan bahwa serangan kelewangnya hanya mengenai udara kosong bahkan
lndrajaya sendiri lenyap dari pandangannya.
"Ah.. gelarmu sebagai Nenek Kelewang Merah nyatanya
hanya kosong belaka!" Mendengar suara lndrajaya di belakangnya si nenek
segera membalik dan ....
"Wut
... wut!"
Dua kali lagi kelewangnya mengelebatkan angin deras dan sinar
merah yang dahsyat. Namun lagi-lagi dia hanya menyerang tempat kosong.
"Apa
kau bertempur sendirian melawan tempat kosong, orang tua?!" terdengar lagi
suara mengejek lndrajaya dari samping belakang! Sekali lagi Si nenek putar
dengan cepat tubuhnya yang bongkok dan lancarkan tiga kali serangan berantai,
bahkan kali ini juga disertai pukulan tangan kosong dari tangan kirinya.
Namun hasilnya tetap seperti tadi! Suara riuh rendah semakin
bising. Banyak para tamu yang hadir mengagumi ketinggian ilmu meringankan tubuh
Indrajaya.
"Pemuda setan! Apa kau cuma berani menghindar dan lari
mengelit begitu saja!" bentak Nenek Kelewang Merah dengan geram.
"Siapa bilang aku tak berani melabrakmu, perempuan
sombong!"sahut Indrajaya. Sesaat kemudian maka larikan-larikan sinar putih
menyilaukan yang tiada terkirakan banyaknya telah menggempur dan membungkus
tubuh sang nenek.
Tanpa membuang waktu Nenek Kelewang Merah putar kelewangnya
laksana kitiran. Maka sinar putih dan merah kini saling bergumut berpalunpalun.
Deru angin tiada terkirakan derasnya sedang tubuh kedua manusia yang bertempur
itu lenyap menjadi bayang-bayang Cepat sekali sepuluh jurus sudah lewat.
Permainan ilmu pedang "Seribu Pedang Mengamuk"
yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Suralangi kini dimainkan oleh lndrajaya
hebatnya bukan main. Sebagai anak sulung dari Ketua Partai Telaga Wangi,
lndrajaya meskipun belum sempuma betul tapi boleh dikatakan tiga perempat ilmu
Dewa Pedang telah diwarisinya!
Selewat jurus kedua belas maka kelihatanlah bagaimana si
nenek menjadi terdesak hebat. Beberapa ilmu simpanannya yang lihai-lihai telah
dikeluarkannya untuk menghancurkan serangan dan kurungan pedang lawan namun
sia-sia belaka! Maka perempuan tua ini jadi keluarkan keringat dingin!
Lebih-lebih ketika dia dibikin kepepet ke panggung sebelah Utara!
"Apa mulut besarmu kini sudah jadi bisu, perempuan
tua?!" ejek lndrajaya. Nenek Kelewang Merah menyahuti dengan satu bentakan
keras. Kelewangnya menderu dahsyat. Indrajaya tak tinggal diam. Tubuhnya
berkelebat lenyap. Hanya sinar putih yang kelihatan bergulung-gulung melabrak
dan menindih sinar merah dari kelewang si nenek tua! Tiba-tiba.
"Tjrasss!"
Nenek Kelewang Merah berseru keras. Rambutnya yang kelabu
dan disanggul kuncir di atas kepala terbabat putus disambar pedang perak
Indrajaya!
Sebelum dia punya kesempatan untuk melompat mundur tahu-tahu
sudah terdengar pula jeritannya. Daging lengannya tergores panjang sedalam
seperempat senti disambar ujung pedang Indrajaya. Darah berlelehan!
Senjata perempuan tua itu terlepas dan jatuh di panggung!
Gemparlah para hadirin menyaksikan hal ini! Perempuan tua berumur tujuh puluh
tahun yang dikenal di dunia persilatan dengan julukan Nenek Kelewang Merah hari
itu telah dipecundangi oleh seorang pemuda belia!
Dengan muka merah laksana saga karena malu dengan terbongkokbongkok Nenek Kelewang Merah
mengambil kelewangnya lalu dengan geramnya berkata pada lndrajaya:
"Apa yang terjadi hari ini tidak bakal kulupakan! Kelak
aku datang kembali untuk mengorek kau punya jantung dari balik tulang
dadamu!"
Habis berkata demikian, diiringi oleh sorak sorai mereka
yang hadir maka tanpa menoleh lagi sinenek tua itu segera meninggalkan tempat
tersebut. Belum lagi habis sorak sorai para hadirin tahu-tahu seorang resi
berpakaian ungu sudah melesat naik ke atas panggung! Munculnya resi ini dengan
serta merta menghentikan segala kehiruk pikukan. Semua mata ditujukan
kepadanya.
Sikapnya yang tenang dan mimik air mukanya yang polos
menyatakan bahwa dia mempunyai wibawa serta berilmu tinggi. Pada punggung dan
dada jubahnya yang berwama ungu itu kelihatan gambar tombak bermata tiga yang
disulam dengan benang emas! Melihat jubah dan sulaman tombak emas kepala tiga
itu maka segenap yang hadir serta tuan. rumah segera mengenali siapa adanya resi
tersebut.
Di dunia persilatan dia dikenal dengan julukan Tiga Tombak
Emas Trisula dan berdiam di Pulau Wuwutan di Pantai Selatan Jawa Tengah.
Bersama dua orang resi lainnya dia membentuk satu perkumpulan silat yang akan
melakukan tugas apa saja dan dari manapun datangnya asal dibayar dengan uang
atau barang-barang berharga.
Dikabarkan komplotan Tiga Tombak Emas Trisula dulunya juga
turut menjadi kaki tangan pengkhianat yang hendak meruntuhkan Demak.
Mengapa sampai salah satu anggota perkumpulan Tiga Tombak
Emas Trisula itu bisa sampai di tempatnya belum dapat dijajak oleh Ketua Partai
Telaga Wangi karena memang dia merasa tak pernah memberikan undangan pada
mereka.
Apakah manusia ini Cuma datang sendirian atau bersama dua
rekannya lainnya ?
Mungkin pula kedatangannya atas bayaran seseorang atau satu
perkumpulan lain dengan tugas membuat kekacauan pada saat peresmian pendirian
Partai Telaga Wangi?
Resi itu setelah memandang ke seluruh anggota Partai,
melirik sekilas pada lndrajaya kemudian menganggukkan kepalanya pada Dewa
Pedang.
"Aku adalah Godapati, salah seorang yang termuda dari
Tiga Tombak Emas Trisula. Meski tak diundang telah memberanikan diri untuk
datang ke mari ...."
"Ah
...." Dewa Pedang balas mengangguk.
"Sudah barang tentu ini satu kehormatan bagi kami
menerima kunjungan seorang tokoh silat macam saudara ... ." Godapati
batuk-batuk beberapa kali lalu berkata pula
”sudah lama aku mendengar nama besar Dewa Pedang. Ketika mendengar kabar yang dibawa
oleh angin bahwa Dewa Pedang hendak membangun satu Partai baru dalam dunia
persilatan maka itu mendorong aku untuk datang dan menyaksikannya sendiri
...."
”Terima
kasih ... terima kasih ...." kata Dewa Pedang.
Jika Ketua Partai Telaga Wangi memberi izin, aku berkehendak
sekali untuk melihat dari dekat kehebatan permainan pedang Ketua Partai
...." Dewa Pedang tertawa jumawa. .
Putera kedua dari sang Ketua tiba-tiba berdiri. Ayah
perkenankan aku mewakilimu dalam memenuhi kehendak tamu kita ini ....” Dewa
Pedang merenung sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Namun dengan ilmu
menyusupkan suara dia berkata pada anaknya
“ Hati-hati Jayengrana, dia lihai sekali, senjatanya sebuah
tombak emas bermata tiga. Ingat baik-baik jangan sampai pedangmu beradu atau
bertempelan dengan senjatanya!”. Godapati meneliti Jayengrana dengan matanya
yang tajam. Kemudian pemuda itu melangkah ke hadapannya.
"Tombak
Emas Trisula," kata Jayengrana,
"Atas izin ayahku selaku Ketua Partai Telaga Wangi
kuharap kau tak keberatan kalau niatmu terhadap ayahku, aku yang
mewakilinya."
Jika saja tidak menyaksikan sendiri kelihayan lndrajaya tadi
maka pastilah Godapati akan menganggap remeh terhadap si pemuda. Tapi untuk
menjaga nama besar dirinya dan nama gagah perkumpulannya maka
Godapati berkata:
"Ah, dari jauh datang hendak bertemu dan bertutur ilmu
dengan Dewa Pedang, sampai di sini hanya diberi kesempatan untuk berhadapan
dengan puteranya ...." Godapati berpaling pada Ketua Partai Telaga Wangi
dan berkata:
"Dewa Pedang, kuharap kau jangan arah bila terhadap
puteramu nanti aku kesalahan tangan...!" Meski tahu bahwa tutur kata yang
sopan itu adalah dibuat-buat saja namun Dewa Pedang tersenyum dan mengangguk
ramah.
Maka dari balik jubah ungunya, Resi Godapati segera
mengeluarkan sebuah tombak yang terbuat dari emas dan bermata tiga!
"Sebagai tamu, apakah kau keberatan bila aku yang mulai
menyerang lebih dahulu, orang muda?"
"Silahkan Tombak Emas Trisula ...." jawab
Jayengrana. Dengan mengeluarkan bentakan yang teramat dahsyat Resi Godapati
menyerang. Senjatanya berkelebat dan menimbulkan tiga larik sinar kuning emas
namun anehnya senjata yang berbentuk tombak kepala tiga itu bergerak agak
lamban.
Melihat ini Jayengrana segera hendak menabas senjata lawan
dengan pedangnya namun ketika dia ingat pesan ayahnya bahwa sekali-kali jangan
sampai beradu senjata atau menempelkan pedang dengan senjata lawan maka pemuda
itu mengurungkan niatnya! Seandainya Jayengrana meneruskan niatnya tadi hendak
memapas senjata lawan maka dalam jurus pertama itu pastilah Resi Godapati akan
menjepit badan pedangnya antara salah satu legukan dua mata tombak, kemudian
akan mematahkan pedang itu!
Godapati sendiri merasa heran mengapa si bemuda tak
meneruskan niatnya dan dia membathin mungkin sekali Jayengrana mengetahui
rahasia kehebatan senjatanya! Maka tanpa menunggu lebih lama dia segera
menyerang kembali Jayengrana berkelebat dan bergerak gesit! Kegesitan inilah
yang banyak menolongnya dari serangan senjata lawan yang hebat itu.
Ketika Godapati mempercepat gerakannya maka Jayengrana juga
mempercepat kelebatannya sehingga kedua orang itu hanya merupakan bayang-bayang
saja kini dan dalam waktu yang singkat keduanya sudah bertempur lima belasan
jurus!
Para tamu yang hadir dan
pihak tuan rumah sendiri menyaksikan pertempuran itu dengan mata hampir
tak berkedip!
Sudah beberapa kali Jayengrana mengeluarkan jurus-jurus
terlihai dari permainan pedang Partai Telaga Wangi namun sampai begitu jauh tak
berhasil membuat kemajuan!
Resi Godapati sendiri tidak pula mampu melakukan sesuatu
dari pada seperti keadaannya disaat itu! Sukar baginya untuk menerobos
pertahanan lawan.
Berkali-kali dia berusaha untuk menjepit pedang Jayengrana,
tapi si pemuda senantiasa menjauhkan pedangnya dari ujung tombak kepala tiga
itu.
Ketika pertempuran sudah berjalan dua puluh lima jurus, Resi Godapati mulai menjadi
penasaran. Di samping itu telinganya mulai mendengar ejekan-ejekan para tamu di
sekitar panggung yang membuat dia jadi kehilangan muka.
"He ...
he .... Jika tiga jurus lagi kau tak mampu mengalahkan pemuda itu sebaiknya
kembali saja ke Pulau Wuwutan dan tak usah munculkan diri lagi di dunia
persilatan!" terdengar suara mengejek dari panggung sebelah Barat. Suara
ini adalah suara manusia yang tadi pertama kali juga telah mengejek Si Bayangan
Setan.
Godapati kertakkan rahangnya. Tangan kirinya dengan cepat
masuk lalu ke luar lagi dari saku jubah.
"Awas jarum!'. seru Resi Godapati. Jayengrana membentak
keras dan melompat ke udara setinggi lima tombak. Puluhan jarum emas yang
menjadi senjata rahasia Resi Godapati lewat di bawahnya. Dan pada detik itu
pula laksana seekor burung garuda menyambar mangsanya maka menukiklah
Jayengrana. Pedangnya menyambar deras ke arah leher lawan. Resi Godapati cepat
menangkis dengan senjatanya.
Disamping Jayengrana tak mau bentrokan senjata maka dengan
cepat dan tak terduga sama sekali pemuda itu gerakkan pedang membuat satu
tusukan kilat ke arah dada! Demikianlah cepatnya sehingga Godapati tak punya
kesempatan untuk penangkis kembali.
Terpaksa Resi lihai itu memaki dalam hati dan cepat-cepat
melompat ke belakang. Pada lompatan ke belakang ini sang Resi membuat lagi satu
gerakan yang hebat luar biasa. Tubuhnya jungkir balik di udara. Tombak Emas
Trisula di tangannya menyapu dari samping dan tahu-tahu salah satu legukannya
telah berhasil menjapit pedang perak di tangan Jayengrana! Begitu berhasil
menjapit segera Godapati memutar tombaknya!
Di lain pihak karena tidak ingin senjatanya menjadi patah
dua, Jayengrana terpaksa dengan cepat melepaskan pedangnya! Namun dia tak mau
terima kalah begitu saja. Begitu pedangnya dirampas lawan. cepat laksana kilat
pemuda itu jatuhkan diri ke lantai dan ....
"Bret!" Sekali Jayengrana gerakkan tangannya maka
robeklah jubah ungu Resi Godapati! Penasaran sekali karena jubah kebesarannya
dirusak lawan, Resi Godapati hantamkan tombaknya ke tubuh Jayengrana. Yang
diserang menggulingkan dirinya dengan cepat dan sekejapan mata kemudian tombak
kepala tiga itu menancap di lantai papan panggung sampai setengahnya!
Para tamu yang hadir bersorak gegap gempita melihat
pertempuran yang hebat seru itu. Jayengrana berdiri dengan cepat sementara Resi
Godapati mencabut senjatanya yang amblas ke dalam lantai lalu menyimpannya
kembali ke balik jubah ungunya!
Dia memandang pada Ketua Partai Telaga Wangi. menganggukkan
kepala lalu berkata: "Dewa Pedang, ternyata puteramu telah sanggup
menyuguhkan satu permainan yang berharga kepadaku! memang tidak percuma kalau
kau berhasrat mendirikan satu partai besar dengan anggotaanggota yang
berkepandaian tinggi macam anakmu!". Dewa Pedang tertawa cerah. Siapa yang
akan menyangka kalau seorang tokoh silat golongan hitam Godapati mau bicara dan
bersikap jujur seperti itu?
“Terima kasih, Resi Godapati. Jikalau penyambutan kami
terhadapmu kurang baik mohon dimaafkan” kata Dewa Pedang pula. Secara nyata
memang puteranya telah dikalahkan oleh resi kosen itu meskipun Jayengrana tidak
begitu kehilangan muka karena dia juga berhasil merobek jubah lawannya.
Sekali lagi Resi Godapati menganggukkan kepalanya. Dia
memutar tubuh hendak meninggalkan sanggung namun langkahnya tertahan ketika di
lembah di mana telaga itu terletak tiba-tiba sekali terdengar suara
mengumandang yang dahsyat dan menggidikkan. Lalu tahu-tahu sebuah benda jatuh
menggelinding di hadapan kaki Dewa Pedang.
Ketika Dewa Pedang dan semua anggota partai serta para
hadirin memandang ke benda yang menggelinding itu maka terkejut dan gemparlah
semuanya karena benda itu bukan lain daripada kepala manusia!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
LIMA
Kepala
manusia itu berambut gondrong awut-awutan. Mukanya berkerinyut, kening sangat
lebar, kedua mata membeliak besar, mulut menganga. Pada lehernya yang bekas
terbabat putus kelihatan darah yang telah membeku coklat kehitaman.
Sungguh satu pemandangan yang mengerikan untuk disaksikan.
Melihat kepada keadaan muka dan kepala itu serta baunya yang busuk sekali
nyatalah bahwa manusia pemilik kepala itu telah menemui ajalnya beberapa hari
yang lewat.
Mungkin
satu minggu bahkan mungkin pula lebih dari itu!
Dewa Pedang sendiri yang menyaksikan kepala manusia itu jadi
mengerenyitkan kening. Dia rasa-rasa kenal atau pernah melihat manusia
tersebut. Pada detik dia coba mengingat-ingat maka pada saat itu pula sesosok
tubuh manusia berkelebat dan berdiri di atas panggung sambil tertawa tiada
hentinya.
Manusia yang
datang ini adalah seorang kakek- kakek tua renta berbadan kurus kering
Tulang-tulang tangan serta kakinya kecil sekali sedang tulang dada dan
keseluruhan tulang-tulang iganya kelihatan dengan jelas. Mukanya sangat cekung,
mata sipit. Keanehan manusia ini selain hanya mengenakan cawat saja untuk
menutupi tubuhnya maka rambutnya yang panjang putih dijalin satu ke belakang
macam perempuan!
Melihat kedatangan manusia ini, untuk kesekian kalinya
keadaan di tempat itu menjadi gempar! Karena siapakah yang tak kenal dengan
seorang tokoh silat yang bergelar "Si Cawat Gila"?!
Tokoh ini bukan saja termasyhur karena ketinggian ilmunya
tapi juga karena otaknya yang miring. Buktinya begitu datang dia telah
menggemparkan suasana dengan sebutir
kepala manusia!. Sampai selama satu kali sepeminum teh Si Cawat Gila
masih juga berdiri di panggung itu dengan tertawa panjang gelak-gelak!
Dewa Pedang selaku tuan rumah dan sebagai seorang tokoh
silat yang telah memaklumi manusia bagaimana adanya tamu yang ada di atas
panggung itu tetap duduk di tempatnya dan menunggu sampai Si Cawat Gila
menghentikan tertawanya. Ketika Si Cawat Gila mulai reda tertawanya maka
bertanyalah Dewa Pedang:
"Kakek Cawat Gila, gerangan apakah yang telah membawamu
datang ke sini dengan cara begini rupa ..?" Si Cawat Gila sekaligus
menghentikan tertawanya. Dikucak-kucaknya kedua matanya lalu memandang
lekat-lekat pada Dewa Pedang setelah itu memandang berkeliling pada para
hadirin yang ada. Pandangannya begitu angker menggetarkan!
Kemudian tokoh silat berotak miring ini memanggut-manggutkan
kepalanya beberapa kali, mendongak sebentar kelangit lalu berkata:
"Ah ... jadi betul rupanya aku telah sampai di kaki
Gunung Merapi. Betul rupanya aku telah sampai di tepi telaga tempat peresmian
berdirinya Partai Telaga Wangi ...." Orang tua ini memandang lurus-lurus
pada Dewa Pedang lalu dengan seenaknya tudingkan jari telunjuknya tepat-tepat
ke hidung Ketua Partai Telaga Wangi itu dan berkata setengah membentak:
"Kau ya manusianya yang bernama Brajaguna bergelar
Dewa
Pedang?!"
“Ya" menjawab Dewa Pedang. Dan Si Cawat Gila tertawa
lagi gelakgelak.
"Tampangmu macam manusia biasa, bahkan mirip kunyuk!
Kenapa pakai gelar Dewa segala? Apa kau keturunan atau titisan Dewa,
huh?!" Mendengar ejek penghinaan ini maka melompatlah ke muka dua orang
Pengurus Partai yaitu Klabangsongo den Rah Gundala!
”Kerempeng tua bangka! Kuharap cepat minta maaf atas mulutmu
yang bicara seenaknya itu!" membentak Rah Gundala. Suaranya parau garang.
Manusia ini berbadan gemuk pendek dan berkepala sulah.
"Monyet gundul yang tak tahu tingginya gunung dalamnya
laut, kau minggirlah! Aku tak cari urusan denganmu!" Habis berkata begini
Si Cawat Gila lambaikan tangan kanannya.
"Wuut!"
Gelombang angin laksana badai melanda tubuh Rah Gundala!
Demikian hebatnya sehingga Rah Gundala mental dari panggung, jatuh di antara
para hadirin dan muntah darah lalu pingsan!
"lblis tua keparat!" maki Klabangsongo. Pengurus
Partai dari Selatan segera cabut pedangnya dan melancarkan serangan dahsyatl
Namun dengan mudah Si Cawat Gila mengelak ke samping.
Sekali tangan kanannya dihantamkan ke muka maka seperti Rah
Gundala tadi, Klabangsongo pun mencelat ke luar panggung, tenggelam ke dalam
telaga. Untuk kedua kalinya air telaga itu kelihatan merah oleh darah yang
keluar dari mulut Klabangsongo! Dua orang anggota Partai segera pula terjun untuk
menolong Klabangsongo.
"Orang
tua, lihat pedang!" Tiba-tiba terdengar seruan dan selarik sinar putih
menderu di muka hidung Si Cawat Gila!
Si Cawat Gila terkejut dan buru-buru melompat ke belakang.
Yang menyerangnya ternyata adalah Jayengrana! Tentu saja Si Cawat Gila terkejut
diserang demikian rupa. Namun ketika melihat siapa penyerangnya maka dia
terlebih dahulu tertawa gelak-gelak.
"Bagus ... bagus! Anaknya juga ingin mencari mampus!
Bagus! Datang mencari biangnya, anak-anaknya unjukkan diri! Ha ... ha ... ha
.... Jika masih ada anak-anaknya Dewa Pedang yang lain segeralah maju, biar
kubikin kojor sekaligus!” Geram sekali Jayengrana kembali menyerbu dengan
pedangnya sementara semua orang yang hadir menyaksikan dengan menahan nafas penuh
tegang! Jika dua tokoh Partai Telaga Wangi dapat dirobohkan oleh Si Cawat Gila,
sungguh sukar diduga sampai di mana ketinggian ilmu manusia aneh itu!
Semua mata memandang tak berkedip ke atas panggung sedang
hati masing-masing bertanya-tanya gerangan apakah yang membuat Si Cawat Gila
munculkan diri di situ dan turun tangan sedemikian ganasnya! Sinar putih dari
pedang Jayengrana bergulung-gulung mengurung Si Cawat Gila dari delapan
penjuru! Suaranya menderu sedang tubuh Jayengrana hanya tinggal bayangannya
saja yang kelihatan. Lima jurus berlalu cepat. Si Cawat Gila hanya sekali dua
saja menggeserkan kaki mengelakkan serangan itu! Bahkan dengan masih
tertawa-tawa dia bertanya:
"Ayo, mana itu anak-anak tahi-tahinya Dewa Pedang? Apa
cuma yang seorang ini saja?!"
"Tak
usah jual bacot di sini, Cawat Gila! Terima ini!" membentak Jayengrana.
Pedang peraknya berkiblat membuat tiga rantaian ilmu pedang Partai Telaga Wangi
yang sangat ampuh yaitu "Tujuh Naga Menyambar Rembulan" disusul
dengan "Naga Sakti Sabatkan Ekor" lalu "Ular Sanca Keluar Sarang
Mematuk Gunung".
"Jurus-jurus tak berguna? Buat apa dikeluarkan!"
ejek Si Cawat Gila, lalu digesernya kaki-kakinya yang kurus kering itu, tubuh
miring ke kiri, miring lagi ke kanan kemudian laksana harimau mendekam dan
menyambarkan kuku-kuku kakinya, maka seperti itulah kedua tangan Si Cawat Gila
menyambar ke depan dan tahu-tahu pedang Jayengrana sudah kena dirampas! Belum
lagi habis terkejutnya pemuda ini tangan yang lain dari si orang tua sudah
menghantam kepala Jayengrana! Pemuda Ini terpelanting delapan tombak di luar
panggung, kepalanya hancur nyawanya lepas! Maka gemparlah keadaan di atas dan
di bawah panggung !
"Orang
tua dajal!" terdengar bentakan perempuan.
"Kau harus bayar kematian anakku dengan nyawa anjingmu!"
Sinar putih bertabur ke arah kepala, pinggang dan kaki Si Cawat Gila. Dikejapan
lainnya dari kiri kanan berkelebat pula dua sosok tubuh manusia. Salah seorang
dari padanya membentak:
"Nyawamu harus lepas di sini juga bangsat kerempeng!
Tubuhmu musti lumat oleh pedangku" Perempuan yang membentak tadi bukan
lain dari pada Suwita, isteri Dewa Pedang yang menjadi kalap melihat kematian
anaknya. Sedang dua orang berikutnya ialah Indrajaya dan Bradjasastra, putera
sulung dan putera bungsu Dewa Pedang!
Kurang dari
sekejapan mata maka tubuh Si Cawat Gila sudah terbungkus rapat oleh
larikan-larikan dahsyat sinar ketiga pedang lawannya. Serangan-serangan ini
hebatnya bukan olah-olah. Indrajaya dan Bradjasastra meski belum sempurna betul
tapi sudah menguasai setiap ilmu silat yang diwariskan bapaknya sedang Suwita
sendiri di samping ilmu silat yang didapatnya dari Dewa Pedang, dia adalah
seorang murid dari tokoh sakti di Pulau Klabat yang nama tokoh itu mengandung
rahasia besar dan sukar dipecahkan oleh kalangan persilatan!
Menurut dugaan para hadirin yang bermata tajam dan luas
pengalaman, paling lambat dalam dua jurus akan tamatlah riwayatnya Si Cawat
Gila itu!. Tapi keliru Di luar dugaan malah terdengarlah kekehan Si Cawat Gila
tiada hentinya sedang tubuh nya sendiri lenyap!
“Ha ... ha ... ha .... Apa inikah peraturan Partai Telaga
Wangi dalam dunia persilatan?! Mengeroyok tiga lawan satu?! Sungguh keji dan
memalukanl” terdengar suara lantang Si Cawat Gila!
"Untuk manusia anjing sedeng macammu tak usah pakai
aturan persilatan segala!" balas membentak Indrajaya. Pedangnya diputar
makin cepat dalam jurus-jurus yang benar-benar mematikan!
Dewa Pedang adalah seorang tokoh silat berjiwa kesatria dan
memegang teguh adat serta aturan persilatan. Meski hatinya sendiri panas serta
geram bukan main melihat kematian puteranya namun perasaannya itu bisa
ditekannya sehingga dia tidak menjadi kalap seperti tiga orang lainnya itu.
Dewa Pedang berdiri dari kursinya. Tangan kiri menekan ujung gagang pedang yang
tergantung di sisi kirinya.
"Suwita, Indra, Braja! Kalian bertiga mundurlah!"
perintah Dewa Pedang. Suaranya keras dan penuh wibawa.
Namun kali ini agaknya kewibawaan itu tidak mempengaruhi
diri ketiga orang yang tengah menyerang ganas Si Cawat Gila. Bahkan lndrajaya
menyahuti:
"Ayah, jangan banyak bicara tak karuan! Bangsat tua ini
membunuh adikku! Apa aku sebagai kakaknya akan lepas tangan begitu saja?!"
"Kataku
kalian mundur!" teriak Dewa Pedang lebih keras dari tadi.
"Kanda..
.." kata Suwita. Tapi ucapannya itu dipotong oleh Dewa Pedang:
"Walau bagaimanapun kita harus pegang teguh aturan
persilatan! Mundurlah!" Dengan hati gemas penuh dendam membara namun
dibentak dan diperintah sampai tiga kali begitu rupa, Suwita dan anak-anaknya
akhirnya keluar juga dari kalangan pertempuran. Si Cawat Gila kelihatan berdiri
di tengah-tengah panggung sambil tertawa-tawa.
"Bagus kau perintahkan demikian Dewa Pedang. Seperempat
jurus saja terlambat, ketiganya sudah jadi bangkai!"
"Cawat Gila, antara kita tiada permusuhan! Karenanya
aku tak melihat adanya alasan mengapa sampai kau membunuh puteraku!" Si
Cawat Gila hentikan tertawanya. Matanya yang sipit dibesarkan sedikit,
dikedipkedipkannya lalu tertawa lagi mengakak!
"Kau katakan tak ada permusuhan? Huh ... apa otakmu sudah
sinting?! Kau bilang tak ada alasan, huh! Apa kau sudah lupa apa yang kau
lakukan sekitar satu minggu yang lalu di Kertoragen?! Sialan betul! Kau telah
membunuh, menebas batang leher Si Kuku lblis! Itu kepalanya kubawa sebagai
bukti!" Terkejutlah Dewa Pedang. Matanya melirik pada kepala manusia yang
terhampar di lantai punggung dekat kakinya.
Selewat satu minggu yang lalu Dewa Pedang memang pernah
membunuh seorang kepala rampok yang berjulukan Si Kuku Iblis. Hal ini terjadi
di satu rimba belantara yaitu ketika Si Kuku lblis dan lima anak buahnya hendak
merampok sebuah kereta barang yang lewat dalam hutan!
Sewaktu
kepala itu tadi dilemparkan oleh Si Cawat Gila di hadapannya memang dia
rasa-rasa kenal dengan paras itu, namun karena keadaannya yang sangat rusak
serta berselimutan darah maka sukar lagi Dewa Pedang untuk mengenali siapa
adanya kepala manusia itu!
Mendengar ucapan Si Cawat Gila, Dewa Pedang segera maklum
bahwa antara Si Kuku lblis dengan si Cawat Gila pasti ada hubungan apaapa. Maka
menjawablah Ketua Partai Telagra Wangi itu
"Apa yang dikerjakan oleh Si Kuku lblis yaitu
kejahatannya yang telah membunuhnya, Cawat Gila. Bukan aku! Setiap manusia
macam dia akan menerima ganjaran seperti itu!"
"He ... he ... he! Kau pandai bicara! Tapi apakah kau
sudah tahu jalan ke neraka?! Kalau belum aku Si Cawat Gila akan tunjukkan
jalannya!" Manusia sakti kurus kering itu maju dua iangkah. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas!
"Terima
jurus kematianmu ini, Dewa Pedang! He ... he...!"
"Cawat Gila!" seru Dewa Pedang sambil alirkan
tenaga dalamnya ke tangan kanan.
"Apa
hubunganmu dengan Si Kuku Iblis?!"
"Oh, kau tanya itu?! Tak susah untuk menjawabnya, Si
Kuku lblis adalah adikku! Sekarang kau tahu bagaimana aku inginkan kau punya
nyawa, bahkan nyawa keluarga serta anggota-anggota Partaimu!" Dewa Pedang
bahkan hampir semua dari tamu yana hadir
barulah hari itu mengetahui bahwa Si Kuku Iblis adalah adik Si Cawat Gila.
"Cawat
Gila," kata Dewa pedang,
"Siapa pun adanya Si Kuku lblis itu bukan soal! Yang
penting ialah bahwa dia telah melakukan kejahatan. Dan kebenaran tidak sudi
melihat dia malang melintang menyebar kejahatan itu ...."
"Ah di sini bukan tempat dan waktunya untuk bicara
bahasa tinggi begitu rupa! Bicaralah nanti pada setan-setan neraka ... !"
Sudut mata Si Cawat Gila menangkap seseorang melangkah ke arah di mana dia
berdiri berhadap-hadapan dengan Dewa Pedang. Ketika dia menoleh sedikit ke
samping ternyata orang ini adalah Resi Godapati atau Tiga Tombak Emas Trisula
yang sejak tadi masih berdiri di atas panggung itu! Suasana hening menegangkan.
"Cawat Gila, dengan memperhatikan sedikit suasana serta
tempat di mana kita berada, serta memandang muka para tokoh-tokoh persilatan
yang hadir di sini, kuharap kau jangan meneruskan maksud-maksud yang terkandung
di hatimu...!"
"Eh, kunyuk jubah ungu! Apakah kau bicara mengigau atau
memang otakmu sudah miring...?!" tukas Si Cawat Gila. Diajak bicara
baik-baik tapi dijawab sedemikian rupa maka panaslah hati Resi Godapati.
"Otakku mungkin sudah miring, tapi belum lagi
semiringmu!" jawabnya.
"Hem .... Ini lagi contohnya manusia yang tidak tahu
tingginya gunung dalamnya laut. Kalau sudah bosan hidup bilang saja, biar
lekas-lekas kukirim roh busukmu ke neraka!"
"Bicaramu
terlalu besar, Cawat Gila!"
"Nyalimu
juga keliwat besar Godapati!"
"Kau masih belum punya enam kepala selusin tangan, Cawat
Gila...!" "Oh ... apakah kau punya nyawa rangkap?!" menukasi Si
Cawat Gila.
"Aku memang tak punya nyawa rangkap. Tapi untuk
menghadapimu, sampai seribu jurus pun akan kujalani!"
"Bagus sekali! Tapi biar kutanya dulu, apakah dalam hal
ini kau membela Dewa Pedang?"
"Aku
tak membela siapa-siapa!"
"Lantas kenapa jual mulut?! Jangan coba menunjukkan
kebesaran budi serta kebaikanmu dimuka orang banyak! Semua orang tahu,
perkumpulan yang bagaimana adanya perkumpulan yang kau dirikan di Pulau
Wuwutan! Semua orang di sini tahu bahwa kau adalah resi sesat bau tengik yang
melakukan apa saja asal disumpal pantatnya dengan uang dan mulutnya dengan
harta!" Habis berkata begitu Si Cawat Gila tertawa terkekeh-kekeh.
"Tak ada jalan lain," kata Resi Godapati sambil
mengeluarkan senjatanya yaitu tombak berkepala tiga yang terbuat dari
emas.
"Rupanya kau betul-betul ingin cepat-cepat menghadap
hantu neraka…. !" Si Cawat Gila tertawa bergelak. Tiba-tiba dia melengking
nyaring. Kedua tangannya dipukulkan ke muka. Angin laksana topan menggebubu!
Resi Godapati melompat enam tombak dan ayunkan tombak kepala tiganya ke arah
lawan lalu susul dengan tendangan kaki kiri kanan.
Hebatnya sebelum tombak dan dua tendangan mencapai sasaran
yang diarah, tahu-tahu ketiga serangan tersebut sudah berubah arah ke bagian
tubuh yang lain dari Si Cawat Gila! Geram dan kaget juga Si Cawat Gila melihat
serangan lawan ini. Tubuhnya yang kurus kering itu berkelebat ganas, kedua
tangan sambar menyambar menimbulkan angin deras.
Di lain pihak Resi Godapati tiada henti mengirimkan serangan
tombak emasnya yang sekaligus juga merupakan senjata pembenteng tubuhnya!
Setelah lima jurus berlalu dan dia masih belum dapat membuat
suatu apa terhadap lawannya maka marahlah Si Cawat Gila.
“Manusia sontoloyo! Terima ini!" bentak Cawat Gila
Tubuhnya lenyap. Dua tangan dan dua kakinya bergerak tak kelihatan.
Kemudian terdengarlah jeritan Resi Godapati. Tombak emasnya
kelihatan mental ke udara sedang tubuhnya sendiri terlempar ke bawah panggung.
Resi ini coba duduk bersila untuk mengalirkan tenaga dalam dan mengobati luka
hebatnya. Namun tulang dadanya sudah hancur. iga-iganya telah patah. Hanya
sesaat tubuhnya duduk bersila, sesudah itu Godapati rebah ke tanah tanpa nyawa!
Semua yang hadir sama terkatup mulutnya.
Suasana sehening di pekuburan. Si Cawat Gila tertawa
membahak. Kemudian diputarnya tubuhnya menghadapi Dewa Pedang yang berdiri
sembilan tombak di depannya. Dia menyeringai dan berkata:
"Kematianmu lebih buruk dari Resi keparat itu, Dewa
Pedang!" Perkataannya itu langsung saja ditutup dengan satu serangan
dahsyat! Tangan kanan mencengkeram ke muka sedang tendangan kaki kiri menyeruak
ke bawah selangkangan!
Dewa Pedang yang memang sudah hampir hilang kesabarannya
serta dendam terhadap kematian puteranya kini tidak tinggal diam. Tubuhnya
merunduk, kedua tangan dipukulkan ke muka. Inilah satu pukulan jarak jauh yang
hebat yang hendak dilepaskan nya!
Ketika kedua tangan Dewa Pedang kelihatan bergerak ke muka
maka Si Cawat Gila merasakan tubuhnya yang melesat di udara itu menerima
tekanan yang hebat! Tubuhnya terhuyung-huyung dan serangannya buyar. Kaget
sekali dia jadinya. Tak salah kalau adiknya Si Kuku lblis menemui ajal di
tangan Ketua Partai Telaga Wangi yang nyatanya memiliki ilmu pukulan tangan
kosong demikian lihainya!
Didahului dengan bentakan menggeledek maka kelihatanlah
tubuh Si Cawat Gila menukik ke bawah laksana seorang perenang yang tengah
menyelam dan tahu-tahu kedua tinjunya sudah menjotos ke perut dan dada Dewa
Pedang! Dewa Pedang dengan beringas sambuti tinju lawan dengan tinju pula.
"Bukk!"
"Bukk!"
Dua tinju yang mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi
samasama beradu dan mengeluarkan suara keras. Akibatnya juga hebat. Tubuh Dewa
Pedang terbanting ke belakang! Kalau saja ilmu meringankan tubuhnya tidak
sempurna pastilah dia akan terus jatuh duduk atau terjerongkang di lantai
panggung.
Sebaliknya Si Cawat Gila sendiri kelihatan terpelanting ke
belakang sampai satu tombak! Untuk kedua kalinya tokoh silat berotak miring ini
jadi terkejut.
Yang sudah-sudah bila seorang lawan berani menyambuti dua
jotosannya. kalau tidak hancur kedua tangannya pasti akan-terluka tubuhnya di
sebelah dalam. Tapi di saat itu dilihatnya Dewa Pedang masih berdiri dan dalam
keadaan segar bugar. Hanya kedua tangannya saja yang kelihatan
kemerah-merahan!. Mulut Si Cawat Gila berkemak kemik.
"Rupanya kau memang ada isi juga huh...!" ujarnya
menyeringai buas. Kedua tangannya saling digosok-gosok satu sama lain. Dan
sesaat kemudian kedua tangan itu terkepal membentuk tinju dan berwarna biru!,
Dewa Pedang maklum kalau lawan hendak mengeluarkan ilmu
pukulannya yang dahsyat Karenanya segera dia bersiap-siap! Para penonton
keseluruhannya menahan nafas melihat pertempuran yang bukan main hebatnya
ini.
Cawat Gila mengangkat kedua tangannya keatas, sejajar dan
sama tingginya dengan kepalanya yang bermuka cekung itu. Tampangnya kelihatan
semakin angker.
"Selama aku memiliki llmu Pukulan Siluman Biru tak satu
manusia pun yang sanggup menahannya! Telah dua ratus empat puluh tokoh-tokoh
silat yang mampus di tanganku, kau adalah korban yang ke dua ratus empat puluh,
Dewa Pedang!" Mendengar nama pukulan yang bakal dilancarkan oleh lawannya
maka Dewa Pedang lipat gandakan tenaga dalamnya. Dan disaat itulah Si Cawat
Gila dengan suara tertawa melengking-lengking menyerbu ke muka! Dua larik sinar
biru melesat dan menukik ke bawah ke
arah kepala Dewa Pedang.
Ketua Partai Telaga Wangi ini cepat berkelit dan balas
mengirimkan sodokan siku ke arah tulang iga lawan namun dengan lipatkan
lututnya Si Cawat Gila berhasil membuyarkan sodokan siku Dewa Pedang sedang
kedua tinjunya kiri dan kanan masih terus menderu deras ke batok kepala Dewa
Pedang!
Dewa Pedang ragu-ragu untuk menangkis pukulan lawan,
karenanya dengan cepat membuang diri ke samping. Dua pukulan Si Cawat Gila
lewat menderu di sisinya.
"Braaak
... braak!"
Lantai panggung yang terbuat dari papan tebal patah dan
pecah kena dihantam angin Pukulan Siluman Biru yang dilancarkan oleh Si Cawat
Gila Semua orang meleletkan lidah. Dapatlah dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu
pukulan itu. Dewa Pedang sendiri terkejutnya bukan main.
Dua tokoh silat yang duduk di antara jejeran para tamu
saling berbisik.
”Naga-naganya Ketua Partai Telaga Wangi tak bakal sanggup
menghadapi lawannya sampai dua puluh jurus ...."
"Sukar di jajaki memang tingginya ilmu Si Cawat Gila!
Tapi Dewa Pedang sendiri agaknya belum mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya.
Meski umur muda tapi jangan terlalu memandang remeh Dewa Pedang ...." balas
membisik tokoh silat lainnya.
Pada saat itu di atas panggung terjadi pertempuran sangat
seru antara Si Cawat Gila dan Dewa Pedang. Sinar biru dan sinar putih gulung
bergulung. Agaknya Dewa Pedang pun sudah mengeluarkan ilmu pukulan yang
diandalkannya!
Di saat pertempuran berjalan seru-serunya itu, di saat semua
mata hampir tak berkedip memandang ke atas panggung maka terdengarlah
pekikan-pekikan dahsyat itu. Dan didetik itu
pula mata semuanya menangkap bayangan empat sosok tubuh manusia!
"Hentikan pertempuran!" membentak salah seorang
dari keempat pendatang itu. Suaranya menggetarkan lembah! Menyirapkan dada
setiap yang hadir! Kemudian kelihatanlah empat sosok tubuh gadis berbadan
ramping bagus berdiri di atas panggung.
Ketika diperhatikan parasnya maka gemparlah suasana mereka
yang hadir! Bagaimana tidak! Keempat gadis berbadan langsing bagus dan berkulit
kuning mulus itu memiliki paras-paras yang mengerikan. Paras tengkorak!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
ENAM
Dewa
Pedang dan Si Cawat Gila juga dibuat terkeiut oleh suara pekikan serta suara
membentak memerintah yang menggetarkan lembah itu. Keduanya sama-sama bersurut
mundur dan memandang ke samping kanan! Ternyata empat gadis bermuka Tengkorak
berdiri di atas panggung. Paras yang menggidikkan itu jelas membayangkan maut.
“Setan kesasar! Apa urusanmu, apa pangkatmu menyuruh kami
menghentikan pertempuran, huh?!" kertak Si Cawat Gila pada gadis muka
tengkorak yang berdiri paling muka dan berpakaian merah ringkas.
"Monyet ceking kerempeng! Mulutmu terlalu murah
menghina! Nyawamu tak aku lepaskan ... !" Dan ucapan si muka tengkorak
baju merah terpotong oleh suara tertawa membahak dari Si Cawat Gila.
"Berani
menghina berani mampus!" katanya.
"Hem. .. rupanya kau.juga kelewat tekebur, monyet
ceking!" Si Cawat Gila tertawa lagi gelak-gelak.
"Jika saja kau tahu berhadapan dengan siapa saat ini,
pastilah kau
akan lari
terbirit-birit!"
"Kentut!" maki si pakaian merah marah sekali.
Tangan kirinya bergerak mengebutkan lengan bajunya.
"WUTTT!"
Angin laksana badai menggebu ke arah Si Cawat Gila.
Mula-mula Si Cawat Gila menganggap enteng dan tertawa-tawa saja menerima
pukulan itu. Dengan acuh tak acuh dilambaikannya tangan kirinya untuk melebur
serangan lawan. Namun alangkah
terkejutnya dia! Lambaian tangannya tak sanggup memusnahkan serangan
lawan. Sebaliknya sambaran angin lawan itu membuat tubuhnya tergontai-gontai!
Dan jika detik itu dia tidak cepatcepat melompat ke samping, pastilah tubuhnya
akan mencelat ke luar panggung!
Si Cawat Gila keluarkan keringat dingin. Parasnya mengkerut.
Tenaga dalam si muka tengkorak hebatnya bukan main, pikir laki-laki tua
kerempeng itu.
"Muka tengkorak, kau siapakah?!" tanya Si Cawat
Gila dengan membentak garang. Yang ditanya tertawa mengekeh:
"Kami adalah iblis-iblis pencabut sukmat! Kau dengar
itu ... ?! Sekarang terimalah kematianmu!"
"Manusia buruk hina dina! Jangan mimpi di siang
bolong!" tukas Si Cawat Gila. Kedua tangannya digosok-gosok dan dengan
serta merta menjadi biru!
"lblis betina, in! makan pencarianmu!" teriaknya.
Si Cawat Gila lancarkan Pukulan Siluman Biru yang dahsyat!
Gadis berpakaian merah memekik nyaring. Tubuhnya melompat
enam tombak dan ketika menukik lagi maka dari tangan kanannya melesat selarik
sinar hijau yang disusul dengan menyambarnya tiga ekor binatang kala hijau! .
"Kala
Hijau!" seru Si Cawat Gila terkejut. Hatinya tergetar. Dewa Pedang dan
seluruh manusia yang hadir di situ juga kaget bukan main. Beberapa tokoh silat
yang menyadari bahwa ilmu kepandaiannya masih belum sempurna menjadi pucat
paras mereka. Sejak dua bulan belakangan ini
”Kala Hijau" telah muncul di dunia persilatan! Kini muncul di
hadapan mereka tentu saja semuanya menjadi cemas serta tegang.
Cawat Gila memukul ke muka. Sinar biru Pukulan Siluman Biru
menderu. Tapi sudah kasib tiada guna. Salah seekor dari kala hijau telah lebih
dahulu menancap dan amblas ke dalam kepalanya. Menyusul kedua dan ketiga! Cawat
Gila memekik penuh keseraman. Sebelum tubuhnya rebah Cawat Gila masih berusaha melancarkan serangan
"Cengkeraman Naga Atas Langit". Tapi percuma. Tubuhnya terbanting ke
lantai panggung, kelojotan seketika :alu diam kaku tak bergerak lagi!
Seruan terkejut dan kegemparan sepe.rti mau merobohkan
langit di atas lembah sekitar telaga itu! Namun suasana segera menghening
ketika si muka tengkorak pakaian merah membentak buas:
"Manusia-manusia hina dina! Diam semua!" Meskipun
semua yang hadir berdiam diri dan menahan nafas melihat munculnya empat gadis
muka tengkorak, namun banyak di antara tokoh-tokoh silat yang punya nama besar
merasa sangat direndahkan dan dihina.
Apalagi mereka dari golongan putih yang memang sudah tak
bersenang hati mendengar kemunculan dan kekejaman yang dilakukan oleh keempat
manusia itu sejak dua bulan belakangan ini!
Salah seorang dari mereka ialah Brahmana Wingajara yang
bergelar "Sepasang Tangan Putih", seorang tokoh silat yang memiliki
lengan dan tangan berwarna putih sekali dan justru pada kedua tangan yang putih
inilah terletak kehebatannya. Tanpa menunggu lebih lama sang Brahmana melompat
ke atas panggung.
"Babi
botak gendut!" bentak si muka tengkorak berpakaian merah. Wingajara memang
berbadan gemuk buncit, berkepala botak dgn pendek kontet. Apakah kau juga ingin
cepat-cepat mampus berani naik ke atas panggung ini?!" Brahmana Wingajara
tertawa tawar. Jawabnya.
” Panggung ini bukan kau yang bikin, bukan pula milikmu!
Tuan rumah sendiri tidak melarang aku naik ke sini, manusia muka setan!" Sebenarnya
sebagai Brahmana, Wingajara jarang dan hampir tak pernah memaki orang atau
bicara kasar. Tapi saat itu, karena dihina demikian rupa, apalagi di hadapan
puluhan tokoh-tokoh silat, kalaplah Brahmana Wingajara sehingga terlepas
semprotannya!
Si pakaian merah tertawa mengikik. "Lantas apa maumu
datang ke
sini?!"
Brahmana Wingajara tak menjawab melainkan berpaling pada
para hadirin dan berkata: "Saudara-saudara sekalian, dari apa yang pernah
kalian dengar sejak dua bulan belakangan ini! Dari apa yang kita semua saksikan
pada hari ini, maka sudah dapat kita bayangkan bersama apa yang bakal menimpa
dunia persilatan di masa mendatang, terutama bagi kita golongan putih jika
gadis-gadis muka tengkorak setan dajal berhati iblis ini dibiarkan hidup lebih lama
...."
"Tutup mulutmu Brahma tahi kucing! Terima ini!" Si
muka tengkorak berpakaian merah menendang ke muka. Angin tendangan ini bukan
main dahsyatnya. Sambil berkelit Wingajara pukulkan kedua tangannya ke muka.
Asap putih panas menderu menyambar si baju merah! Gadis muka tengkorak ini
tersurut mundur lalu dari samping lancarkan serangan ganas! Sinar hijau
menderu, tiga kala hijau melesat dan terdengarlah jerit kematian Brahmana
Wingajara. Dua dari kala hijau menancap di keningnya Yang ketiga amblas masuk
ke dalam mata sebelah kiri!
Sekali lagi suasana diselimuti kengerian dan kegemparan. Dan
sekali lagi si merah membentak garang: "Manusia-manusia keparat, diam
semua!" Para hadirin terpaku kecut di kursi masing-masing. Melihat
naga-naga yang kurang baik rni beberapa di antara mereka berdiri dari kursi.
Cepatcepat muka tengkorak pakaian merah berseru
"Tak satu orang pun diizinkan meninggalkan tempat ini!
Siapa yang berani melakukannya berarti mampus!" Menyaksikan pembunuhan
yang bertentangan dengan hati nurani serta jiwa satrianya ditambah lagi dendam
kesumatnya terhadap Si Cawat Gila belum lenyap meski manusia itu sudah menjadi
bangkai kini, maka Ketua Partai Telaga Wangi maju selangkah ke arah si muka
tengkorak.
”Telah dua bulan kudengar kehebatan nama kalian dalam
kejahatan dunia persilatan. Sebagai orang-orang dunia persilatan aku
menghormati kalian, tapi sebagai golongan hitam jahat yang berhati iblis, aku
tidak sudi melihat kalian! Karena itu aku harap segera meninggalkan tempat ini!
Aku tak ingin melihat kejahatan dan pembunuhan lebih banyak!"
Si baju merah berpaling pada tiga kawan-kawannya. Keempatnya
kemudian tertawa gelak-gelak.
"Ketua Partai Telaga Wangi, kau tak ingin melihat
pembunuhan lebih banyak katamu. ..? Tapi apa kau tahu bahwa kau juga bakai
mampus di tangan kami, kecuali ...."
"Kecuali
apa ... ?!" potong Dewa Pedang.
"Kecuali jika kau dan seluruh anggota Partaimu mau
berlutut dan masuk ke dalam Partai yang bakal kami dirikan yaitu Partai Lembah
Tengkorak!" Dewa pedang mendengus dan menjawab:
"Manusia-manusia macam aku sampai mati sekali pun tiada
sudi berlutut terhadap kalian! Apalagi masuk Partai durjana kalian! Kalau mau
cari anggota Partai, carilah ke liang neraka! Di sana pasti banyak
manusiamanusia bertampang macam kalian dan bersedia masuk Partai kalian!"
Keempat gadis muka tengkorak itu tertawa gelak-gelak.
"Ketua Partai Telaga Wangi," kata muka tengkorak
yang berpakaian hitam,
"Kau
andalkan apakah berani bicara demikian?!"
"Mungkin
dia punya nyawa rangkap!" kata yang berbaju biru.
"Betul, satu nyawa manusia, satu lagi nyawa
anjing!" menimpali si baju merah. Dan keempat manusia itu kemudian tertawa
lagi gelak-gelak! Dihina demikian, Dewa Pedang masih bisa menahan luapan amarahnya.
Namun tidak
demikian dengan isterinya.
"Perempuan setan! Bicaramu terlalu menghina dan terlalu
tekabur! Jaga kepalamu!" Satu sambaran pedang menderu di muka hidung si
baju merah, membuat gadis muka tengkorak ini terkejut dan tersusur lima tindak!
"Akh perempuan cantik ... kau tentu isteri Ketua Partai
Telaga Wangi." kata si muka tengkorak baju merah.
"Terhadapku tak usah bersikap garang! Bagusnya ajak lakimu dan anggota-anggota
Partai untuk masuk ke dalam Partai kami dan kalian semua pasti selamat dari
kematian"
"Batang lehermu yang harus diselamatkan lebih dahulu,
perempuan durjana!" teriak Suwita. Pedang peraknya menyambar ganas ke arah
si baju merah. Yang diserang menyambuti dengan suara tertawa mengikik.
"Perempuan tak tahu diri!" maki si baju merah
seraya mengelak ke samping dan berseru pada kawannya:
"Kala
Biru cepat selesaikan perempuan tolol ini!" Gadis muka tengkorak yang
berpakaian biru melompat ke muka menghadang Suwita. Namun dari belakang isteri
Dewa Pedang melompat pula seseorang menghadapi Kala Biru. Orang ini bukan lain
daripada lndrajaya putera tertua Dewa Pedang!
"Aku lawanmu, gadis muka setan hati iblis!" bentak
Indrajaya. Bola mata Kala Biru berputar dan berkilat melihat kegagahan paras
pemuda yang berdiri di hadapannya. Diam-diam hatinya tertarik. Kala Merah yaitu
gadis muka tengkorak yang berpakaian merah, mengetahui hal ini dan cepat
membentak.
"Kala Biru, lekas laksanakan apa yang aku bilang!
Pemuda itu harus mampus dalam satu jurus!" Dalam malang melintang di dunia
persilatan guna mencapai rencana yang ditugaskan gurunya yaitu hendak
mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka Kala Merah yang memang lebih tinggi
setingkat ilmunya dari tiga kawan-kawannya yang lain, bertindak sebagai
pimpinan. Kala Biru mengeluh dalam hati.
Hatinya iba juga melihat pemuda segagah lndrajaya harus
menemui kematian di tangannya. Tapi bila dia ingat bentakan Kala Merah serta
ingat pesan orang yang tidak sudi memasuki Partainya atau coba membangkang,
maka rasa iba itu dengan serta merta menjadi lenyap.
Dengan memekik keras Kala Biru menyerang Indrajaya. Si
pemuda kiblatkan pedangnya menyambuti serangan itu. Tapi Kala Biru bukanlah
tandingan Indrajaya. Sebelumnya sudah disaksikan oleh semua mata bagaimana Kala
Merah yang ilmunya satu tingkat saja lebih tinggi berhasil merubuhkan Si Cawat
Gila serta Brahmana Wingajara dalam satu jurus maka dapatlah diramalkan bahwa
lndrajaya betul-betul akan menemui ajalnya dalam satu jurus pula!
Demikianlah,
meski dalam setengah jurus pertama itu Indrajaya dapat mengurung serta menekan
lawan dengan permainan pedangnya yang cepat dan sebat, namun ketika Kala Biru
mengangkat tangan kanannya tinggitinggi ke atas dan memukulkannya ke depan,
ketika kala-kala hijau menghambur ke arah kepala pemuda itu, maka lndrajaya menjadi
gugup.
Dalam kegugupannya ini dicobanya merambas tiga ekor
kalajengking yang menyerangnya dengan tebasan pedang, namun terlambat sudah!
Dua ekor kala hijau menancap di keningnya. Yang ketiga di pipi kiri! lndrajaya
meraung keras. Tubuhnya rebah ke lantai papan. Sebelum meregang, nyawanya
pemuda ini masih sanggup melemparkan pedang ke arah Kala Biru tapi dengan satu
lambaian tangan kiri saja maka pedang itupun
mental!
Dendam kesumat yang bergejolak serta amarah murka yang
membakar hati akibat kematian puteranya Jayengrana belum lagi putus, kini
puteranya yang tertua menemui ajalnya pula dengan cara yang mengenaskan begitu
rupa maka kalaplah Dewa Pedang.
"Sreeet!"
Ketua Partai Telaga Wangi itu mencabut pedangnya. Sinar
putih pedang bertabur menyilaukan mata.
"Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini
hidup-hidup, Kala Biru!" bentak Dewa Pedang. Di belakang Dewa Pedang,
Suwita, Bradjasastra dan Pengurus Partai Klabangsongo melompat ke muka, tanpa
banyak cerita mereka segera menerjang tiga gadis muka tengkorak lainnya yaitu
Kala Merah, Kala Putih dan Kala Hitam. Maka terjadilah pertempuran yang seru di
atas panggung. Namun keseruan itu tidak berjalan lama. Segera digantikan dengan
kengerian! Tiga larik sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan maut
Suwita, Indrajaya serta Brajasastra! Ketiga orang ini terkapar di lantai
panggung. Masing-masing kepala mereka ditancapi kala hijau beracun!
Dewa Pedang yang saat itu dengan ilmu pedang serta
jurus-jurus yang lihai mematikan dan tengah mendesak hebat Kala Biru dalam
permulaan jurus kedua, melihat kematian isteri serta putera bungsu yang paling
disayanginya menjadi kalap luar biasa! Kekalapan ini membuat dia lupa diri dan
mengamuk membabi buta. Pedangnya berkiblat ganas kian kemari tapi tanpa perhitungan
sama sekali!
Ketika taburan sinar hijau dan tiga ekor kelabang hijau
beracun menderu ke arahnya, hanya satu saja dari binatang elmaut itu yang
sanggup dielakkannya. Dua ekor lainnya menyambar dan menancap di kepalanya!
Ketua Partai Telaga Wangi terhuyung-huyung. Matanya mendelik
menahan sakit yang luar biasa. Tiba-tiba dia meraung dan menyerbu ke muka!
Pedangnya berkelebat! Serangannya yang tiba-tiba sungguh tidak diduga oleh Kala
Biru. Gadis muka tengkorak ini melompat dengan cepat namun tak urung bajunya
kena juga tersambar sehingga robek!
"Setan alas!" rutuk Kala Biru. Pada saat tubuh
Dewa Pedang meliuk dalam meregang nyawa, Kala Siru hantamkan tendangannya ke
perut Dewa Pedang. Tak ampun lagi Ketua Partai yang belum lagi satu hari
didirikan itu mencelat mental, masuk ke dalam telaga!
Pengurus Partai Telaga Wangi daerah Utara berseru memerintah
pada dua orang anggota Partai:
"Lekas ambil jenazah Ketua dan selamatkan ke
hutan!" Dua anggota Partai segera hendak melompat ke dalam telaga tapi
terhalang oleh bentakan Kala Merah: "Siapa yang berani bergerak akan
mampus!"
Pengurus Partai tadi yaitu Jambakrogo melompat ke hadapan Kala Merah.
"Kekejamanmu melewati takaran manusia iblis! Kupasrahkan selembar nyawaku
untuk mencincang kau ... !" Habis berkata begitu Jambakrogo lancarkan
serangan pedang, dua tendangan serta satu jotosan! Kehebatan se- rangan ini tak
bisa dianggap remeh! Namun justru Kala Merah tidak pandang sebelah mata. Sekali
tangan kanannya bergerak, sekali larikan sinar hijau melesat maka terdengarlah
jeritan Jambakrogo, nyawanya putus!
Tiga pengurus Partai yaitu yang tadi sudah sama-sama kena
terpukul pingsan oleh Si Cawat Gila dan Nenek Kelewang Merah dan saat itu masih
berada dalam keadaan terluka tiada ambil perduli lagi keadaan diri
masingmasing. Ketiganya menyerbu ke muka.
Klabangsongo berseru: "Seluruh anggota Partai lekas
bentuk barisan telaga maut!" Mendengar ini anggota Partai Telaga Wangi
yang memang sudah sejak tadi menahan kegeramannya dan ingin lekas-lekas turun
tangan, segera bergerak membentuk barisan yang dinamakan Telaga Maut. Barisan
ini berbentuk lingkaran dan terdiri dari lima lapis. Karena Partai Telaga Wangi
belum lagi dikenal maka semua yang hadir di situ tak mengetahui sampai di mana
kehebatan barisan "Telaga Maut" itu!
Di samping itu sebagian besar dari para tamu tidak lagi
memperdulikan apa yang terjadi dan bakal terjadi di atas panggung. Dalam
kekacaubalauan di atas panggung itu mereka mencari kesempatan untuk
meninggalkan tempat itu. Namun begitu mereka berdiri dan bergerak, terdengarlah
bentakan Kala Hitam.
"Berani meninggalkan tempat ini, berani mampus!"
Orang-orang yang hendak berlalu itu tertegun seketika. Tapi sekelompok di
antaranya tiba-tiba berhamburan dan kabur. Kala Hitam dan Kala Merah yang berada
di ujung panggung dan paling dekat dengan orang-orang itu membentak nyaring.
"Mampuslah!" teriak mereka. Dua gelombang sinar
hijau menyambar. Maka terdengarlah pekik-pekik maut. Keseluruhan kelompok
hendak melarikan diri itu terkapar di tanah, tak satu pun yang hidup! Yang
menyaksikan berdiri dengan lutut gontai!
"Siapa
yang mau kabur lagi, silahkan!" berseru Kala Merah. Tak ada yang berani
bergerak. Namun ini bukan berarti bahwa semua tamu yang hadir itu merasa jerih
terhadap Kala Merah dan kawan-kawannya.
Beberapa tokoh sengaja, menahan kegeraman mereka sampai saat
di mana mereka merasa tepat untuk maju!
Tiba-tiba di atas panggung terdengar teriakan-teriakan
keras! Ternyata barisan "Telaga Maut" sudah mulai bergerak. Lingkaran
sinar putih kelihatan bergulung-gulung mengurung keempat gadis bermuka
tengkorak itu dengan sangat dahsyatnya!
Keempatnya mula-mula sama menganggap remeh barisan itu.
Sekali mereka menggerakkan tangan maka mampuslah semua pengurung itu, pikir
mereka. Namun ketika mereka terdesak hebat dan hendak melancarkan serangan
"Kala Hijau" segera mereka ketahui bahwa dikurung demikian rupa, tak
mungkin bagi mereka untuk mengangkat tangan tinggi-tinggi dan menghantamkannya
ke muka!
Keempatnya kaget dan hanya ketinggian ilmu mengentengi tubuh
mereka sajalah yang dapat menyelamatkan mereka dari arus pedang yang dahsyat
laksana gelombang melanda karang itu! Meskipun dapat bertahan namun lama-lama
keempatnya merasa khawatir juga. Keempatnya diam- diam mencari siasat dan
begitu mereka berhasil mengetahui kelemahan barisan "Telaga Maut" itu
maka dengan cepat keempatnya melancarkan serangan terpusat pada dua orang
anggota barisan!
Dua pekikan terdengar merobek langit. Dua sosok tubuh
anggota barisan "Telaga Maut" mencelat ke udara, jatuh di tanah tanpa
nyawa. Dengan demikian maka bobollah kehebatan barisan yang sangat diandalkan
oleh Partai Telaga Wangi itu. Sekelompok demi sekelompok mereka terguling tanpa
nyawa! Pada saat Kala Merah dan kawan-kawannya terkurung rapat oleh barisan
"Telaga Maut" maka sebagian besar dari para tamu yang merasa tidak
aman dan tak punya harapan bila melakukan perlawanan terhadap Kala Merah serta
kawan-kawannya segera meninggalkan tempat itu. Namun tokoh-tokoh utama lainnya
tetap duduk di tempat mereka,
Terutama tokoh-tokoh silat kalangan putih yang bersahabat
baik dengan Dewa Pedang almarhum. Kini
di atas panggung kelihatan pemandangan yang betul-betul mengerikan. Puluhan
tubuh manusia terkapar tanpa nyawa. Ada yang hancur kepalanya, ada yang robek
perutnya atau melesak dadanya tapi yang paling banyak ialah yang mati akibat
"Kala Hijau" beracun yang dilepas oleh keempat gadis bermuka
tengkorak yang haus jiwa manusia itu!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
TUJUH
Di
atas panggung Partai Telaga Wangi yang kini Cuma tinggal nama saja Kala Merah
berdiri bertolak pinggang menghadapi para hadirin yang kini hanya tinggal
separoh saja lagi.
"Mana yang lain-lainnya?!" tanya Kala Merah
membentak. Sepasang matanya membeliak. Tapi tak ada satu pun dari yang hadir
yang memberikan jawaban. Kala Merah menyapu rnereka dengan Pandangannya yang
tajam. Melihat kepada sikap Orang-orang itu dan melihat bagaimana mereka masih
punya nyali untuk mendiamkan Pertanyaannya, Kala Merah maklum bahwa orang-orang
itu tentulah tokoh-tokoh silat berkepandaian tinggi. Namun ini tidak
mengejutkan hatinya. Malah sebaliknya Kala Merah menjadi gembira dapat
berhadapan dengan tokoh-tokoh kawakan dunla persllatan itul
"Kerbau-kerbau dogol, apa kalian tidak Punya mulut?!
Orang bertanya didiamkan saja? Atau mungkin tuli semua?!"
Mendadak terdengar suara tertawa rnengekeh dari panggung
sebelah Barat. "Kala Merah, jika kau punya nyali, turunlah!"
Kala Merah dan kawan-kawannya tentu saja kaget sekali dan
memandang ke jurusan Barat tapi tak dapat mengetahui siapa adanya orang yang
bicara itu karena dia mempergunakan ilmu memindahkan suara!
”Keparat pengecut, berani menantang berani unjukkan
diril" bentak Kala Merah penasaran.
Terdengar
lagi suara tertawa mengekeh.
“aku akan unjukkan diri bila kau bersedia bertempur dengan
membuka kedok tengkorakmu!"
Mata Kala Merah membeliak. Darahnya tersirap. Demikian juga
dengan Kala Hitam. Kala Putih dan Kala Biru. Rupanya Manusia yang bersuara itu
selain sakti juga mengetahui rahasia kedok tipis yang mereka pakai! Karena
geramnya Kala Merah hantamkan pukulan "Kala Hijau" ke bagian panggung
sebelah Barat itu! Jerit kematian terdengar di bagian situ! Enam tokoh silat
golongan putih dan dua golongan hitam
roboh terjerongkang dari kursi masing-masing.
Jika belum juga unjukkan diri, semua yang ada di sini akan
kubikin minggat ke akhiratl" ancam Kala Merah.
"He... he ... enaknya kalau bicara!" terdengar
jawaban Orang yang tak kelihatan dan tak diketahui di mana beradanya itu.
"Kesaktianmu memang patut dikagumi perempuan-perempuan iblis Kejahatan mu
melewati batas! Dunia persilatan akan bersatu
menghancurkanmu! Sekalipun kalian
punya sepuluh nyawa, kalian tak bakal dapat hidup lama!"
"Kentut!" bentak Kala Merah gusar sekali.
"Kalau aku kentut, kalian adalah tahinya!" terdengar Suara tertawa mengekeh. Kedua tinju
Kala Merah dan kawan-kawannya sama terkepal erat, tapi kepada siapakah mereka
akan turun tangan?
Tak sedikit pun mereka tahu dari mana sebenarnya datang
suara itu dan siapa adanya orang yang bicara!
Kala
Biru mendekati Kala Merah dan berbisik:
” Kakak Kala Merah tak usah perdulikan manusia keblinger
itu. Sebaiknya kita mulai saja urusan dengan semua yang hadir di sini."
Kala Merah mengangguk. Dia berdiri di tepi Panggung
sebelah muka dengan bertolak pinggang.
Setelah menyapu paras semua yang hadir dengan sepasang matanya yang tajam
menyorot itu maka dia pun membuka mulut. Suaranya nyaring lantang dan
mengumandang ke seluruh pelosok lembah.
"Semua Yang hadir, dengar baik-baik! Pada hari dua
belas bulan dua belas yang akan datang di Lembah Tengkorak kami akan mendirikan
Partai baru yang dinamakan Partai Lembah Tengkorak! Semua kalian yang ada di
sini musti masuk menjadi anggota Partai! Siapa berani menolak berarti
mati!"
Suasana sehening di pekuburan beberapa lamanya. Tiba-tiba
terdengar lagi suara mengekeh tadi. "Perempuan iblis! Kalian kira kami ini
semua domba-domba tolol yang mau digiring seenaknya saja?! Persetan dengan
Partaimu! Siapa sudi masuk anggota Partaimu! Kalau mau cari anggota, pergilah
naik ke puncak Gunung Merapi lalu buang dirimu ke dalam
kawahnya!
Mengerti...?! He ... he ... he....!"
Empat murid Dewi Kala Hijau itu kertakkan rahang
masing-masing. Kegeraman mereka sudah tak bisa dikendalikan lagi Tapi kepada
siapa mereka musti turun tangan?!
"Kakak Kala Merah, teruskan saja bicaramu. Nanti
bangsat bermulut besar itu akan kita ketahui juga siapa adanya!" Lagi-lagi
Kala Biru memberi nasihat pada saudara-saudara seperguruannya itu. Maka Kala
Merah pun meneruskan ucapannya.
"Kalian sudah saksikan sendiri apa akibat bagi
manusia-manusia yang tidak mau mematuhi kehendak kami! Karenanya kalian semua
lekas naik ke atas panggung, berlutut dan bersumpah sedia memasuki Partai
Lembah Tengkorak!"
Sampai
setengah menit lamanya, tak satu pun daripada yang hadir melakukan apa yang
diperintahkan itu. Maka marahlah Kala Merah.
"Kalau begitu kalian minta mampus semua!" bentak
Kala Merah. Dia memberi isyarat pada ketiga saudara seperguruannya. Maka keempatnya
kemudian serentak menaikkan tangan kanan tinggi-tinggi ke udara.
Tiba-tiba dari tengah-tengah bawah panggung berdirilah dua
manusia berjubah putih. Melihat kepada tampang-tampang mereka nyatalah
bahwa keduanya beradik kakak. Yang di
sebelah kanan mengangkat tangannya.
"Kalian
berdua mau apa?” tanya Kala Merah.
"Malang tak dapat dihindar, untung tak dapat diraih!
Kami berdua hanya inginkan nyawamu dan nyawa tiga gadis-gadis iblis lainnya
itu!" menjawab laki-laki berjubah putih yang mengangkat tangan tadi.
Suaranya menggetarkan lembah tanda tenaga dalamnya tinggi sekali. Kala Merah
kerenyitkan keningnya lalu tertawa gelak-gelak.
"Kalau kau tidak buta tentu otakmu miring! Apa masih
belum melihat bangkai-bangkai yang berkaparan di tempat ini?!"
"Tentu:.. tentu saja kami lihat! Justru kami inginkan
nyawa kalian adalah karena roh-roh busuk kalian tengah ditunggu-tunggu oleh roh
sekian banyaknya manusia yang telah kalian binasakan ... !"
Meledaklah kemarahan Kala Merah. "Cepat katakan siapa
kalian berdua supaya cepat pula kuberi jalan,kematian!"
Kedua orang berjubah putih itu tertawa dingin. Sementara itu
Kala Merah sudah mengangkat kembali tangan kanannya tinggi-tinggi, sedang
tokoh-tokoh silat yang lain bersiap-siap menunggu segala kemungkinan.
"Cepat
terangkan nama kalian! Atau kalian akan mampus percuma!" membentak lagi
Kala Merah. Kedua orang berjubah putih tiba-tiba sama menggerakkan tangan
kanannya ke balik jubah. Sesaat kemudian keduanya telah memegang masing-masing
sebuah rujung emas.
"Akh ... kiranya kalian adalah Sepasang Ruyung Emas
Dari Banyuwangi! Nama besar kalian memang ada kudengar. Tapi hari ini kau tak
bakal lagi dapat kembali ke Banyuwangi! Takdir sudah menentukan bahwa ajalmu
lepas di sini!"
"Jangan kelewat tekebur, Kala Merah! Mungkin kepalamu
yang akan kuhancurkan lebih dahulu dengan Ruyung ini!" kata Sepasang
Ruyung Emas yang berdiri di sebelah kanan. Namanya Teggil Tantra. Rekannya yang
berdiri di sebelah kiri bernama Situwara. Untuk daerah JawaTimur nama dan
julukan sepasang pendekar golongan putih ini memang sudah tidak asing lagi!
Kala Merah bersuit keras. Tubuhnya melayang ke bawah
panggung. "Kalian maju sendiri-sendiri atau berdua sekaligus?!"
bentaknya begitu sampai di hadapan Sepasang Rujung Emas. Sepasang Eujung Emas memberikan
jawaban dengan serhuan yang dahsyat. Tubuh mereka tak kelihatan bergerak tapi
tahu-tahu dua sebetan ruyung yang memancarkan sinar kuning emas telah menyambar
ke muka hidung Kala Merah! Gadis muka tengkorak ini sampai tersurut lima
langkah ke belakang. Tapi sepasang Ruyung Emas di tangan Situwara dan Teggil
Tantra berkelebat pula memburunya!
Dalam waktu yang singkat dua jurus telah dilancarkan oleh
tokohtokoh silat Jawa Timur itu. Permainan silat serta jurus-jurus serangan
Ruyung mereka merupakan ilmu yang aneh dan banyak sekali pecahanpecahannya.
Angin menderu, dan tubuh ketiga orang yang bertempur itu hanya merupakan
bayang-bayang saja!
Jika saja
Kala Merah mempunyai kesempatan untuk mempergunakan tangan kanannya
mengeluarkan ilmu "Kala Hijau" yang sangat diandalkan, maka dalam
satu jurus kedua jago silat itu mungkin sudah kojorl
Tapi setiap dia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi,
maka setiap kali itu pula salah satu dari Ruyung menyambar ke arah tangannya
sehingga sebelum maksudnya kesampaian, dia terpaksa tarik pulang kembali
serangannya!
Jurus ketiga dan keempat Kala Merah dibikin sangat repot
Memasuki jurus yang kelima tiba-tiba terdengarlah suitannyal Tubuhnya lenyap.
Dua jurus dia bergerak cepat mengirimkan
serangan-serangan kilat, namun hasilnya sia-sia belaka saja!
"Manusia-manusia keparat!" maki Kala Merah dalam
hati. Sekali lagi dia memekik. Tubuhnya Ienyap lagi dan tahu-tahu sudah ke luar
lima tombak dari kalangan pertempuran!
Situwara dan Teggil Tantra memburu tapi kali ini jarak
mereka dengan sasaran terlalu jauh sehingga Kala Merah yang sengaja mencari
kesempatan ini mempunyai peluang untuk melancarkan serangan "Kala
Hijau".
Teggil Tantra yang berada agak ke muka membabat dengan
Ruyung emasnya ketika melihat selarik sinar hijau menyambar ke arahnya! Seekor
dari tiga kala hijau yang menyerangnya hancur lebur dihantam Ruyung emas.
Kala Hijau yang kedua berhasil dielakkannya. Tapi menghadapi
kala yang ketiga, tokoh silat ini menjadi gugup! Teggil Tantra menjerit! Ruyung
emasnya terlepas dan kedua tangannya menutupi mukanya yang bermandikan darah
akibat tancapan kala hijau pada kening antara kedua matanya! Begitu racun
binatang maut itu masuk ke dalam darahnya maka tergelimpanglah dia! Nyawanya
putus pada detik tubuhnya mencium tanah!
"Kakak
Kala Merah awas!" terdengar seruan Kala Hitam.
"Sreeet!" Lengan pakaian Kala Merah robek
tersambar Ruyung Emas Situwara yang saat itu menjadi kalap beringas melihat
kematian saudara kandungnya.
Satu jurus dia menggempur hebat Kala Merah. Tapi pada ujung
jurus itu nasibnya tiada beda dengan Teggil Tantra. Dua kala hijau menancap di
mukanya, satu di tenggorokan! Maka tamatlah riwayat Sepasang Ruyung Emas Dari
Banyuwangi!
Tokoh-tokoh silat golongan hitam yang menyadari bahwa ilmu
kesaktian mereka masih berada di bawah kedua tokoh silat itu menjadi ngeri dan
gelisah di kursi masing-masing. Tiba-tiba dua di antaranya melompat dan
melarikan diri!
"Kurang ajar! Berani kabur ya?!" bentak Kala
Hitam, Tangan kanannya bergerak! Sinar hijau melesat. Maka tergelimpanglah
kedua tokoh golongan hitam itu!
"Siapa lagi yang mau coba-coba ambil langkah seribu,
silahkan!" bentak Kala Hitam.
"Perempuan-perempuan iblis! Dosa kalian tidak berampun!
Hadapi golok panjangku!" Mendadak terdengar satu bentakan. Suara bentakan
itu belum lagi habis tahu-tahu telah berkilat sinar biru melanda Kala Merah!
"Edan betull Siapa lagi ini yang mau minta
mampus"" hardik Kala Merah. Dipukulkannya tangan kirinya ke depan
Serangkum angin deras menyambar penyerangnya, membuat yang menyerang itu
tergontai-gontai seketika dan agak lamban gencaran goloknya!
Namun dengan
robah ilmu goloknya dengan jurus-jurus aneh maka kembali si penyerang yang
masih tak kelihatan jelas tampangnya karena cepat sekali gerakannya itu, dapat
mendesak Kala Merah ke ujung panggung!
"Setan betul!" maki Kala Merah. Kedua tangannya
terkembang ke muka. Jari-jari menekuk membentuk cengkeraman.
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
DELAPAN
”Cengkeram Kala Hijau!" seru si penyerang lalu menabas
dengan golok panjangnya. Kala Merah tertawa meringkik.
"Akh
... !"
Terdengarlah erangan si penyerang. Ketika dia melompat ke
luar dari kalangan pertempuran maka baru bisa dikenali siapa dia adanya!
Manusia ini adalah tokoh silat dari Utara yang berjuluk
"Si Golok Sakti". Mukanya kelihatan bergurat-gurat dan berlelehan
darah akibat cakaran kala hijau yang dilancarkan oleh Kala Merah. Sakitnya
bukan main. Seluruh mukanya sampai ke leher seperti dibakar!
"Sebaiknya kau segera bunuh diri saja, Golok
Sakti!" ejek Kata Merah. Si Golok Sakti tidak menjawab. Mulutnya kelihatan
komat kamit.
Tiba-tiba dia
berseru nyaring!
"Lihat
golok!"
Dan semua orang termasuk tiga gadis muka tengkorak saudara
seperguruan Kala Merah menjadi keheranan melihat Kala Merah mencakmencak
sendirian, memukul dan mencakar kian kemari sedang Si Golok Sakti tetap berdiri
di tempatnya tanpa bergerak dan mulutnya terus juga komat kamit!
Di samping lihai dalam ilmu silat maka Si Golok Sakti juga
mendalami ilmu sihir. Dengan ilmu sihirnya itu dia telah menipu pandangan mata
Kala Merah. Kala Merah seakan-akan melihat bahwa lawannya tengah menyerangnya
lalu bergerak cepat kian kemari, memukul dan mengelak! Melihat hal ini saudara
seperguruannya yaitu Kala Hitam cepat berseru:
"Kakak Kala Merah, awas jangan tertipu! Bangsat itu
mempergunakan ilmu sihir!" Mendengar ini Kala Merah beringas setengah
mati. Dihentikannya gerakannya. Tiba-tiba Si Golok Sakti menerjang ke muka.
Golok panjang menyambar, angin deras melesat dari telapak tangan kiri! Kala
Biru kini yang berteriak memberi peringatan! Pada saat itu sudah terlalu
singkat bagi Kala Merah untuk mengelak! Tanpa pikir panjang Kala Biru naikkan
tangan kanan dan memukul ke depan.
"Curang ... !" teriak Si Golok Sakti. Goloknya
diputar laksana titiran tapi dua ekor kala hijau telah melesat melewati putaran
golok dan menghantam mukanya! Si Golok Sakti terhuyung-huyung lalu roboh ke
tanah tanpa nyawa!
"Siapa lagi yang ingin mampus cepatlah majukan
diri!" seru Kala Merah. Dia melangkah ke muka. Dengan geram ditendangnya
tubuh Si Golok Sakti hingga mental ke atas panggung, terhampar di antara
mayatmayat anggota Partai Telaga Wangi! Mendadak terdengar suara tarikan nafas
aneh!
"Kejahatan kalian sudah punya! Dosa sebesar gunung
kalian sudah pikul. Tapi rupanya juga kalian memiliki kecurangan!
Manusia-manusia dajal! Sudah tiba saatnya kalian harus mampus!" Suara itu
adalah suara manusia yang tidak kelihatan tadi. Tapi kali ini rupanya dia tidak
menyembunyikan diri lebih lama karena begitu ucapannya berakhir maka yang punya
diri sudah melompat ke hadapan Kala Merah dan gadis-gadis muka tengkorak
lainnya!
Melihat siapa adanya manusia ini yang bukan lain si tua
renta berjuluk "Sepuluh Jari Malaikat", maka besarlah kembali nyali
para hadirin yang masih ada di tempat itu! Siapa yang tak akan kenal dengan
"Sepuluh Jari Malaikat"?
Selama dua puluh tahun kakek-kakek tua renta itu telah
merajai dunia persilatan di JawaTimur. Dan bila hari ini dia muncul pastilah
keempat bergundal-bergundal pencabut nyawa
itu akan dibikin ludas musnah!
Tapi rupanya keempat gadis muka tengkorak itu masih belum
tahu dengan siapa mereka berhadapan. Kala Merah memperhatikan paras kakekkakek
tua yang agak bungkuk di hadapannya itu. Sepuluh Jari Malaikat berparas licin
polos, rambutnya putih panjang sampai ke bahu seperti rambut perempuan, alis
mata, kumis serta janggutnya juga putih! Bahkan sepasang bola matanya juga
putih laksana marmer!
Tergetar
juga hati Kala Merah melihat pandangan mata si kakek tua!
"Hemmm m... akhirnya kau munculkan diri juga,
huh?'" decah Kala Merah. Sepuluh Jari Malaikat tertawa rawan.
"Kebenaran
akan selalu muncul untuk memusnahkan kejahatan....."
"Tak usah bicara bahasa tinggi. Sebutkan cara mati yang
bagaimana yang kau inginkan tua
renta?!" Sepuluh Jari Malaikat tertawa mengekeh. Mulutnya hanya sedikit
yang terbuka tapi suara kekehannya mengumandang dan menggetari seluruh lembah!
"Kakak Kala Merah ...." Kala Hitam berkata dengan
ilmu menyusupkan suara.
"Hati-hati terhadap kunyuk tua ini, agaknya dia
memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi! Perhatikan jari-jari tangannya yang
paling panjang-panjang! Kalau aku tidak salah duga, kunyuk tua ini pastilah
Sepuluh Jari Malaikat ...."
Kala Merah terkejut dan melirik pada jari-jari tangan
kakek-kakek tua di hadapannya. Jari-jari itu panjang sekali, hampir dua kali
lebih panjang dari jari-jari yang biasa! Dari gurunya Kala Merah serta ketiga
saudarasaudara seperguruannya itu dulu pernah diberitahu tentang tokoh-tokoh
silat utama di tanah Jawa. Seorang di antaranya ialah yang berjuluk
"Sepuluh Jari Malaikat" yang merajai dunia persilatan.di Jawa Timur!
"Sepuluh Jari Malaikat, mengetahui siapa kau adanya dan
memandang kepada nama besarmu, maka kami berempat atas nama guru Dewi Kala
Hijau bersedia mengampunimu! Kuharap kau mau segera menyatakan diri masuk ke
dalam Partai kami ...."
Meledaklah tertawa Sepuluh Jari Malaikat. Kedua tangannya
dinaikkan ke atas. Kala Merah dan saudara-saudara seperguruannya bersiapsiap.
"Perempuan
iblis, dengar!" Sepuluh Jari Malaikat buka suara.
"Aku memang tak keberatan masuk ke dalam partaimu, tapi
sepuluh jari-jari tanganku ini pasti tidak mau diajak ikut-ikutan bersama
kalian, apalagi masuk Partai kalian!" marahlah Kala Merah.
”Kalau begitu mampus adalah yang paling baik buatmu!"
teriak Kala Merah. Tangan kanannya laksana kilat naik ke atas lalu dipukulkan
ke muka! Sinar hijau menyambar. Tiga binatang kala berwarna hijau melesat!
Segenap yang masih hadir membuka mata lebar-lebar, ingin menyaksikan apa yang
bakal terjadi.
Tiba-tiba Sepuluh Jari Malaikat membentak nyaring! Tubuhnya berkelebat
ke samping. Sinar dan kala hijau lewat di sampingnya.
"Perempuan iblis!" terdengar suara Sepuluh Jari
Malaikat dalam kelebatan itu.
"Aku
tidak suka bertempur dengan lawan yang menyembunyi-kan mukanya di balik topeng!
Coba kulihat dulu parasmu!" Habis berkata begitu Sepuluh Jari Malaikat
berkelebat lagi dan. ...
"Bret!"
Suara ini disusul oleh suara seruan tertahan Kala Merah!
Topeng tengkorak tipis yang menutupi mukanya robek dan tanggal! Terkejutlah
semua orang yang ada, termasuk Sepuluh Jari Malaikat sendiri! Siapa yang
menyangka kalau perempuan bertopeng tengkorak dan berhati sejahat iblis itu
ternyata adalah seorang gadis berparas cantik jelita?!
Kala Merah sendiri kagetnya bukan main. Mukanya pucat oleh
sirapan darah, tapi kemudian kekalapannya pun muncul!
"Setan alas! Terima kematianmu!" bentak Kala
Merah. Gadis ini menyerbu ke muka. Kedua tangannya naik ke atas dan turun lagi
secepat kilat! Dua larik sinar hijau menderu dan puluhan kala hijau melesat
dari kedua telapak tangan Kala Merah!
"llmu terkutukmu ini boleh kau pamerkan pada orang
lain! Terhadapku kau bisa cilaka sendiri!" ejek Sepuluh Jari Malaikat.
Sepuluh jari-jari tangannya dipentang lebar-lebar lalu dihantamkan ke muka! Dua
gelombang angin laksana topan prahara memapas dua larik sinar hijau! Puluhan
kala hijau yang menyerang ke arah Sepuluh Jari Malaikat tertahan sejenak lalu
menderu membalik menyerang Kala Merah dengan dahsyatnya! Kala Merah menjerit
keras!
Selama dilepas oleh gurunya, selama malang melintang di
dunia persilatan dalam memenuhi tugas yang dipikulkan gurunya yakni mendirikan
Partai Lembah Tengkorak, selama dia menghadapi musuhmusuh perkasa, selama itu
pula dia terus-menerus telah menyebar maut, menyerang lawan-lawannya dengan
ilmu "Kaia Hijau" yang sangat dahsyat itu! Tapi hari ini senjata itu
membalik menyerangnya sendiri!
"Mampuslah
kau iblis terkutuk!" teriak orang banya k.
"Kurang
ajar!" terdengar bentakan Kala Hitam.
"Berani menyumpahi!" Sekali dia lepaskan ilmu kala
hijau ke arah orang banyak yang tadi menyumpahi kemampusan bagi kakak
seperguruannya maka terdengarlah pekik-pekik kematian!
Sementara itu meskipun agak gugup namun dengan ilmu
mengantengi tubuhnya- yang tinggi Kala Merah melompat tujuh tombak ke udara.
Kalakala hijau yang menyerangnya lewat di bawah kaki. Dari atas gadis ini
menukik ke bawah laksana seekor rajawali dan sekali lagi melepaskan pukulan
ilmu Kala Hijau kepada Sepuluh Jari Malaikat dan kali ini serangannya itu datang
dari belakang!
Sepuluh Jari Malaikat mendengus. "Terhadap orang lain
kau bisa berlaku curang, gadis iblisl" bentaknya.
"Tapi
terhadapku jangan cobs-coba!"
Tokoh lihai ini lambaikan kedua tangannya. Puluhan kala-kala
hijau yang menyerangnya luruh hancur ke tanah, Sekejapan kemudian kedua tangan
itu telah membentuk cengkeraman dan menyerang dalam satu jurus aneh! Meski Kala
Merah sempat juga mengelakkan cengkeraman lawan namun dia tak dapat
menghindar-kan bajunya dari kerobekan!
"Keparat edan!" maki Kala Merah sambil menurupi
dada bajunya yang robek. Kedua kakinya menerjang ke muka. Tangan klri mengebut
dan tanyan kanan kembali mengirimkan Pukulan Kala Hijau yang dahsyat. Jurus
kaki menendang, tangan kiri mengebut dan tangan kanan memukul itu adalah iurus
yang dinamakan "Empat Elmaut Berebut Korban".
Sepuluh Jari Malaikat terkejut juga melihat kehebatan
serangan ini. Sambil mendorongkan tangan kiri ke muka menolak serangan
kala-kala hijau beracun maka orang tua berambut putih macam perempuan ini
melompat ke kiri, geserkan kedua kaki ke muka, lalu dalam keadaan mengapung di
udara lancarkan satu tendangan dari samping ke arah tulangtulang iga sebelah
kanan Kala Merah!
Tapi jurus "Empat Elmaut Berebut Korban" itu
nyatanya mempunyai jurus-jurus pecahan karena begitu diserang lawan Kala Merah
bukannya berkelit bahkan memburu lagi dengan serangan!
Dua tendangan lagi menderu, dua pukulan menggebu, pasir
beterbangan, angin menggelombang! Sepuluh Jari Malaikat kembali menerima empat
serangan sekaligus! Sepuluh Jari Malaikat menggeram dalam hati. Dia bergerak
dengan cepat, Dua tendangan dapat dielakkannya, satu pukulan dikelit dengan
rungukkan kepala tapi pukulan yang kedua mau tak mau harus ditangkisnya dengan
lengan!
Pukulan tangan dan tangkisan lengan pun beradulah
menimbulkan suara keras. Tubuh Kala Merah mencelat empat tombak ke belakang
sedang Sepuluh Jari Malaikat berdiri terhuyung-huyung! Kala Merah menyadari
kalau lawannya sudah lenyap dari hadapannyal Ketika dia melihat bayangan
Sepuluh Jari Malaikat, orang tua itu sudah berada dekat sekali dan terdengar
suaranya;
"Perempuan
iblis, selamat jalan ke akhirat!"
Sepuluh jari tangan kemudian mencengkeram ke depan dalam
jurus yang tak mungkin lagi dielakkan oleh Kala Merah karena jurus itu adalah
jurus yang paling hebat dari ilmu silat Sepuluh Jari Malaikat yaitu yang
bernama jurus "Sepuluh Jari Kebinasaan"!
Lima jari menyengkeram ke perut, serangan ini dapat merobek
dan membusaikan isi perut. Lima jari lagi bergerak ke muka dan kehebatannya
ialah bisa menanggalkan mulut serta hidung dan mengorek biji-biji mata!
"Celaka, matilah aku!" keluh Kala Merah. Dia
menjerit setinggi langit. Setengah detik lagi Kala Merah bakal menemui
kematiannya maka dari samping kiri dan kanan serta belakang Sepuluh Jari
Malaikat melesatlah sinar-sinar hijau dan puluhan kala maut!
"Curang!"
terdengar seruan dari para hadirin yang ada.
Serentak dengan itu sembilan tokoh silat golongan putih,
antaranya tokoh yang terkenal berjuluk "Sepasang Sabit Baja" menyerbu
memasuki kalangan pertempuran! ..
Pada saat itu Sepuluh Jari Malaikat hanya rasakan sambaran
angin dari tiga jurusan dan matanya menangkap sekilas larikan-larikan sinar
hijau! Tahulah dia bahwa tiga perempuan iblis lainnya telah membokongnya secara
pengecut! Karena sudah demikian dekatnya tiga serangan itu yang datangnya
sekaligus pula, tiada mungkin lagi bagi Sapuluh Jari Malaikat untuk mengelak!
Percuma saja dia membatalkan serangannya terhadap Kala Merah karena itu tak
akan dapat menyelamatkan jiwanya!
Keringat dingin memercik di kening dan di kuduk tokoh silat
utama ini! Dalam detik kematian itu Sepuluh Jari Malaikat memutuskan untuk mati
sama-sama dengan Kala Merah. Sepuluh jarinya diteruskan mencengkeram ke muka!
Maka setengah kejap kemudian terdengarlah dua jerit kematian
yang dahsyat! Tubuh Sepuluh Jari Malaikat menggeletak di tanah ditancapi oleh
puluhan kala hijau beracun. Demikian banyaknya kala- kala yang menggerogoti
tubuhnya, demikian cepatnya racun yang bekerja sehingga nyawa pendekar tua yang
menjagoi dunia persilatan di Daerah Jawa Timur selama dua puluh tahun itu putus
detik itu juga tanpa tubuhnya berkelojotan lebih dahulu!
Kala Merah
terhampar satu langkah di samping Sepuluh Jari Malaikat. Kematian yang
diterimanya sangat mengerikan. Parasnya yang cantik jelita hancur rusak. Hidung
serta mulut tanggal. Kedua biji matanya tercongkel.
Darah membasahi seluruh mukanya
Pakaiannya di bagian perut robek besar sehingga kelihatanlah perutnya yang juga
robek besar.
Darah mengalir tiada hentinya bersama busaian usus yang
menjelajela! Kala Hitam, Kala Biru, dan Kala Putih hendak memburu dan memeluki
kakak seperguruan mereka itu namun dari kiri kanan dan muka belakang
berlompatan sembilan tokoh silat dengan berbagai senjata di tangan mengurung
ketiganya!
Maka terjadilah pertempuran yang seru, tiga lawan sembilan.
Debu beterbangan! Suara senjata, suara teriakan-teriakan dan bentakan-bentakan
terdengar tiada hentinya. Lima jurus pertama ketiga murid Dewi Kala Hijau itu
terkurung rapat dan menerima tekanan serangan yang hebat. Namun ketika mereka
berhasil merobohkan salah seorang tokoh yang mengurung maka delapan tokoh silat
lainnya menjadi gugup.
"Jangan gugup!" membentak "Sepasang Sabit Baja" Kemudian dia
berseru pada dua belas tokoh silat lainnya, di antaranya enam tokoh silat
golongan hitam.
"Kalian tunggu apa lagi?! lnilah saatnya untuk menumpas
perempuanperempuan iblis ini!" Serempak dengan itu maka menyerbulah kedua
belas tokoh silat itu. Kini dua puluh lawan tiga! Dengan sendirinya ruang gerak
ketiga gadis bertopeng tengkorak itu menjadi semakin sempit. Dua puluh senjata
bergulung-gulung membungkusnya dalam jurus-jurus yang mematikan! Kala Biru
mengerling pada kedua saudara seperguruannya.
"Bagaimana
... ?" tanyanya dengan ilmu menyusupkan suara.
"Kurasa
sukar bagi kita menghadapi lawan sebanyak ini!"
"Bukan
sukar. Kita musti mencari kesempatan untuk menggerakkan tangan melepas Pukulan
Kala Hijau!" menyahuti Kala Hitam.
"Sebaiknya kita melompat ke luar dari kurunaan lalu
menyerang mereka dari luar!" mengusulkan Kala Putih.
"Justru untuk ke luar dari kurungan yang rapat inilah
yang sangat sukar!" ujar Kala Biru pula.
"Tapi mari kita usahakan!" Maka ketiganyapun
bergerak lebih cepat. Dari mulut mereka ke luar lengkingan-lengkingan dahsyat
yang merobek langit dan membisingi—liang liang telinga kedua puluh pengeroyok.,
"Sret!"
Ujung lengan pakaian Kala Biru robek besar disambar salah
satu sabit baja di tangan tokoh Sepasang Sabit Baja, ketika gadis muka
tengkorak ini mencoba melesat ke luar kalangan pertempuran dalam jurus yang
keduapuluh sembilan.
"Celaka! Tak mungkin bagi kita untuk keluar dari
kurungan ini!" keluh Kala Biru pada saudara-saudara seperguruannya.
”Bret!"
"Bret!"
Baru saja habis Kala Biru habis mengucapkan kata-kata di
atas maka Kala Hitam dan Kala Putih juga mendapat
nasib yang sama. Pakaian mereka sama-sama kena robek dimakan ujung senjata dua
orang pengurung! Ketiga gadis-gadis iblis itu keluarkan keringat dingin. Bulu
tengkuk mereka merinding, Untuk pertama kali dalam hidup mereka
merasakan kengerian! Kengerian dalam menghadapi elmaut yang memburu dan
mengurung dari puluh jurusan!
”Ha ... ha
... ha ... ! Sekarang coba perlihatkan kehebatanmu manusiamanusia dajal!"
kata Sepasang sabit Baja. Dua buah sabit di tangannya menderu-deru.
Bertobatlah sebelum nyawa kalian minggat dari badan masing-masing!"
Ketiga gadis iblis itu hanya bisa kertakkan rahang, Mereka
menyadari bahwa tak sampai sepuluh jurus lagi pasti salah seorang dari mereka
akan jatuh menjadi korban!
Kurungan dua puluh senjata semakin hebat dan saat Ruang
gerak ketiga murid Dewi Kala Hijau itu sudah sempit zekali. Puluhan senjata
berkelebat ganas di muka hidung, di samping dan di belakang mereka,
Dalam suasana
menjelang kematian yang menegangkan itu tiba-tiba terdengarlah suitan panjang
dan nyaring! Entah dari mana datangnya tahutahu bertaburan angin deras hijau
dan disusul oleh pekik maut para pengeroyok! Enam di antara mereka roboh
ditanca-pi puluhan kala-kala hijau!
"Guru!" seru Kala Hitam, Kala Biru dan Kala Putih
penuh kegembiraan. Para pengeroyok mundur terkejut. Seorang di antaranya
berteriak:
"Dewi Kala Hijau! Lari! Kita tak akan bisa selamatkan
diri dari tangannya!" Sembilan tokoh silat yang menjadi luntur nyalinya
begitu mengetahui siapa yang berdiri di hadapan mereka segera ambil langkah
seribu namun mereka hanya bisa larikan diri beberapa langkah saja karena di
belakang mereka kemudian berlesatan sinar dan kala-kala hijau! Kesembilannya
mati di situ juga!
Lima tokoh-tokoh silat yang masih hidup terdiri dari tiga
golongan hitam dan dua golongan putih. Salah satu dari golongan putih ini ialah
Sepasang Sabit Baja. Mereka saling berpandangan.
"Meski kematian di depan mata tapi untuk melarikan diri
adalah pantanganku!" kata Sepasang Sabit Baja.
Sementara itu
tiga murid Dewi Kala Hijau menjura di hadapan guru mereka.
Kala Biru berkata:
"Dewi, syukur kau datang.
Kalau tidak ...." "Diam!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Lekas kalian bereskan dulu kelima manusia keparat
itu!" Maka Kala Biru, Kala Hitam dan Kala Putih segera menyerbu kelima
tokoh silat di hadapan mereka, sedang Dewi Kala Hijau melangkah mendekati mayat
Kala Merah. Muka tengkoraknya kelihatan mengkerut dan tambah menggidikkan
ketika dia melihat bagaimana muridnya yang tertua dan terpandai itu menemui
kematian demikian rupa. Di samping mayat Kala Merah dilihatnya pula sesosok
tubuh laki-laki tua yang ditancapi puluhan kala hijau.
Dewi Kala Hijau begitu memperhatikan jari-jari tangan
laki-laki itu segera mengetahui siapa dia adanya.
Sepuluh Jari Malaikat memang mempunyai ilmu yang teramat
tinggi. Namun demikian kematian muridnya yang paling pandai dalam cara demikian
rupa sungguh tak pernah diduganya. Dengan penuh geram dan sekali tendang
saja maka mencelatlah mayat Sepuluh Jari
Malaikat sampai sebelas tombak!
Sepasang mata yang beringas dari Dewi Kala Hijau memandang
berkeliling. Di atas dan di bawah panggung berhamburan puluhan mayat manusia!
Hampir keseluruhannya mati dengan ditancapi oleh kala-kala hijau!
Di antaranya tumpukan mayat itu masih bisa dikenalinya
beberapa tokoh sakti seperti Si bayangan Setan, Nenek Kelewang Merah. Brahmana
Wingajara, Sepasang Ruyung Emas, Si Golok Sakti dan lain sebagainya!
Dewi Kala Hijau memalingkan badannya ketika dibelakannya
terdengar jerit kematian!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
SEMBILAN
Satu
dari lima pengeroyok yang bertempur dengan ketiga muridnya roboh ke tanah
dengan kening ditancapi kala hijau! Sekali lagi terdengar suara jeritan dan
satu lagi roboh tanpa nyawa. Sepasang Sabit Baja serta dua tokoh kalangan hitam
bertempur mati-matian. Tapi satu jurus kemudian Sepasang Sabit Baja juga
terpaksa menyerahkan nyawanya di tangan Kala Hitam.
Melihat ini dua tokoh silat golongan hitam lumer nyali
mereka. Untuk kabur tentu tak mungkin dan untuk melawan terus berarti mati!
Maka tanpa pikir panjang lagi keduanya melemparkan senjata masing-masing dan
cepatcepal jatuhkan diri berlututl
"Keparat! Saat ini tiada ampun lagi bagi kalian!"
bentak Kala Biru. Kaki kanannya ditendangkan kemuka tapi di belakangnya
terdengar seruan Dewi Kala Hijau.
"Kala Biru, tahan dulu!" Maka Kala Birupun
membatalkan tendangannya. Dewi Kala Hijau melangkah ke hadapan kedua orang
tokoh silat golongan hitam itu. Salah seorang dari mereka
segera
berkata:
"Dewi, kami berdua mohon diampuni dan bersedia
memasuki
Partaimu ...."
"Sesudah hampir mampus, baru minta ampun huh!"
kertak Dewi Kala Hijau.
"Siapa
nama kalian? Apakah mempunyai gelar?!"
Yang tadi bicara menjawab: "Aku Lalanang dari Pantai
Selatan. Gelarku Pembunuh Tanpa Bayangan, Aku mohon keampunanmu Dewi
...."
"Kalian
berjanji mau memasuki Partaiku ... ?"
"Kami
berjanji."
"Baik! Tapi karena kalian sebelumnya sudah berani
melawan terhadap murid-muridku maka aku baru mengampuni jiwa kalian dan
memperbolehkan kalian memasuki partaiku bila kalian sudah mencongkel ke luar
salah satu biji mata kalian!"
Sepasang Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan saling
pandang dan terkejut.
"Cepat, aku tak bisa menunggu lebih lama! Boleh pilih
matamu atau nyawamu!" bentak Dewi Kala Hijau.
Sekali lagi kedua orang itu saling berpandangan. Apa boleh
buat, pikir mereka. Dari pada mati lebih baik korbankan satu biji mata. Lagi
pula mereka sama-sama dari golongan hitam, perbuatan itu tentu tak akan diambil
perduli oleh dunia persilatan.
Maka tanpa menunggu lebih lama kedua orang itu segera
mencongkel masing-masing sebuah. matanya! Biji mata dan darah menyembur ke
luar! Satu pemandangan yang mengerikan! Tapi Dewi Kala Hijau menyaksikan itu
dengan tertawa meringkik!
”Aku
masih belum percaya terhadap kalian!" berkata Dewi iblis itu.
"Jika kalian sudah kulepas mungkin kalian akan ingkar
janji!" Dari balik pakaian Hijaunya Dewi Kala Hijau mengeluarkan dua buah
pil lalu diberikannya pada kedua orang itu.
"Telan
cepat!" perintahnya.
”Dewi,
pil ini ... apakah ...."
"Setan
alas! Telan kataku!"
Pembunuh Tanpa Bayangan dan Sepasang Kaki Kematian segera
menelan pil yang diberikan.
"Pil itu adalah racun kala hijau yang akan bekerja
dalam tempo sebelas bulan dari sekarang. Sesudah kau berjanji untuk memasuki
Partai Lembah Tengkorak maka sebelum tanggal 12 bulan 12 kau harus datang ke
lembah Tengkorak. Di sana aku akan berikan obat penawarnya. Tapi bila kalian
ingkar janji dan tak mau datang, maka racun itu akan bekerja. Perut kalian akan
hancur!"
Bergidiklah kedua tokoh silat golongan hitam itu. Mereka
berdua meski dari golongan jahat namun baru hari itu menemui manusia paling
jahat dan paling kejam serta berhati iblis macam Dewi Kala Hijau dan
murid-muridnya.
"Di samping itu ...." terdengar Dewi Kala Hijau
membuka mulut kembali, "Masing-masing kalian kubebani tugas yaitu harus
mencari anggota partai sebanyak mungkin lalu membawanya ke Lembah Tengkorak
pada hari 12 bulan 12 nanti! Kalian dengar?!"
"Kami dengar, Dewi ...." jawab Sepasang Kaki
Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan. Dewi Kala Hijau berpaling pada ketiga
muridnya.
"Kala Biru, dukung mayat Kala Merah. Kita segera
meninggalkan
tempat ini ...
!"
Kala Biru
melangkah untuk mengerjakan perintah gurunya itu. Namun langkahnya terhenti
ketika melihat ada perubahan pada paras gurunya. Dua murid Kala Hijau pun
melihat hal ini Dewi Kala Hijau mendongak ke langit, keningnya mengkerut
kemudian sepasang matanya memandang ke Utara. Telinganya dipasang benar-benar
mendengarkan suara aneh yang ditangkapnya.
"Ada apa Guru...?" tanya Kala Putih. Dia dan dua
saudara seperguruannya masih belum mendengar apa-apa padahal kepandaian mereka
ini sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali, demikian pula tenaga dalam
mereka. Dapat dibayangkan bagaimana jauh tingginya kesaktian serta tenaga dalam
Dewi Kala Hijau!
Kira-kira seperempat minum teh baru Kala Hitam dan dua
saudarasaudara seperguruannya mendengar suara yang sejak tadi didengar oleh
Dewi Kala Hijau. Dan ketiga gadis bertopeng muka tengkorak ini pun jadi
mengerenyitkan kening lalu memandang ke jurusan Utara.
Suara yang mereka dengar itu adalah suara siulan aneh yang
melengking-lengking, membawakan lagu tak bernama dengan nada tak karuan!
Meski suara siulan itu jauh sekali kedengarannya, namun
telinga Dewi Kala Hijau dan tiga muridnya serasa ditusuk-tusuk!. Makin lama
makin keras juga suara siulan, itu. Telinga keempat orang itu kini bukan saja
seperti ditusuk-tusuk tapi juga tergetar hebat! Tiba-tiba kelihatanlah seorang
pemuda berambut gondrong. Berparas gagah dan berpakaian putih-putih muncul di
kejauhan! Pemuda ini kelihatannya melangkah biasa saja dan seenaknya, tapi
dalam tempo yang sangat singkat tahu-tahu sudah berada di tepi telaga!
Tiba-tiba pemuda itu menghentikan langkahnya dan memandang
berkeliling. "Edan betul!" terdengar seruannya.
"Apa
yang terjadi di sini! Apa aku sudah kesasar ke neraka, huh?!" Dan pemuda
rambut gondrong berparas gagah ini lalu menggaruk-garuk kepalanya. Cuping
hidungnya berkemak kempis kemudian dia meludah ke tanah dan melangkah ke tepi
panggung. Di sini dia berhenti dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang satu ini pasti isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang ... ah kalau
aku tak salah Partai itu baru diresmikan
hari ini. Tapi kenapa isteri Dewa Pedang jadi kojor begini:..?! Eh, Dewa Pedang
sendiri kemana? Dan itu. .. ah! Si Bayangan Setan, Brahmana Wingajara. Sepasang
Ruyung Emas. ..aduh...aduh ..banyak sekali tokoh-tokoh gagah. ..."
Pemuda tu menghela nafas dalam dan lagi-lagi menggelengkan
kepalanya ketika melihat mayat Sepuluh Jari Malaikat terhampar di samping sosok
gadis berpakaian merah yang mukanya hancur dan perutnya robek membusai!
“Betul-betul edan! Siapa yang punya pekerjaan ini? apa
setan-setan dari atas langit pada turun
dan mengamuk semua?!”
Sepasang mata Dewi
Kala Hijau kelihatan menyorot tajam. Dia yakin betul karena melihat langkah
aneh dan mendengar suara siulan si pemuda bahwa pemuda itu adalah seorang yang
berilmu tinggi.
Tapi sikap dan bicaranva menunjukkan bahwa dia seperti orang
yang tidak waras! Dan yang menyakitkan hati Dewi Kala Hijau ialah sikap si
pemuda yang seperti tidak melihat kehadirannya di situ bersama muridmuridnya!
"Pemuda gila, siapa kau?!" tanya Dewi Kala Hijau
membentak. Pemuda itu memutar kepalanya. Dan dia kelihatan terkejut ketika
melihat paras Dewi Kala Hijau. dan juga paras ketiga murid-muridnya. Kemudian
matanya melirik pada Pembunuh Tanpa Bayangan serta Sepasang Kaki Kematian yang
saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala Hijau.
"Eh ... melihat kepada tubuhmu, kau tentunya gadis muda
belia. Tapi melihat kepada parasmu.Hem ...." Pemuda itu geleng-gelengkan
kepala.
”Semustinya
aku yang bertanya siapa kau!" Dewi Kala Hijau tertawa mendongak ke
langit.
"Manusia sinting, sebaiknya kau segeralah meninggalkan
tempat ini! Aku muak melihatmu!"
"Oh ... bicara boleh saja, tapi jangan keliwat
menghina! Coba kacakan kau punya paras ke dalam air telaga itu! Aku berani
bertaruh bahwa kau sendiri akan lebih muak memandang parasmu daripada
parasku!" Habis berkata begitu si pemuda tertawa mengekeh.
Mendadak suara tertawanya terhenti karena Kala Hitam
melompat ke muka dengan membentak. ”Pemuda keblinger, berani menghina guruku!
Terima kematianmu detik ini juga!"
"Kala Hitam, jangan turun tangan dulu!" seru Dewi
Kala Hijau. Kala Hitam menghentikan langkahnya dengan terheran. Dia tahu betul
sifat gurunya. Bila seseorang menghinanya pastilah orang itu akan menemui
ajalnya detik itu juga. Tapi kali ini dihina demikian rupa di hadapan
muridmuridnya sang guru sama sekali tidak turun tangan bahkan melarangnya untuk
membunuh pemuda itu!
Pada pertama kali melihat paras pemuda itu sesungguhnya Dewi
Kala Hijau telah tergetar hatinya. Mula-mula dia menyangka bahwa pemuda itu
adalah seseorang yang pernah dikenalnya sepuluh tahun yang lalu. Tapi nyatanya
pemuda ini hanyalah seorang pemuda lain yang berparas mirip sekali dengan orang
yang dimaksudkannya bahkan pemuda ini jauh lebih gagah lagi!
"Jadi kau ini adalah murid perempuan berbaju hijau
itu?" tanya si pemuda pada Kala Hitam.
"Hemm
...pantas. Memang cocok sekali! Apakah sekian banyaknya manusia yang kojor di
sini kalian yang menyebabkan? Dan itu, dua manusia bertampang jelek itu kenapa
pada berlutut di hadapan gurumu?!"
"Pemuda otak miring! Sebaiknya kau lekas berlutut,
Niscaya kuampuni dosa dan jiwamul" bentak Dewi Kala Hijau.
"Eh ... dosa dan salah apa yang aku buat terhadapmu?
Kalau kukatakan tampangmu dan tampang murid-muridmu buruk dan mengerikan itu
adalah kenyataan! Kalian tak punya alasan untuk marah ...."
"Jangan bicara ngaco! Berlalulah dari sini jika tak
ingin mampus!" bentak Dewi Kala Hijau pula. Si pemuda garuk-garuk
kepalanya lalu dengan seenaknya duduk di tepi panggung dan menggoyang-goyangkan
kakinya seperti anak kecil!
"Aku tahu betul daerah ini bukan kau yang punya, juga
bukan tempat kediamanmu. Lantas kenapa kau mau mengusirku dengan
seenaknya?!" Kala Biru yang menjadi gemas sekali melihat sikap pemuda itu
berkata:
"Guru, biar aku patahkan batang lehernya manusia
gendeng ini!" Dewi Kala Hijau memberi isyarat agar muridnya itu tetap di
tempat.
"Orang muda, jika kau betul punya mata dan melihat
mayat-mayat yang berhamparan di sini, itu sudah cukup bagimu untuk tidak
lancang seenaknya!"
"Lho ... apakah mayat-mayat itu melarangku bicara ...
?!” ujar si pemuda. Dengan acuh
ditariknya kaki sesosok mayat yang menggeletak di sampingnya. Mayat itu
kebetulan adalah mayat isteri Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang kini
hanya tinggal namanya saja! Si pernuda memperhatikan dua ekor kala hijau yang
rnenancap di kepala perernpuan itu, kemudian gelengkan kepalanya.
"Kala
hijau ...." desis pernuda ini.
"Kasihan... kasihan sekali isteri Dewa Pedang. Seorang
tokoh silat berjiwa besar dan berhati baik kenapa sampai menemui ajal begini
rupa?
Kasihan ... kasihan sekali!"
Si pemuda kemudian meletakkan mayat itu di lantai panggung
kembali baik-baik, lalu memandang pada Dewi Kala Hijau.
"Mukamu ditutupi topeng tengkorak tipis ... pakaianmu
berwarna hijau dan ketiga perempuan bertopeng tengkorak itu adalah
murid-muridmu! Tentunya kau adalah Dewi Kala Hijau! Dan tentunya kau juga yang
menjadi biang penyebab segala keganasan ini ... ? Mengaku atau tidak?!"
Dewi Kala Hijau tertawa meringkik. "Jika sudah tahu
siapa aku, kenapa tidak lekas berlutut minta ampun dan lalu angkat kaki dari
sini?!"
"Perlu apa berlutut! Kau bukan raja! Perlu apa angkat
kaki dari sini, tempat ini bukan daerahmu! Laki-laki tak pernah berlutut
terhadap perempuan. Tapi sebaliknya perempuanlah yang musti berlutut pada
lakilaki apalagi perempuan jelek macam kau!"
Tergetar hati Dewi Kala Hijau. Tapi dia juga marah sekali
mendengar ucapan pemuda itu."Pembunuh Tanpa Bayangan! Hajar pemuda lancang
itu!" perintah Dewi Kala Hijau pada Lalanang atau tokoh silat golongan
hitam yang bergelar Pembunuh Tanpa Bayangan yang saat itu masih berlutut di
hadapan Dewi Kala Hijau.
Mendengar perintah ini maka Pembunuh Tanpa Bayangan yang
matanya kini cuma tinggal satu segera berdiri dan mengambil senjatanya yaitu
sebuah rantai berduri yang tadi dibuangnya.
Tanpa banyak cerita Pembunuh Tanpa Bayangan segera putar
rantai besi berdurinya dan menyerang si pemuda. Yang diserang masih juga
menggontai-gontaikan kedua kakinya di tepi panggung bahkan kini senyumsenyum
dan bersiul-siul seperti tidak sadar kalau saat itu dirinya diancam serangan
maut!
"WUTT!"
Rantai berduri Pembunuh Tanpa Bayangan menderu tepat di
kepala si pemuda! Pastilah dalam kejapan mata itu juga kepala si pemuda akan
hancur luluh. Bahkan Dewi Kala Hijau sendiri sampai mengeluarkan seruan
tertahan, seruan yang berarti setengah perintah agar si pemuda cepat-cepat
menghindar!
Si pemuda sama sekali tak kelihatan bergerak. Tapi yang
anehnya ialah tiba-tiba terdengar jeritan Pembunuh Tanpa Bayangan. Rantai
besinya mental. Tubuhnya mencelat ke udara lalu jatuh ke tanah dengan perut
pecah membanjir darah! Ketika Dewi Kala Hijau memandang ke kaki si pemuda yang
saat itu masih juga digontai-gontaikan maka kelihatanlah salah satu dari kaki
itu berselomotan darah! Entah bagaimana caranya pemuda rambut gondrong itu
telah lebih dahulu menghantamkan kakinya ke perut Pembunuh Tanpa Bayangan!
Tentu saja ini sangat mengejutkan Dewi Kala Hijau dan
muridmuridnya serta Sepasang Kaki Kematian! Namun di saat itu pula Dewi Kala
Hijau jadi malu sendiri karena dia tadi telah berseru memberi peringatan kepada
si pemuda. Nyatalah bahwa bagaimanapun ketinggian ilmu dan kekejaman serta
kejahatannya, namun Dewi Kala Hijau tak dapat menyembunyikan perasaan hatinya
selaku seorang perempuan terhadap seorang pemuda!
Di balik topeng tengkoraknya muka perempuan itu menjadi sangat
merah. Dia melirik pada murid-muridnya dan membathin, apakah ketiga muridnya
mengetahui getaran hatinya terhadap si pemuda?!
Tiba-tiba
Dewi Kala Hijau membentak lagi memberi perintah. "Sepasang Kaki Kematian,
selesaikan pemuda gila itu dalam lima jurus! Cepat!" Ki Sandar Boga alias
Sepasang Kaki Kematian segera berdiri.
Diambilnya golok panjangnya yang
tadi dibuangnya lalu melangkah ke hadapan si pemuda.
"Orang muda! Kuharap kau sudi terangkan nama! Aku
tidak-suka membunuh manusia tanpa tahu namanya lebih dahulu!" kata
Sepasang Kaki Kematian sambil melintangkan golok di muka dada.
Si pemuda mengeluarkan siulan panjang. "Mata picak!
Baru jadi budaknya Dewi Kala Hijau saja sudah begitu congkak! Berlalulah, aku
muak melihat mukamu!"
Habis berkata begitu si pemuda meludah ke tanah dan terus
duduk seenaknya di tepi panggung sambil menggontai-gontaikan kedua kakinya
Sepasang Kaki Kematian menggeram. Dia membentak nyaring lalu melompat ke muka.
Golok panjangnya membabat deras ke arah leher. Namun serangan ini tipuan belaka
karena sesuai dengan julukannya yaitu "Sepasang Kaki Kematian"
sebelum golok menyambar lebih jauh maka tahu-tahu tubuhnya mengapung di udara
dan mengirimkan dua tendangan dahsyat! Angin tendangan itu saja hebatnya bukan
main!
Sekejapan mata dua tendangan berantai itu akan sampai si
pemuda masih saja juga di tepi panggung dengan sikap acuh tak acuh seperti
tadi! "Mampus!" teriak Sepasang Kaki Kematian. Dan pada detik itulah
tubuh si pemuda rambut gondrong lenyap dari hadapannya.
"Brak
... brak!"
Kedua tendangan Sepasang Kaki Kematian menghantam lantai
panggung hingga hancur berantakan. Beberapa mayat yang menggeletak di atas
panggung itu, di antaranya mayat isteri Dewa Pedang, mencelat ke udara dan
kecemplung ke dalam telaga!
Sepasang
Kaki Kematian memutar tubuh dengan cepat ketika di belakangnya terdengar suara
tertawa mengejek. . .
"ltulah akibatnya kalau manusia mata picak kalap
membabi buta! Panggung tak bersalah ditendang!"
"Kucincang tubuhmu, keparatl" teriak Sepasang Kaki
Kematian. Tubuhnya mengapung lagi. Goloknya berbolang baling deras sekali
laksana kitiran dan mengurung si pemuda dengan cepatnya. Yang diserang bergerak
lincah kian kemari sambil tertawa-tawa dan sekali-sekali bersiul!
"Terima ini, setan alas!" teriak Sepasang Kaki
Kematian. Golok panjangnya menebas ke pinggang, membalik ke kepala dan menusuk
ke perut. Serentak dengan itu tangan kirinya melancarkan pukulan tangan kosong
yang hebat! Namun lagi-lagi semua itu hanyalah tipuan belaka karena begitu si
pemuda rambut gondrong mengelak maka kedua kakinya menderu ke muka. Satu ke
perut dan satu lagi ke selangkangan!
"Tipu silatmu boleh juga, mata picak!" memuji si
pemuda namun dengan senyum mengejek.
"Tapi terima dulu, telapak tanganku ini!" Telapak
tangan kiri si pemuda menghantam ke perut Sepasang Kaki Kematian. Laki-laki ini
menebaskan goloknya ke lengan si pemuda. Namun kalau tadi ia yang menipu maka
kali ini dia kena tipu. Karena begitu goloknya menebas maka lawan menarik
tangan kiri dan tahu-tahu ....
"Plak!"
Telapak tangan kanan si pemuda menghantam keningnya!
Sepasang Kaki Kematian menjerit keras. Tubuhnya terpelanting beberapa tombak
dan terjerongkang jatuh menelungkup tepat di hadapan Dewi Kala Hijau!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
SEPULUH
Untuk
kedua kalinya Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya dibikin terkejut. Dewi Kala
Hijau melirik pada mayat Sepasang Kaki Kematian lalu memandang menyorot pada si
pemuda dan membentak. "Siapa kau sebenarnya?!" Pemuda itu tersenyum.
"Kalau kepingin tahu namaku, aku telah menuliskannya di
kening budakmu itu, Dewi ... !"
Sepasang
mata Dewi Kala Hijau kelihatan tambah menyorot.
"Jangan bicara
ngaco, orang muda! Sekali lagi
kau
mempermainkanaku, nyawamu pasti
tak terampunkan lagi!" "Kentut!" tukas si pemuda.
"Kau tanya aku menjawab, apa itu namanya bicara ngaco?!
Kalau tak percaya silahkan lihat di kening budak mata picak itu ... ! ”
penasaran sekali, tapi juga ingin tahu. Dewi Kala Hijau membalikkan tubuh
Sepasang Kaki Kematian dengan ujung kaki kirinya. Begitu tubuh laki-laki itu
tertelentang maka berkerutlah muka perempuan iblis itu serta murid-muridnya. Di
kening Sepasang Kaki Kematian yang hitam membiru kelihatan tertulis tiga buah
angka yaitu angka 212!
"Jadi kau adalah Wiro Sableng, manusia yang berjuluk
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!" ujar Dewi Kala Hijau pula.
Si pemuda hanya tertawa.
"Agaknya kau dan murid-muridmu kurang senang dengan
pertemuan ini, bukan?"
Dewi Kala Hijau merenung sejenak. Nama Wiro Sableng dan
gelaran Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 itu memang sudah sejak lama
didengarnya. Ketika dia memberi tugas pada murid-muridnya dan ketika dia
sendiri meninggalkan gua di kaki gunung Merapi, Dewi Kala Hijau sudah
mengetahui bahwa pendekar itu adalah salah seorang dari sekian banyak
lawan-lawan yang bakal dihadapinya dalam rencananya mendirikan Partai Lembah
Tengkorak.
Dan bila hari ini dia berhadapan, tidaklah pernah diduganya
sebelumnya kalau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 adalah seorang pemuda
berparas gagahl Tadi dia telah menyaksikan sendiri kehebatan pemuda itu.
Pembunuh Tanpa Bayangan dirobohkannya dalam satu jurus dan
Sepasang Kaki Kematian dibikin konyol dalam dua jurus! Manusia-manusia lihai
semacam ini, apalagi segagah Wiro Sableng sangat dibutuhkan oleh Dewi Kala
Hijau dalam rencana besarnya. Maka berkatalah perempuan itu.
"Meski kau telah membunuh dua orang anggota Partaku
namun dengan memandang kepada nama besarmu, aku bersedia mengampuni kau punya
jiwa asal saja kau segera berlutut dan mengangkat janji bersedia masuk
Partaiku! Kelak kau akan kuberi kedudukan tinggi dalam Partai!" "Hem
...." Wiro Sableng usap-usap dagunya.
"Janji
yang bagus dan muluk!" katanya, Lalu
"Kalau aku
duduk dalam Partaimu, berapakah kau mau gaji aku..... ?" "Pemuda
gendeng!" ketus Dewi Kala Hijau.
"Orang sudah bersedia memberikan ampun masih saja
bicara
ngelantur!"
"Dewi, jangankan masuk Partaimu, melihat parasmu saja
aku sudah mau muntah rasanya! Dan menyaksikan kejahatanmu berdiri bulu kudukku.
Terus terang saja aku sudah lama mendengar tentangmu dan muridmuridmu!
Kejahatanmu sudah lebih dari takaran. Dosa kalian sudah setinggi langit sedalam
lautan! Kalian tak akan berhasil mendirikan Partai Lembah Tengkorak! Dunia
persilatan akan bersatu untuk menghancurkan kalian! Karenanya lebih baik kalian
kembali pada kebenaran sebelum terlam ...." "Tutup muluti"
teriak Dewi Kala Hijau gemas dan marah sekali.
"Kalau kau mau pidato, pidatolah nanti di
akhirat!" Perempuan ini berpaling pada kelompok murid-muridnya yang kini
cuma tinggal tiga orang itu.
"Kala Putih! Cabut nyawanya dalam satu jurus!"
perintah Dewi Kala Hijau penuh kebuasan. Kala Putih mengangguk lalu memutar
badan menghadapi si pemuda. Begitu sepasang mata Kala Putih beradu pandang
dengan sepasang mata Pendekar 212 maka tergetarlah hati gadis muka tengkorak
ini. Sebetulnya sejak munculnya si pemuda tadi Kala Putih telah tertarik hati
oleh kegagahan Pendekar 212, apalagi setelah menyaksikan pula kehebatan pemuda
itu! Di dalam diri Kala Putih terjadi semacam pertentangan. Hati kecilnya
menentang dan tak mau disuruh membunuh pemuda gagah itu namun sebaliknya tugas
gurunya musti dilaksanakan, kecuali kalau dia ingin mendapat hukuman yang
sangat berat!
"Kala
Putih! Kau tunggu apa lagi?!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Lekas
bunuh pemuda gila itu!" Kala Putih maju lagi beberapa langkah.
"Bersiaplah untuk mati, pemuda tidak tahu diri!"
bentak Kala Putih tapi dengan suara bergetar. Tangan kanannya diangkat ke atas
lalu secepat kilat dipukulkan ke muka.
"Wut!"
Gelombang sinar hijau beserta enam ekor kala hijau beracun
menderu ke arah Pendekar 212! Yang diserang bersuit nyaring dan melompat Iima
tombak ke atas lalu hantamkan telapak tangan kanannya ke muka.
Serangkum angin dahsyat menggeru memapasi serangan maut Kala
Putih. Debu beterbangan. Pasir dan kerikil-kerikil berpelanting-an! Sinar hijau
dan keenam kala beracun tersapu lalu luruh ke tanah! Kala Putih sendiri kalau
tidak lekas-lekas nengeiak ke samping pasti akan dilanda angin pukulan lawan
yang terus menyerempet ke arahnya.
itulah pukulan "Dinding Angin Berhembus Tindih
Menindih" yang telah dilepaskan oleh Pendekar 212 Wiro Sableng! Berubahlah paras Dewi Kala
Hijau. Matanya membeliak. Demikian juga dengan ketiga muridnya terutama Kala
Putih yang menghadapi langsung sang pemuda!
. “Putih! Kuberi tambahan dua jurus
padamu untuk mematahkan batang leher pemuda itu! Ayo lekas!" Mendengar ini
maka dengan segala kehebatannya menerjanglah Kala Putih. Wiro Sableng bersiul
nyaring. Tubuhnya lenyap. Dan terdengar suaranya:
"Jangan kesusu tak karuan kalau menyerang, gadis muka
tengkorak, salah-salah bisa mencelakai dirimu sendiri! Aku paling benci
bertempur dengan lawan yang muka aslinya ditutup dengan topeng! Bukalah topeng
tengkorakmu itu lebih dahulu Kala Putih!"
Geram sekali
mendengar ucapan Pendekar 212 itu maka Kala Putih lipat gandakan tenaga
dalamnya dalam-menyerang. Demikian hebatnya sehingga angin serangannya saja
laksana topan prahara!
Namun Kala Putih menjadi bingung sendiri karena siapa yang
akan diserangnya? Pendekar 212 lenyap tak kelihatan dari hadapannya! Dalam
kebingungannya gadis bertopeng tengkorak ini melihat sesuatu menyambar ke
mukanya. Kala Putih hantamkan tangan kanannya ke depan. Dia memukul angin
kosong!
Dan
....
"Bret!"
Kala Putih berseru terkejut. Kedua tangannya menyampok lagi
ke muka. Tapi tiada guna. Topeng tipis yang menutup parasnya tanggal dan pindah
ke tangan lawan sehingga kelihatanlah paras asli Kala Putih dengan jelas!
Pendekar 212 Wiro Sableng sendiri terkejut bukan main
sewaktu menyaksikan paras Kala Putih. Siapa menyangka kalau gadis berilmu
tinggi dan berhati kejam lebih jahat dari iblis itu memiliki paras sedemikian
jelitanya!
"Ah ... sungguh satu hal yang luar biasa!" kata
Wiro Sableng sambil garuk-garuk kepalanya.
"Parasmu begini cantik, tapi kenapa kejahatan dan
kekejaman-mu laksana lautan yang tiada bertepi?! Kalau kau jadi gadis baik-baik
sekurangkurangnya kau pasti akan dapat suami seorang Adipati ... !"
"Pemuda
hina dina! Tutup mulutmu!" hardik Kala Putih.
Didahului
oleh dua larik sinar hijau yang melesatkan lima puluh ekor kala maut maka Kala
Putih mengirimkan dua tendangan dahsyat sedang mulutnya menghembus ke muka.
Dari mulutnya mengepul asap putih yang mengandung racun luar biasa jahatnya!
Seluruh jalan darah di tubuh Pendekar 212 terancam bahaya maut kehancuran!.
Tak ayal lagi pemuda itu mengelak dengan cepat. Dan jika
saja tidak ingat bahwa saat itu dia berhadapan dengan seorang gadis berparas
jelita maka pastilah Wiro Sableng akan mengirimkan serangan balasan yang tak
kalah ganasnya. Sambil melompat menjauhi Kala Putih beberapa tombak Wiro
Sableng berseru.
"Kala Putih, aku beri kesempatan padamu untuk bertobat
dan kembali ke jalan yang benar!"
"Pemuda hina, jangan bicara ngelantur!" kertak
Kala Putih. Kemudian sekali lagi dia melancarkan serangan ganas meskipun dalam
hati kecilnya timbul secuil keraguan. Dia menyadari memang bahwa sebagai
seorang gadis tidak selamanya dengan ilmu kesaktiannya dia akan hidup dalam
keadaan seperti itu! Namun untuk berpikir lebih panjang dia tak ada waktu lagi.
"Gadis. goblok!" terdengar Pendekar 212 memaki.
Tangan kanannya memukul ke muka dalam jurus "Kunyuk Melempar Buah"
Kala Putih menyambuti pukulan ini dengan hantaman tangan kanan yang
mengeluarkan angin pukulan berwarna hijau pekat!
Dua pukulan saki itu beradu di udara mengeluarkan suara
dahsyat. Tubuh Pendekar 212 tergontai-gontai sedang Kala Putih tersurut mundur
sampai empat langkah dengan tangan terasa perih kaku!
Penuh geram karena sebelumnya tak pernah menghadapi lawan setangguh
pemuda itu maka Kala Putih memusatkan seluruh tenaga dalamnya ke perut lalu
mengalirkannya ke dada terus ke tenggorokan. Ketika dia menghembus ke muka maka
satu gelombang asap putih yang lebih dahsyat dari tadi menyambar Wiro Sableng
dalam empat jalur arus asap yaitu menggelung dari samping kiri dan kanan dari
atas lalu dari bawah! lnilah yang dinamakan ilmu "Empat Jalur Asap
Kematian" yang telah diciptakan Dewi Kala Hijau dan membutuhkan waktu lima
tahun untuk menyempurnakannya.
Setiap muridnya memiliki asap ini yang warna asapnya sesuai
dengan pakaian-pakaian mereka! Melihat jalur asap yang aneh ini serta hawa
jahat yang menyambar keluar dari asap itu bukan main kagetnya Pendekar 212.
"Ilmu iblis apa pula ini!" membathin Wiro Sableng.
Kedua tangannya segera diangkat ke atas dengan telapak tangan menghadap
lurus-lurus ke muka. Wiro tahu bahwa demikian hebatnya empat jalur asap putih
itu sehingga dia memaklumi bahwa akan besar risikonya jika dia mengelakkan diri
ke samping atau melompat ke atas. Makanya begitu kedua tangan sudah terpentang,
Pendekar 212 segera menghantam ke depan.
Dua larik angin yang tidak kelihatan karena tidak berwarna
menghembus ke muka dengan amat derasnya! Itulah pukulan yang bernama
"Angin Topan Melanda Samudera" yang telah dipelajari oleh Pendekar
212 dengan sempurna dari gurunya Eyang Sinto Gendeng! Dua angin pukulan yang
dahsyat dari Pendekar 212 saling bentrokan dengan empat jalur asap putih dari
Kala Putih! Demikian hebatnya bentrokan itu hingga kedua kaki Kala Putih melesak
ke dalam tanah sedalam sepuluh senti sedang sepasang kaki Pendekar 212 sendiri
amblas sedalam tiga senti!
Keduanya masih berdiri berhadap-hadapan dengan tangan-tangan
yang tetap terpentang. Pada kening dan tubuh mereka kelihatan percikanpercikan
butiran keringat tanda keduanya sama-sama mengerahkan tenaga dalam!
Dewi Kala
Hijau yang melihat hal itu memaklumi bahwa jika dibiarkan lebih lama maka dalam
waktu yang singkat pastilah muridnya akan terluka parah di bagian dalam bahkan
tidak mustahil akan menemui ajalnya karena dalam pertempuran tadi matanya yang
tajam telah dapat mengukur bahwa
tenaga dalam Wiro Sableng jauh lebih tinggi dari muridnya sendiri!
Tak menunggu lebih lama maka Dewi Kala Hijau memukulkan
tangan kanannya ke muka. Serangkum angin menderu tepat ke arah di mana angin
angin pukulan Wiro Sableng dan Kala Putih saling bentrokan. Langit laksana
hendak runtuh. Bumi laksana mau rengkah ketika bentrokan itu menimbulkan suara
letusan yang bukan olah-olah kerasnya!
Kala Putih terguling di tanah tapi dirinya selamat. Wiro
Sableng terhuyung nanar dan anehnya kemudian tertawa gelak-geiak!
"Dewi
Kala Hijaul" serunya.
"Apakah kau masih belum
melihat jalan kebenaran?!" "Tutup mulutmu manusia hina dina!"
bentak Dewi Kala Hijau.
"Dasar
perempuan gendeng," balas memaki Wiro Sableng.
"Aku berani
taruhan potong kuping bahwa maksudmu untuk mendirikan
Partai terkutuk
itu tak akan berhasil ... !"
Dewi Kala Hijau tertawa sedingin salju. '"Partai Lembah
Tengkorak bukan saja akan berdiri di dunia persilatan tapi akan merupakan
satu-satunya Partai yang bakal menguasai dunia persilatan! Semua Partai yang tak mau bergabung pasti musnah!
Semua tokoh silat yang tak mau menjadi
anggota pasti meregang nyawa, termasuk kau!"
Wiro
Sableng tertawa membahak "Kau mimpi Dewi. ..”
“Kaulah yang bakal mimpi di neraka!" tukas Dewi Kala
Hijau. Lalu pada ketiga muridnya cepat memberikan perintah.
”Kalian bertiga cepat
bikin mampus budak hina dina itu!"
Kala Biru, Kala Hitam dan Kala Putih
segera mengurung Pendekar 212. Kala Biru memegang komando begitu terdengar
suitannya yang melengking langit maka ketiganya pun berubahlah menjadi bayangan
hitam, putih dan biru.
Lima jurus lamanya mereka mereka menggempur
dahsyat. Lima jurus lamanya pendekar 212 dilanda serangan-serangan sangat
hebat. Harus menghadapi pukulan-pukulan sinar hijau dan Kala maut sedang dari
mulut masing-masing ketiga anak murid
Dewi Kala Hijau itu tiada hentinya menghembuskan asap merah, hitam serta putih
yang setiap asap mempunyai empat jaluran!
Lima jurus dimuka pertempuran semakin dahsyat. Pendekar 212
terdesak hebat! Berkali-kali pendekar muda ini melepaskan pukulan "Dinding
Angin Berhembus tindih menindih", pukulan "Benteng Topan Melanda
Samudra” serta pukulan "Kunyuk Melempar Buah” Namun desakan ketiga anak
murid Dewi Kala Hijau itu sukar di bikin buyar!
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 menggeram dan membentak
dan lancarkan pukulan ”Orang Gila Menggebuk Lalat” kedua lengannya membabat
kian kemari. Hanya dua jurus ketiga pengeroyoknya bisa tertahan, sesudah itu
kembali Wiro Sableng terdesak hebat!.
"Gila betul!" kutuk pemuda itu penuh beringas. Dia
melompat ke luar kalangan pertempuran. Dewi Kala Hijau yang menyangka bahwa
pemuda itu hendak melarikan diri berseru keras:
"Budak hina, jangan kira kau bisa kabur dari sini
hidup-hidup!"
"Eh perempuan kunyuk! Siapa bilang aku mau
kabur?!" tukas Wiro Sableng penasaran.
"Sekalipun kau ikut mengeroyok tak bakal aku ambii
langkah seribu! Majulah beramai-ramai!"
"Kau terlalu tekebur budak hina! Murid-muridku lekas
selesaikan dia!" Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng berdiri
dengan kedua kaki merenggang. Sepasang tangannya diacungkan tinggi-tinggi ke
atas. Ketiga murid Dewi Kala Hijau menyerbu kembali maka laksana titiran Wiro
Sableng memutar kedua tangannya. Angin yang sangat hebat menderuderu! Debu
serta pasir beterbangan. Air telaga berombak-ombak. Daun-daun pohon berguguran.
lnilah pukulan "Angin Puyuh". Kehebatan angin ini mengejutkan ketiga
murid Dewi Kala Hijau.
"Tidak usah takut! Kalian tak bakal celaka dengan ilmu
picisan itu!" teriak Dewi Kala Hijau. Maka lenyaplah keraguan ketiga gadis
itu. Dengan serentak mereka menyerbu kembali! Dan seperti yang dikatakan oleh
Dewi Kala Hijau memang kehebatan gempuran tiga gadis itu tak dapat ditahan oleh
pukulan "Angin Puyuh" Wiro Sableng.
Tiga jurus kemudian pemuda itu kembali terdesak ke dekat
panggung! Pendekar 212 keluarkan keringat dingin. Dia membathin:
"Kalau benar-benar perempuan-perempuan iblis ini dapat
mendirikan Partai Lembah Tengkorak, celakalah dunia persilatan!" Dalam dia
membathin itu satu tendangan menghantam pinggulnya! Pendekar 21 2 terpelanting.
Sebelum dia bisa mengimbangi diri empat jalur asap biru menyambar kearah
kepalanya!
"Sialan betul!" gerendeng pemuda ini lalu
cepat-cepat jatuhkan diri dan berguling di tanah.
"Ha ... ha ... nyawamu sudah di ujung hidung! untuk
penghabisan kalinya aku beri kesempatan padamu! Menyerah, berlutut minta ampun
dan masuk ke dalam Partaiku!" kata Dewi Kala Hijau pula.
”Jangan
mengigau, perempuan muka tengkorak!” sahut Wiro Sableng seraya berdiri.
"Jika murid-muridmu sanggup menerima pukulan yang bakal kulancarkan ini,
baru aku bersedia masuk Partaimu!. Bahkan menjilat pantat kalian pun aku
sudi!"
Habis berkala Segitu Wiro renggangkan kedua kaki. Sedetik
kemudian tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas sedang kedua kaki
melesak ke dalam tanah. Tubuh bergetar dan tangan kanannya kelihatan menjadi
putih sedang jari-jari kuku memerah menyilaukan!
”Pukulan
Sinar Matahari!" seru Dewi Kala Hijau
Terkejut bukan main! "Murid-muridku mundurlah! Kalian
takkan sanggup menerima pukulan itu!"
”Guru!" seru Kala Biru.
"Kami bersedia mati demi berdirinya Partai Lembah
Tengkorak!"
"Jangan tolol!" bentak Dewi Kala Hijau. Pendekar
21 2 tertawa mengekeh. Tangan kanannya tiba-tiba turun dengan cepat. Satu larik
besar sinar putih perak yang sangat menyilaukan dan menebar hawa yang sangat
panas menderu ke arah Kala Biru, Kala Putih dan Kala Hitam. Ketiga murid Dewi
Kala Hijau ini bersuit nyaring dan tanpa menghiraukan peringatan gurunya
menyerbu ke muka membabi buta!
"Murid tolol!" teriak Dewi Kala Hijau. Dengan
cepat dia mendahului ketiga muridnya. Tangan kiri kanan mengirimkan pukulan
"Kala Hijau" yang dahsyat. Ratusan kala beracun berlesatan sedang
begitu mulutnya menghembus maka empat jalur sinar hijau menggebu pula ke arah
Pendekar 212!
"Bum!"
Terdengar
letusan membelah langit ketika sinar-sinar hijau dan sinar putih perak itu
beradu di udara! Dewi Kala Hijau terguling di tanah tapi tiada terluka sedang
Pendekar 212 jatuh duduk di tanah! Keningnya mandi keringat! Ketiga murid Dewi
Kala Hijau berpekikan memanggil gurunya karena menyangka Dewi Kala Hijau
terguling mati. Tapi begitu perempuan itu bangun kembali legalah hati mereka.
Yang hebatnya ialah ketika dua sinar putih dan hijau itu
bentrokan, angin pukulan pecah ke samping dan menghantam panggung besar.
Panggung itu hancur berantakan. Mayat-mayat di atasnya berpelantingan banyak
diantaranya yang mencemplung ke dalam telaga!
Wiro Sableng berdiri dan memandang tak berkedip pada Dewi
Kala Hijau. Sepasang mata mereka saling beradu pandang! Masing-masing sama
mengagumi kehebatan lawan terutama dipihak Dewi Kala Hijau. Kekaguman terhadap
ketinggian ilmu silat pemuda itu disertai pula dengan kekaguman terhadap
kegagahannya!
"Pendekar
212," berkata Dewi Kala Hijau.
"Apakah kau masih belum bersedia untuk menyerah sebelum
terlambat?! Sampai saat ini masih ada waktu bagimu untuk masuk menjadi anggota
Partai Lembah Tengkorak! Kelak kau kuberi kedudukan yang tinggi! Kita akan
memimpin Partai bersama-sama!" Wiro Sableng tertawa dingin.
"Aku dilepas oleh guruku dari pertapaan bukan untuk
bersekutu dengan manusia-manusia macammu tapi justru untuk membasmi-nya!"
Maka marahlah Dewi Kala Hijau! Dia memberi isyarat pada ketiga muridnya. Sesaat
kemudian disertai dengan lengking jerit yang mengandung maut, keempatnya pun
menyerbu mengeroyok Pendekar 212! Tentu saja pertempuran empat lawan satu ini
tak dapat dilukiskan kehebatannya! Karena Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya
tiada memberi kesempatan bagi Wiro untuk melepaskan pukulan "Sinar
Matahari" maka dalam tiga jurus saja pemuda ini terdesak dan mendapat
tekanan serangan yang berbahaya dan mengancam jiwanya!
"lblis-iblis betina! Aku paling benci bertempur melawan
musuh yang tak bersenjata! Tapi karena kalian telah lebih dahulu mengeroyokku
secara pengecut, lagi pula terhadap manusia-manusia macam kalian tak perlu
begitu memandang aturan persllatan, maka aku terpaksa mengeluarkan
sentaja!"
Begitu habis ucapan itu maka menderulah suara mengaung
laksana tempat itu diserbu oleh ribuan tawon! Dewi Kala Hijau dan
murid-muridnya merasakan kulit mereka menjadi sangat perih sedang
serangan-serangan yang mereka lancarkan kini menjadi buyar! Tubuh dan gerakan
mereka hanyut terbawa arus sinar putih putaran Kapak Maut Naga Geni 212 yang
berada di tangan Wiro Sableng!
Dan kalau tadi mereka yang menggempur serta mendesak kini
terjadi hal yang sebaliknya! Berkali-kali mereka melepaskan pukulan Kala Hijau,
berkali-kali mereka menghembuskan "Empat Jalur Asap
Kematian" tapi percuma saja.
Sinar putih yang menggulung-gulung dari Kapak Naga Geni 212 di tangan Wiro
memusnahkan seluruh serangan mereka!
Dewi Kala Hijau menjadi cemas gelisah. Nyalinya untuk
meneruskan pertempuran menjadi tipis ketika ujung lengan pakaian hijaunya kena
disambar putus oleh senjata lawan! Maka perempuan ini segera memberi isyarat
pada ketiga muridnya. Keempatnya menyerang dengan gencar lalu melompat keluar
kalangan pertem-puran!
"lblis-iblis pengecut, kalian mau lari ke mana?!"
bentak Wiro Sablen g memburu.
"Budak hina dina, sayang kami tak punya waktu banyak
untuk menghadapimu! Jika kau masih penasaran silahkan datang ke Lembah
Tengkorak pada hari dua belas bulan dua belas!" Habis berkata demikian
Dewi Kala Hijau mengeluarkan sebuah benda berbentuk bola berwama hitam dan
besamya sebesar kepalan! Benda itu dilemparkannya ke tanah di hadapan Wiro
Sableng.
"Wuuuss!"
Bola hitam itu pecah. Maka mengebullah asap hitam pekat yang
tak tertembus pemandangan!
"Keparat betul!" maki Wiro Sableng. Dia menerjang
asap itu dengan geramnya. Namun lapisan asap tebalnya sampai sepuluh tombak!
Dan bila dia berhasil keluar dari lapisan asap itu maka Dewi Kala Hijau dan
ketiga muridnya sudah lenyap! Mayat Kala Merah juga lenyap!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
SEBELAS
Dunia
berputar terus. Siang berganti dengan malam, disambung lagi dengan siang lalu
malam demikianlah seterusnya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hari
dua belas bulan dua belas semakin dekat juga.
Dunia persilatan semakin tegang oleh kemunculan Dewi Kala
Hijau dan murid-muridnya yang hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak. Dimana
mereka muncul, disitulah terjadi pembunuhan!
Enam Partai Persilatan musnah lagi tinggal nama saja.
Lusinan tokoh silat menemui ajalnya di tangan perempuan-perempuan itu.
Sebenarnya akan lebih banyak lagi
Partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang bakal tamat riwayatnya jika saja
kejahatan-kejahatan atau pembunuhanpembunuhan yang dilakukan oleh Dewi Kala
Hijau dan murid-muridnya itu tidak mendapat halangan dan tantangan dari
tokoh-tokoh silat sakti. Satu di antara mereka yang paling menjadi momok bagi
Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya ialah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro
Sableng!
Berkali-kali Pendekar 212 menggagalkan maksud Dewi Kala Hijau hendak menghancurkan
beberapa Partai Persilatan. Berkali-kali pula beberapa tokoh silat karena
bantuan Pendekar 212 berhasil meIoloskan diri dari liang jarum kematian!
Karenanya antara Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya dengan
Pendekar 212 terdapat dendam kesumat yang tiada terkirakan besarnya. Namun
demikian dibalik dendam kesumat itu tersembunyi pula Satu perasaan di hati Dewi
Kala Hijau. Sang Dewi ini tidak mengetahui bahwa apa yang dirasakannya itu,
dialami pula oleh muridnya sendiri yaitu Kala Putih!
Sebelum masuk ke dalam dunia persilatan, Dewi Kala Hijau
pernah jatuh cinta terhadap seorang pemuda. Pemuda itu kemudian menemui
kematian di tangan satu gerombolan rampok. Ketika pertama kali bertemu muka
dengan Wiro Sableng, terkejutlah Dewi Kala Hijau karena pendekar ini mirip
sekali parasnya dengan pemuda yang pernah dikasihinya itu. Cuma bedanya Wiro
memiliki rambut panjang gondrong!
lngat pada pemuda kekasihnya dulu dan melihat Wiro, Sang
Dewi merasakan seperti kekasihnya hidup kembali. Dan api cinta yang dulu padam
kini mulai menyala lagi! Namun karena Wiro Sableng senantiasa menjadi
penghalang besar dalam rencananya untuk mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka
benih cinta yang kembali menyubur itu menjadi tertindas tumbuhnya.
Di satu pihak Wiro bisa memberikan satu kehidupan yang
bahagia bagi masa depannya, dilain pihak Wiro adalah merupakan musuh besar bagi
rencana dan dirinya sendiri!
Sementara itu hari dua belas bulan dua belas semakin dekat
juga. Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya tidak ada waktu lagi untuk menumpas
Partai-partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang menantang-nya karena dia harus
mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah Tengkorak guna meresmikan Lembah
Tengkoraknya. Maka Dewi Kala Hijau menukar siasat.
Kedelapan penjuru angin dunia persilatan disebarkanlah
surat-surat undangan guna menghadiri hari peresmian berdirinya Partai Lembah
Tengkorak. Bila tokoh tokoh silat dan ketua-ketua Partai Persilatan baik dari
golongan putih maupun hitam sudah hadir nanti, maka pastilah siasatnya itu akan
berjalan baik. Apalagi mengingat sampai saat itu dia telah memiliki sejumlah
besar anggota-anggota partai dari jago-jago silat lihai yang telah
ditundukkannya!
Meskipun sudah terbayang oleh Dewi Kala Hijau bahwa Partai
Lembah Tengkorak pasti akan berdiri dengan megah namun hati kecilnya masih
gelisah terhadap orang-orang seperti Pendekar 212 Wiro Sableng! Sekalipun tidak
diundang bukan mustahil Pendekar 212
akan datang ke Lembah tengkorak apalagi dalam pertempuran di tempat Partai
telaga Wangi tempo hari Dewi Kala Hijau telah menantangnya untuk datang ke
Lembah Tengkorak, pada hari dua belas bulan dua belas!
Selama mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah Tengkorak,
Dewi Kala Hijau senantiasa mencari akal bagaimana cara yang paling baik untuk
menghadapi Pendekar 212. pemuda itu berbahaya sekali dan merupakan musuh
besamya! Namun meski berbahaya, hati kecilnya tak menginginkan Wiro Sableng
menemui kematian Inilah satu ujian yang berat bagi Dewi Kala Hijau!
Memang bagaimanapun jahat dan
terkutuknya hati Seorang manusia, namun bila sinar cinta dan kasih sayang
merayapi hatinya maka dia akan dihadapkan pada kebimbangan. Cintakah yang musti
didahulukannya atau clta-cltanya ?!.
Seminggu sebelum tiba hari dua belas
bulan dua belas, Dewi Kala Hijau memerintahkan muridnya si Kala Putih dan
seorang anggota Partai untuk mencari dan meringkus Pendekar 212 hidup-hidup.
Menurut keyakinan Dewi Kala Hijau menjelang hari peresmian berdirinya Partai
Lembah Tengkorak, pastilah Pendekar itu berada dekat-dekat sekitar kaki Gunung
Merapi. Adapun anggota Partai yang bersama Kala Putih ini ialah seorang tokoh
silat aliran hitam yang berjuluk "Si Jaring Hantu". Kehebatan Si
Jaring Hantu maka sampai dia diberi gelar demikian ialah karena dia memiliki
senjata ampuh yaitu sebuah jaring yang terbuat dari sejenis tali yang tak Satu
senjatapun Sampai saat itu sanggup memutusnya!
Empat hari kemudian maka kembalilah Kala putih hanya seorang
diri! Dewi Kala Hijau menyambut kedatangan muridnya itu dengan heran. Ada
perubahan pada paras Kala Putih.
"Mana Si Jaring Hantu?" bertanya Dewi Kala Hijau.
Kala Putih menjura di hadapan gurunya tapi tak segera menjawab Kepalanya ditundukkan.
"KaIian
berhasil menemui pemuda itu?" Kala Putih mengangguk..,
"Dan Si Jaring Haniu berhasil menangkapnya-.?"
Kala Putih menggeleng perlahan. Dewi Kala Hijau memukul meja di
hadapannya.
"Putihl Sikapmu aneh sekali! Cepat berikan penuturan!
bentaknya.
"Mana Si
Jaring Hantu?!" tanya Dewi Kala Hijau Hijau sekali lagi.
"Si
Jaring Hantu tewas di tangan pemuda itu,
guru ...."
Berubahlah Paras Dewi Kala Hijau.
Dan Kala Putih meneruskan: "Kami berhasil menemui pemuda itu disatu jurang
sekitar tiga puluh kilo dari sini dua hari yang lalu. Kami berdua
mengeroyoknya. Setelah bertempur lima jurus Si Jaring Hantu berhasil meringkus
Pemuda itu dengan jaring saktinya. Si pemuda coba lepaskan diri bahkan lepaskan
pukulan sinar matahari tapi jaring tetap tak mau bobol. Namun keiika Si Jaring
Hantu datang mendekat tiba-tiba sangat cepat sekali pemuda itu berhasil
mencabut kapaknya dan membabat ke muka.
Tali-tali jaring putus dan kapak terus memapas Perut Si Jaring Hantu dan,.. dan
mati!"
"Lantas
... ?"
"Aku... aku kemudian menghadapi pemuda itu. Tiga jurus saja aku sudah
terdesak dan... dan terpaksa harus melarikan diri."
Dewi Kala Hijau menggigit bibirnya.
Matanya meneliti paras muridnya tapi tak jelas terlihat karena Kala Putih
terus-terusan menundukkan kepalanya.
Namun demikian pandangan dan perasaan Dewi Kala Hijau Yang
tajam bisa mengetahui bahwa disamping yang telah diterangkan oleh muridnya,
pasti terjadi apa-apa! Karena saat itu berada dalam kesibukan maka Dewi Kala
Hijau memutuskan pembicaraan dengan berkata: "Kau pergilah bantu yang
lain-lainnya membereskan segala sesuatunya. Beberapa diantara undangan telah
ada yang datang...."
Kala Putih menjura lalu pergi dengan
cepat. Memasuki hari keenam sementara para tamu telah banyak yang datang maka
Dewi Kala Hijau melihat semakin jelas adanya perubahan pada diri muridnya Si
Kala Putih. Maka perempuan itu pun menyuruh muridnya menghadap.
Begitu Kala Putih selesai menjura. Dewi Kala Hijau segera
membuka mulut: "Sejak kembalimu pergi bersarna Si Jaring Hantu ada banyak
perubahan dalam sikapmu Betul ... ?"
Kala Putih agak gugup tapi menjawab juga: ”Tidak ... tak ada
perubahan pada diriku, Guru ...."
"Jangan bicara dusta! Jangan tipu gurumu! Jangan tipu
dirimu sendiri!" membentak Dewi Kala Hijau. "Terangkan apa yang
terjadi?!" "Tak ada terjadi apa-apa, Guru." sahut Kala Putih.
Dewi Kala
Hijau menggebrak meja. "Selama ini kau selalu periang suka melucu, sering
tertawa dan bergurau dengan saudara-saudara seperguruanmu! Tapi sekembalimu dua
hari yang lalu sikap dan sifatrnu jauh berubah! Kau jadi. pendiarn, suka
menyendiri dan banyak melamun! Jangan kira aku ini buta. Putih! Kau berdusta!
Angkat mukamu, pandang mataku!"
Kala Putih mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan coba
memandang kedua mata gurunya. Tapi cuma sebentar. Sedetik kemudian kepalanya
ditundukkan kembali. Untuk pertama kalinya Kala Putih merasa ngeri dan takut
melihat sepasang mata serta paras gurunya!
Dewi Kala Hijau rnenyeringai. "Kau masih juga
merahasiakan perubahan sikapmu, Putih? Masih merahasiakan apa yang
terjadi?!"
Tenggorokan Kala Putih kelihatan turun naik. Kemudian
terdengarlah ucapannya tersendat-sendat.” Se....sesudah Si Jaring Hantu menemui
ajalnya, aku coba menghadapi... pemuda itu beberapa jurus. Aku hanya sanggup
menghadapi sebanyak tiga jurus kemudian coba melarikan diri namun cepat sekali
punggungku kena ditotok hingga aku menjadi kaku tegang tak bisa lagi
bergerak...."
Mulut
Dewi Kala Hijau komat kamit: "Lalu?!"
"Kusangka pastilah pernuda itu akan membunuhku tapi
ternyata tidak. Dia bicara panjang lebar dan menasihatkan agar aku kembali ke jalan benar serta meninggalkan kaki
Gunung Merapi ini...."
"Apa
jawabmu?"
"Kumaki dia habis-habisan. Kuludahi mukanya malah, tapi
dia hanya tertawa-tawa! Dia hendak rnelemparkan aku ke dalam jurang, kecuali
jika aku berjanji mau kernbali ke jalan yang benar dan meninggalkan tempat ini.
Aku ... aku terpaksa pura-pura menerima janjinya. Aku dilepas. Kemudian aku
melarikan diri dan kembali ke sini ...."
"Hanya itu saja .... Hanya itu saja yang
terjadi?!" Kala Putih tak menjawab.
"Jangan
diam macam orang tuli serta bisu!" bentak Dewi Kala Hijau.
”Tidak
... guru ..." kata Kala Putih akhirnya.
"Apanya
yang tidak?!"
"Tidak
itu saja yang terjadi ...."
"Hah?
Lalu apa?!" Tenggorokan Kala Putih kembali kelihatan turun
naik ”A... aku
... aku ...."
"Aku
apa?!" hardik sang guru tak sabaran.
"Mohon maaf guru ... aku ... aku tertarik pada pemuda
itu ...." Mata Dewi Kala Hijau membeliak besar.
"Apa katamu?! Kau tertarik pada Wiro Sableng pemuda
keblinger itu?! Hah?!"
Kala Putih mengangguk perlahan. Mulut gurunya komat kamit.
"Kau tertarik padanya, kau jatuh cinta padanya?!" Dan Kala Putih
mengangguk lagi.
"Gadis sambal!" maki Dewi Kala Hijau. Ditendangnya
kursi di hadapannya hingga mental dan hancur berantakan!
"Disuruh meringkus musuh, dia pergi bercinta-cintaan!
Apa yang telah kalian lakukan?!”
"Tidak
ada ... guru ...."
"Dusta! Ayo katakan cepat!" Dewi Kala Hijau
mengangkat tangan kanannya ke atas. Sepasang matanya berkilat-kilat.
"Jika
tak mau mengaku ajalmu sampai detik ini juga!"
"Dia
... dia menciumku;guru ...."
"Menciummu?! Gila! Gilaaa! Dicium kau diam saja?"
Kala Putih tak menjawab.
"Selain
dicium kau diapakan lagi olehnya?!"
"Di
... dipeluk ...."
"Anak setan!" Kali ini meja yang jadi korban
tendangan Dewi Kala Hijau.
"Habis
dipeluk lalu apa lagi ... ?"
"Tidak
ada lagi guru, sungguh."
"Jangan
bohong! Kau ... kau tidur bersamanya ya?!"
"Tidak, sungguh mati tidak guru ...." Dan Kala
Putih mulai sesenggukan.
Dewi Kala Hijau melangkah mundar mandir di ruangan itu
beberapa lamanya.
"Dia
bicara apa saja padamu? !"
"Dia bilang akan datang ke sini dan menggagalkan maksud
pendirian Partai Lembah Tengkorak dan membunuhmu bila kau tak bertobat dan
kembali kejalan yang benar.. .."
"Kentut! Kau juga kentut, Kala Putih! Dengar bila kelak
peresmian Partai telah berlangsung kau akan menerima hukuman berat
dariku!" Kala Putih menjatuhkan diri berlutut.
"Guru
harap kau sudi memaafkan. Aku ... aku ...."
"Ke luar dari sini! Aku muak melihatmu!" bentak
Dewi Kala Hijau dengan amat geram. Perlahan-lahan Kala Putih berdiri. Disekanya
kedua matanya lalu dengan menundukkan kepala ditinggalkannya tempat itu.
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
DUABELAS
Hari dua belas bulan dua belas Sang surya
memunculkan diri di ufuk Timur memancarkan sinar kuning kemerahan. Berangsur
tinggi sang surya berubah pula warnanya yang merah kekuningan itu menjadi putih
keperakan.
Di kaki Timur Gunung Merapi kelihatanlah satu pemandangan
baru yang luar biasa. Sekitar Lembah Tengkorak dalam radius satu kilometer
dilingkari oleh sebuah parit yang sangat dalam dan lebar empat puluh tombak!
Air parit ini kelihatan hijau kelam tanda diserapi dengan racun yang jahat.
Bagaimanapun saktinya seseorang, tak mungkin akan dapat
melompati parit ini! Di satu bagian dari parit terdapat sebuah tangga gantung.
Tangga gantung ini terbuat dari tulang belulang manusia seperti tulang kaki,
lengan dan iga-iga. Di beberapa bagian dihiasi dengan tengkorak-tengkorak
kepala manusia!
Di keseluruhan lembah yang dikitari oleh parit itu maka
memutihlah tulang-tulang belulang dan tengkorak manusia. Di tengah-tengah
lembah berdiri sebuah panggung yang sangat luas. Seperti jembatan gantung tadi
maka keseluruhan panggung ini juga terbuat dari tulang belulang manusia!
Tiang panggung terdiri dari tumpukan tengkorak tengkorak
kepala, lantainya dari tulang-tulang kaki, tulang-tulang lengan serta iga yang
disambung satu sama lain! Pada beberapa bagian terdapat rombe rombe atau
gaba-gaba yang juga semuanya terbuat dari tengkorak serta tulang-tulang
manusia! Di sekitar panggung sebelah muka duduklah ratusan tamu-tamu dari dunia
persilatan yang telah diundang oleh Dewi Kala Hijau!
Dan kesemua tamu ini duduk di atas kursi-kursi yang juga
dibuat dari tulang-tulang manusia! Banyak diantara tokoh-tokoh silat itu yang
merasa menyesal telah datang ke Lembah Tengkorak! Namun hal ini tidak mereka
perlihatkan meski di dalam hati mereka sesungguhnya merasa ngeri.
Ke mana saja mata memandang maka tengkorak-tengkorak kepala
dan tulang-tulang manusia yang kelihatan serta mereka duduki sebagai kursi!
Banyak pula di antara para tamu yang bertanya-tanya dalam hati, dari manakah
semuanya tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak manusia itu?
Apakah dari manusia-manusia yang telah menjadi korban Dewi
Kala Hijau?!
Sementara itu di dalam guanya Dewi Kala Hijau tengah
dikelilingi oleh tiga orang murid dan beberapa anggota Partai yang menduduki
jabatan tinggi. Dewi Kala Hijau tengah memberikan beberapa tugas-tugas terakhir
pada mereka Kemudian pertemuan dibuarkan setelah semuanya disuruh bersiap siap,
kecuali Kala Biru yang kemudian dipanggil dan diajak bicara empat mata.
"Apakah kau sudah lihat pemuda itu di antara para
tamu?" tanya Dewi Kala Hijau.
"Sudah guru. Tapi dia tidak duduk di kursi yang
disediakan melainkan duduk di cabang pohon kenari di sebelah Barat
panggung...."
Dewi Kala Hijau merutuk dalam hatinya, lalu berkata:
"Menyamarlah dan temui dia di atas pohon itu, lalu ajak kemari melalui
pintu rahasia dan bawa langsung ke kamarku!"
"Baik
guru!" Kala Biru menjawab.
"Waktumu cuma sepuluh menit, Biru!" Kala Biru
menjura lalu meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Tak lama kemudian di ujung Barat panggung kelihatanlah
seorang kakek-kakek terbungkuk-bungkuk melangkah mendekati pohon kenari besar.
Semua yang hadir tidak mengambil perhatian karena menyangka kakek-kakek itu
adalah seorang dari sekian tamu yang diundang oleh Dewi Kala Hijau. Lagi pula
semua mata para tamu kebanyakan tertuju ke muka panggung.
Kakek-kakek itu yang tak lain dari pada Kala Biru yang telah
menyamar adanya, menekuk lutut dan menjejak bumi. Tubuhnya laksana terbang
melesat ke atas cabang pohon kenari di mana saat itu duduk Pendekar 212 Wiro
Sableng sambil enak-enakan makan buah kenari!
"Eh, kakek-kakek kau siapakah yang mau-mauan naik ke
tempatku duduk ini ... ?!" tanya Wiro Sableng.
”Kakek Biru menarik nafas dalam dan merubah suaranya
sehingga persis seperti suara orang tua renta.
"Wiro Sableng, aku adalah suruhan Dewi Kala Hijau. Dewi
memintamu untuk datang ke tempatnya. Dia akan bicara empat mata denganmu!"
"Hem ... begitu? lngin bicara apa?" tanya Wiro
pula sedang sepasang matanya memandang meneliti paras kakek-kakek tua di
hadapannya.
"Mana aku
tahu? Aku cuma jalankan perintah," jawab Kala Biru pula. "Kalau
Dewimu perlu aku, suruh saja dia datang ke sini!"
"Jangan bicara pongah di sarangnya Dewi Kala
Hijau" desis kakekkakek itu.
"Sekalipun kau bisa mengacaukan suasana, tapi jangan
harap kau bisa ke luar dari sini. Lihat, jembatan gantung telah
diputuskan!" Pendekar 212 terkejut dan memandang ke jurusan kanannya.
Memang betul, saat itu jembatan gantung yang terbuat dari tulang belulang
manusia telah diputuskan!
”Kalau jembatan sudah diputus apa kau kira aku tak bisa ke
luar dari lembah hi...?!"
"Sudahlah ... aku tak mau bicara panjang lebar dengan
kau, Kau mau turut aku ke tempatnya Dewi Kala Hijau atau tidak?!"
"Eh, kakek, kau mengancam aku ... agaknya?” Kala Biru
tertawa mengekeh.
"Apakah kau tidak punya nyali untuk berhadapan dengan
Dewi kami? Ah, kukira kau betul-betul seorang satria berhati jantan! Kiranya
cuma budak hina dina yang pengecut berhati dodol!" Marahlah Pendekar
212.
"Di
ujung langit pun Dewimu itu aku akan datangi!" katanya.
"Kalau begitu mari kita buktikan!" Si kakek alias
Kala Biru melayang turun. Penuh penasaran Pendekar 212 mengikuti! Dia dibawa ke
lembah sebelah Tenggara, melalui sebuah jalan berputar dan berliku turun naik
kemudian masuk ke sebuah lobang goa yang dari luar ditutupi dengan tumpukan
tulang belulang manusia!
Lorong di dalam goa itu ternyata diterangi dengan
lampu-lampu kuno berbentuk lampu Aladin. Kira-kira dua menit kemudian,
dihadapan sebuah pintu batu si kakek menghentikan langkahnya, lalu berpaling
pada Wiro Sableng, dan berkata:
"Tunggu aku sampai dl lorong sebelah sana lalu ketuk
pintu batu ini
...."
"Orang tua, jika ini adalah perangkap jangan harap
matimu secara baik-baik! Paling tidak tangan dan kakimu akan kutanggalkan satu
demi satu!" Si Kakek alias Kala Biru tertawa mengekeh dan berlalu dari
hadapan Pendekar 212. Wiro sendiri merasa tidak enak saat itu dan dia yakin
bahwa dirinya berada dalam satu perangkap.
Namun untuk kembali mungkin akan lebih besar lagi bahayanya
apalagi mengingat tiap pengecut yang diberikan si kakek tadi sangat membakar
hatinya! Maka ketika si kakek dilihatnya sudah sampai di lorong ujung sana
segeralah diketuknya pintu batu di hadapannya.
Pintu batu yang berat itu demikian diketuk membuka ke samping
dengan sendirinya. Ternyata pintu batu itu tebalnya dua tombak lebih! Ketika
Wiro memandang ke pintu yang terbuka itu, di belakang pintu kelihatanlah sebuah
kamar yang sangat bagus! Belum pernah Pendekar kita melihat kamar yang
demikian.
Di samping kiri terdapat sebuah tempat tidur berseperai hijau berbunga-bunga merah,
kuning, putih, biru dan coklat. Di dinding di samping tempat tidur ini
tergantung sebuah lukisan besar yang indah. Di sebelah kanan terdapat seperangkat
meja dan kursi sedang keseluruhan lantai tertutup dengan permadani tebal dan
bagus!
Tapi apa
yang menarik perhatian Pendekar 212 saat itu bukan semua keindahan tadi
melainkan pada sesosok tubuh perempuan yang duduk di atas kursi di tengah
ruangan. Perempuan ini mengenakan sehelai baju panjang hijau yang terbuat dari
kain sutera yang sangat tipis. Kaki kanannya dipangkukan di atas kaki kiri
sehingga baju panjangnya itu tersibak lebar memperlihatkan pahanya yang putih
padat serta mulus! Di balik baju sutera tipisnya itu hampir jelas kelihatan
kedua buah dadanya yang besar. Namun semua keindahan badan yangqaksana
telanjang itu tiada artinya bila dilihat paras perempuan itu yang tertutup
topeng tipis muka tengkorak!
"Silahkan masuk Wiro ...." Dewi Kala Hijau berkata
sambil melambaikan tangannya.
"Jika kau mau bicara biar aku berdiri di sini
saja," jawab Pendekar 212 pula.
"Ah ... ucapanmu menyatakan kecurigaan, bukan? Tak
perlu curiga, tak perlu khawatir bahwa aku akan menjebakmu. Silahkan masuk
"
"Sekalipun kau memang bermaksud menjebakku, aku tidak
gentar! Nyawaku berarti juga nyawamu Dewi Kala Hijau!"
"Hem ... itu satu kata-kata yang bagus. Mari, masuklah
Wiro. Aku ingin bicara denganmu." Maka Pendekar 212 pun masuklah. Begitu
dia masuk ke dalam kamar itu maka pintu di belakangnya bergeser cepat dan
tertutup kembali.
Dewi
Kala Hijau tertawa. "Silahkan duduk" katanya.
Wiro tetap berdiri di tempatnya. Dan
Dewi Kala Hiiau tertawa lagi lalu bertanya:
"Menurutmu kamar ini bagus atau tidak?" “Bagus sekali dan
indah," jawab Wiro.
"Cuma
sayang ...."
"Sayang
apa?"
"Sayang dihuni oleh perempuan bermuka buruk!" Dewi
Kala Hijau tertawa gelak-gelak.
”Parasku
tidak seburuk yang kau kira, Wiro!" katanya. Dan habis berkata begini
dengan tangan kirinya dibukanya topeng tengkorak yang menutupi mukanya.
Ternyata Dewi Kala Hijau berparas cantik sekali. Hidungnya kecil mancung,
bibirnya laksana delima merekah, bola matanya bening dan bersinar seperti
bintang timur, di dagunya sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat kecil.
Pendekar.212 garuk kepalanya.
"Apakah
parasku buruk?" bertanya Dewi Kala Hijau.
"Tidak."
jawab Wiro cepat.
"Tapi buat apa paras secantik itu kalau hatimu lebih
jahat dari hati iblis?!" Dewi Kala Hijau tertawa lagi gelak-gelak.
"Wiro, saat ini kita cuma punya sedikit waktu untuk
bicara. Sebentar lagi aku akan ke luar untuk meresmikan berdirinya Partai
Lembah Tengkorak! Kuharap kau suka bergabung dengan kami...." Wiro Sableng
menyeringai.
"Kau masih saja mimpi tentang Partaimu! Juga apa kau
lupa bahwa sekali aku menolak tawaranmu sampai kapan pun tetap kutolak!"
Dewi Kala Hijau berdiri dari kursinya dan melangkah ke hadapan Pendekar 212.
Betapa jelasnya kelihatan potongan tubuhnya yang indah itu. Pendekar kita
merasa nafasnya seperti berhenti.
"Pendekar gagah, agaknya kaulah yang mimpi. Apakah kau
buta pada kenyataan akan adanya panggung di luar sana? Apakah kau tidak melihat
para tamu yang datang ke tempat ini untuk menyaksikan resminya berdirinya
Partai Lembah Tengkorak?"
"Baik kalau kau bilang aku yang mimpi. Tapi walau
bagaimana-pun aku tak akan masuk ke dalam Partaimu. Bahkan kedatanganku ke sini
justru untuk menghancurkannya!" Dewi Kala Hijau melangkah dan berdiri
dekat dekat di hadapan Pendekar 212. Nafasnya dan bau badannya yang harum
menyapu-nyapu muka dan menusuk hidung Pendekar 21 2. Tiba-tiba perempuan itu
merangkulkan kedua tangannya ke leher si pemuda dan berbisik lirih:
"Wiro
... turutlah permintaanku. Mari kita pimpin bersama-sama Partai Lembah
Tengkorak. Kau boleh tinggal di sini dan aku akan mematuhi apa saja yang yang
kau inginkan ...." Dada Pendekar 212 menggemuruh.
Darahnya mengalir cepat-cepat. Lebih-lebih ketika perempuan itu meletakkan kepalanya di dadanya dan
memeluknya ketat-ketat!
"Wiro
.." bisik Dewi Kala Hijau lirih.
"Kau mau mengabulkan permintaanku, bukan?" Wiro
tak menjawab tapi dengan perlahan dilepaskannya kedua tangan perempuan yang
merangkulnya itu.
"wiro
...."
"Aku tak bisa menerima tawaranmu itu, Dewi Kala
Hijau." kata Wiro Sableng tegas.
"Kau akan kuberi kedudukan sebagai Ketua Partai dan aku
akan menjadi milikmu. Kita akan hidup bersama dan bahagia ... !" ujar Dewi
Kala Hijau. Sekali lagi tubuhnya merangkul badan si pemuda.
"Aku tetap tak dapat menerima tawaranmu." Dewi
Kala Hijau menggerakkan badannya. Maka detik itu juga jatuhlah pakaian yang
dikenakannya ke lantai! Dalam keadaan tanpa pakaian perempuan ini kemudian
kembali memeluki tubun si pemuda nafasnya dan dadanya memanasi dada Wiro
Sableng.
Kalau saja Pendekar 212 bukan murid Eyang Sinto Gendeng yang
sudah digembleng lahir serta bathinnya mungkin saat itu akan runtuhlah imannya.
"Dewi Kala Hijau, aku akan meninggalkan tempat ini!
Tunjukkan
jalan ke
luar!"
"Wiro ... jangan pergi. Terima tawaranku ...",
kata Dewi Kala Hijau lalu ditariknya tangan pemuda itu sehingga keduanya
terguling di atas tempat tidur!
"Perempuan
hina, jangan coba menipu aku!" bentak Pendekar 212 meronta.
"Siapa yang menipumu? Aku bersungguh hati dan tidak
palsu dengan ucapanku." kata Dewi Kala Hijau. Wiro mendorong perempuan itu
hingga tertelentang di atas tempat tidur, kemudian dia melompat ke pintu batu
darimana dia masuk tadi namun pintu itu tiada berbekas sama sekali, lenyap sama
datar dengan dinding ruangan!
"Wiro!" Dewi Kala Hijau melompat dan menubruk di
pemuda.
"Kamar ini penuh senjata rahasia. Sekali aku
menggerakkan tangan atau kaki, tamatlah riwayatmu!"
"Aku tidak takut mati! Tapi sebelum mati pasti kepalamu
kupecahkan dulu!" balas mengamcam Pendekar 212.
Dan Dewi Kala Hijau kelihatan lunak kembali. Satu tangannya
memeluk lagi tubuh si pemuda. Sedang tangan yang lain menarik tangan Wiro dan
meletakkannya di atas buah dadanya!
"Masuklah ke dalam Partaiku, Wiro. Kau kuserahi
jabatan sebagai
Ketua ...."
"Tidak!"
bentak Wiro.
"Pergilah!" Sekali dorong saja maka hampir sang
Dewi jatuh terjerongkang. Setelah mengimbangi tubuhnya, Dewi Kala Hijau untuk
kesekian kalinya merengek macam anak kecil. Namun Pendekar 212 tetap pada
pendiriannya.
Maka marahlah perempuan itu
Sementara tangan kanannya memeluk pinggang Wiro Sableng, tangan yang
lain tak terduga tiba-tiba bergerak dengan cepat menotok jalan darah urat besar
di tubuh Pendekar 212! Tak ampun lagi pemuda ini pun roboh ke atas permadan!
tanpa bisa bergerak dan tanpa sanggup membuka mulut.
"Manusia goblok! Tolol! Rasakan sekarang!" maki
Dewi Kala Hijau. "Diberikan
kedudukan tinggi, minta jalan ke neraka! Sehabis peresmian Partai kelak akan
kutunjukkan padamu cara mampus yang paling hebat!" Habis berkata begini
maka Dewi Kala Hijau mengenakan topeng tengkoraknya kembali dan pakaian ringkas
wama hijau lalu meninggalkan ruangan itu.
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
TIGABELAS
Ketika ratusan pasang mata memandang lekat-lekat ke arah
panggung dan menunggu dengan hati tidak sabar tapi juga agak gentar akan
munculnya Dewi Kala Hijau maka terdengarlah suara gong dipalu tujuh kali.
Begitu gema gong menghilang, aneh sekali panggung tengkorak di hadapan para
tamu bergerak ke atas lebih tinggi dan di bawah panggung kelihatanlah sebuah
pintu terbuka.
Didahului oleh teriakan-teriakan dahsyat laksana meruntuhkan
jagat maka dari pintu itu keluarlah Dewi Kala Hijau diiringi oleh tiga orang
muridnya dan seratus lebih anggota partai. Baik Dewi Kala Hijau maupun
murid-murid serta seluruh anggota Partai. semuanya mengenakar sebuah kalung
tengkorak manusia! Dewi Kala Hijau, tiga orang muridnya dan sekuruh anggota
Partai kemudian duduk di barisan kursi yang terletak di panggung sebelah
Barat.
Tujuh kali lagi gong dipalu dan setelah itu Dewi Kala Hijau
pun selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak melompat naik ke atas panggung.
Gerakannya indah sekali waktu melompat itu kakinya tidak kelihatan menekuk
ataupun memusatkan berat badan untuk dihenjot ke atas. Dari sini saja setiap
yang hadir sudah dapat mengetahui bagaimana tingginya ilmu Dewi Kala Hijau!
Sebelum membuka mulut terlebih dahulu Dewi Kala Hijau
menyapu seluruh para tamu dengan sepasang matanya. Kemudian baru terdengar
suaranya yang nyaring lantang, yang sekaligus bernada pongah congkak!
"Aku Dewi Kala Hijau selaku Ketua Partai Lembah
Tengkorak menghaturkan banyak terima kasih kepada saudara-saudara di sini yang
telah sudi datang untuk menyaksikan sendiri dengan resmi berdirinya Partai
Lembah Tengkorak!”
”Perlu saudara-saudara ketahui bahwa Partai ini mempunyai satu
maksud besar yakni menggabung dan mempersatukan seluruh tokoh silat serta
Partai Persilatan di dunia untuk berpadu dalam satu Partai saja yaitu Partai
kami, Partai Lembah Tengkorak. Kami tidak memaksa siapapun dan Partai Silat
manapun untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak. Tapi menurut pandangan kami,
jika kalian semua sudah bersedia menerima undangan dan datang ke sini maka itu
berarti kalian telah menyatakan diri masuk ke dalam Partai Lembah
Tengkorak!"
Gemparlah suasana para hadirin begitu mendengar ucapan Ketua
Partai Lembah Tengkorak itu. Mereka saling pandang dengan mulut menganga dan
mata membeliak besar!
Belum lagi rasa terkejut yang menggempari suasana itu
berakhir maka terdengar pula suara Dewi Kala Hijau.
"Saat ini Partai LembahTengkorak sudah memiliki lebih
dari seratus anggota yang terdiri dari tokoh-tokoh silat utama bahkan beberapa
di antaranya pernah merajai dunia persilatan! Sekarang, untuk tidak membuang
waktu, kuharap kalian semua berdiri dari kursi masing-masing dan berlutut mengangkat
sumpah menyatakan diri masuk ke dalam Partai Lembah Tengkorak!"
Kembali suasana menjadi gempar penuh ketegangan. Tiba-tiba
seorang diantara para hadirin berdiri dan berseru.
"Dewi Kala Hijau! Undangan yang kau berikan kepadaku
dan semua yang hadir di sini adalah hanya untuk menghadiri berdirinya kau punya
Partai!
Tapi saat ini dengan menyatakan besarnya jumlah anggota
Partaimu kau memaksa kami untuk masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak!
Aturan macam manakah yang kau pakai?!"
Semua kepala, termasuk kepala Dewi
Kala Hijau dengan serta merta berpaling. Yang bicara ternyata adalah seorang
tokoh silat golongan putih yang besar
pengaruhnya dewasa itu.
”Oh, kiranya Pendekar Bambu Kuning." Kata Dewi Kala
Hijau. "Tentu saja untuk orang
semacammu tidak akan masuk sebagai anggota biasa, tapi anggota dengan jabatan
tinggi."
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk menanyakan tinggi atau
rendahnya jabatanku sebagai anggota, tapi ialah menolak keras adanya unsur
paksaan untuk masuk Partaimul"
“Lantas apa maumu, Pendekar Bambu Kuning?'" tanya Dewi
Kala Hijau mulai beringas.
”Kuharap kau menarik pulang kembali ucapanmu yang memaksa
tadi!" Dewi Kala Hijau tertawa dingin.
"Sebenarnya
aku tidak memaksa," katanya,
"Tapi bila ada diantara yang hadir di sini tidak mau
menuruti kehendakku berarti itu mempersingkat umur namanya! Apa kalian tidak
tahu, sekalipun kalian memiliki sayap atau pandai terbang, kalian pasti tak
akan ke luar dari Lembah ini dengan selamat, kecuali jika kalian masuk dan
bergabung dalam Partaiku!"
"Aku
menolak mentah-mentah masuk Partaimu!" kata Pendekar Bambu Kuning dengan
suara tegas mantap. Paras Dewi Kala Hijau mengkerut di batik topeng
tengkoraknya. Dia berpaling ke belakang dan berseru:
"Pahat Tiga Racun, bereskan pengacau ini! Paling lambat
dalam lima jurus!" Maka seorang laki-laki berpakaian merah darah berkumis
melintang yang selilit pinggangnya bergantungan lebih dari seratus buah pahat
hitam beracun segera melompat ke atas panggung. Dia memandang dengan bengis
kepada Pendekar Bambu Kuning lalu membentak:
”Manusia yang besar mulut dan telah menghina terhadap Ketua
kami, harap naik ke panggung untuk terima kematianl"
Meluaplah amarah Pendekar Bambu Kuning sambil berteriak
nyaring dan meiompat ke panggung dicabutnya senjatanya yaitu sebuah bambu
kuning, dan terus menyerang! Si Pahat Tiga racun menyambut serangan lawan
dengan melemparkan lima Pahat Beracun.
Sekali memutar bambu kuningnya maka runtuhlah kelima pahat
hitam itu! Si Pahat Tiga Racun cabut lagi dua pahatnya. Dengan senjata itu
kemudian dia menyerang Pendekar Bambu Kuning! Pertempuran hebat pun
berkecamuklah. Dalam waktu yang sangat singkat tiga jurus sudah berlalu!
Memasuki jurus yang keempat terdengarlah seruan Pendekar Bambu Kuning karena
pertengahan bambunya berhasil dijapit oleh sepasang pahat hitam lawan!
Dengan
terpaksa Pendekar Bambu Kuning lepaskan bambunya. Serentak tangan melepas,
serentak pula kaki kanan menendang ke muka! Pahat Tiga Racun melompat ke
samping tapi dia tertipu! Tendangan tadi palsu belaka karena begitu dia
mengelak layannya segera menghantamkan satu pukulan tangan kosong yang
mengandung tenaga dalam ampuh!
Pahat Tiga Racun dengan cepat lepaskan japitan kedua
pahatnya atas bambu kuning. Kedua senjata itu kemudian diputarnya untuk
menangkis serangan lawan tapi kasip! Angin pukulan Pendekar
Bambu Kuning telah menghantam
dadanya lebih dahulu! Si Pahat Tiga Racun mencelat dua tombak, terguling di
panggung dan muntah darah! Pada saat Pendekar Bambu Kuning membungkuk mengambil
bambunya tahu-tahu tiga bayangan melesat ke atas panggung dan langsung
menyerang!
Dengan jatuhkan diri dan bergulingan, Pendekar Bambu Kuning
berhasil menyelamatkan diri! Yang menyerangnya adalah tiga manusia berbadan
kate dan mengenakan pakaian bertambal-tambal dan robek-robek.
"Hem, pengemis Baju Rombeng! Kalian bertiga rupanya
juga tersesat jadi bergundalnya perempuan iblis itu huh?! Baik, majulah
sekaligus biar lekas kumusnahkan!"
Pengemis-pengemis Baju Rombeng cabut senjata mereka yaitu
sebentuk sapu ijuk pendek. Berbarengan ketiganya menggerakkan sapu ijuk
itu.
Tiga ratus jarum hitam kemudian mendesing ke arah Pendekar
Bambu Kuning dari tiga jurusan!
”Curang!" terdengar seruan hadirin. Di atas panggung
Pendekar Bambu Kuning sangat terkejut dan tak menduga kalau akan diserang
sehebat itu. Segera diputarnya senjatanya. Namun seberapa dari jarum hitam yang
datang dari samping kiri kanan masih sempat menancapi tubuhnya.
”Ha...
ha!" tawa salah seorang dari Pengemis Rombeng.
”Jarum-jarum
itu mengandung racun? jahat?! Nyawamu hanya tinggal tiga jam lagi!”
Mendengar itu maka kalaplah Pendekar Bambu Kuning!
Senjatanya dibolang balingkan cepat sekali! Jurus-jurus simpanannya
dikeluarkan! Sesaat kemudian terdengar jeritan salah seorang dari Pengemis Baju
Rombeng. Kepalanya hancur dihantam ujung bambu! Namun disaat itu pula tubuh
Pendekar Bambu Kuning semakin lemah akibat rangsangan racun jarum. Setelah
bertempur tujuh jurus akhirnya dia terpaksa menemui ajalnya di tangan kedua
orang Pengemis Baju Rombeng itu!
"Bagus!" seru Dewi Kala Hijau memuji kedua
Pengemis Baju Rombeng.
"Kelak kau akan kuberi tanda jasa!" Kedua orang
itu tersenyum girang dan menjura lalu siap-siap untuk meninggalkan panggung
namun langkah mereka terhenti ketika satu sosok bayangan biru melesat ke atas
panggung sambil membentak:
"Pengemis-pengemis pengecut curang hina dina! Tetap
tinggal di atas panggung! Aku mau lihat apakah kau juga bisa melakukan
kecurangan terhadapku?!"
Bentakan itu adalah bentakan suara perempuan! Tapi nyaring
dan kerasnya bukan olah-olah! Panggung tengkorak bergetar, telinga yang hadir
mendenging! Semua mata tanpa berkedip memandang pada si pembentak! Dan ternyata
dia memang seorang perempuan!
Perempuan ini mengenakan pakaian biru. Parasnya sebatas mata
ke bawah ditutup dengan sehelai kain yang juga berwarna biru!
"Dewi
Kerudung Biru!" berseru beberapa tokoh silat utama yang mengenali siapa
adanya perempuan itu! Maka ketegangan pun semakin bertambahlah! Dewi Kerudung
Biru bertemu dengan Dewi Kala Hijau tentu tak dapat dilukiskan kehebatannya
nanti!
Dewi Kala Hijau di bailik topeng tengkoraknya mengerutkan
kening. Sepasang matanya memandang tak berkedip dan menyorot tajam pada Dewi
Kerudung Biru. Menurut taksiran Dewi Kala Hijau, perempuan berkerudung biru itu
sebaya dengan dia.
"Ayo, kenapa kalian melongo dan mematung saja?!
Perlihatkan lagi kebiadaban dan kecurangan serta kepengecutan kalian!"
bentak Dewi Kerudung Biru pada kedua Pengemis Baju Rombeng. Yang menjawab
adalah Dewi Kala Hijau
"Dewi Kerudung Biru, jika kedatanganmu ke atas panggung
ini untuk mengacau, berarti kau tidak melihat tingginya Gunung Merapi di depan
mata Tapi jika kedatanganmu untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak, kelak aku
akan berikan kedudukan tinggi kepadamul"
"lblis
betina!" jawab Dewi Kerudung Biru.
"Aku tidak buta sampai tak melihat Gunung Merapi di
depan mata," dan Dewi Kerudung Biru menunjuk ke arah Gunung Merapi yang
berdiri megah di depan sebelah Barat Lembah Tengkorak,
"Tapi dosa dan kejahatanmu lebih besar dan lebih
tinggi dari gunung itu! Hari ini kau
meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak dan mengangkat diri sebagai
Ketua! Tapi apa kau tahu bahwa hari ini juga adalah merupakan akhir
hayatmu?!"
"Perempuan
setan!" balas memaki Dewi Kala Hijau.
"Namamu memang besar! Tapi di sini jangan jual tampang!
Pengemis Baju Rombeng! Bunuh perempuan setan itu!"
Mendengar perintah itu, tak menunggu lebih lama kedua
Pengemis Baju Rombeng kebutkan sapu ijuk masing-masing. Ratusan jarum hitam
beacun jahat menderu menyambar ke arah Dewi Kerudung Biru. (Seperti dituturkan
dalam kisah-kisah Pendekar 212 sebelumnya Dewi Kerudung Biru ini adalah
Anggini, murid tokoh silat yang bergelar Dewa Tuak).
Melihat serangan jarum maut itu Dewi Kerudung Biru
mendengus. Dia melompat setinggi lima tombak kemudian laksana kilat berkelebat
ke bawah, tangan kanan dipentang ke muka, jari-jari ditekuk kedalam!
"Cakar Garuda Emas!" seru Dewi Kala Hijau.
Pengemis Baju Rombeng, awas!" Tapi percuma saja peringatan itu. Salah
seorang dari dua Pengemis Baju Rombeng menjerit.
Mukanya mandi darah. Hidung tanggal, kedua biji mata hancur
luluh! Yang seorang lagi saking kecut dan terkejutnya sampai melompat mundur
beberapa langkah sedang para hadirin diam-diam sangat memuji kelihaian Dewi
Kerudung Biru.
Terdengar bentakan nyaring. Pengemis Baju Rombeng yang
ketiga cabut pedang dan kebutkan sapu ijuknya. Satu jurus dia berkelebat cepat
menggempur lawan namun tiada guna! Sekali Dewi Kerudung Biru gerakkan tangan
kirinya maka "Buk!" Pengemis Baru Rombeng mencelat ke luar panggung.
Tulang lehernya patah!
"Empat.
Srigala Putih!" seru Dewi Kala
Hijau
"Cepat bikin perhitungan dengan bangsat itu!"
Empat bayangan putih berkelebat melompat ke atas panggung! Keempat manusia ini
yang berjuluk Empat Srigala Putih mengurung Dewi Kerudung Biru dari empat sudut
panggung!
"Hemm ... jadi kalian juga merupakan kaki tangan iblis
dajal itu ya? bagus! Majulah cepat!" ejek Dewi Kerudung Biru.
"Lima
tahun malang melintang di daerah ini tak satu jago pun yang berhasil merubuhkan
kami! Katakan cara mati yang bagaimana yang kau ingini perempuan hina?!"
"Cara mati yang begini, sobatku!" jawab Dewi
Kerudung Biru. Bersamaan dengan itu tubuhnya lenyap ke hadapan orang yang
bicara tadi. Dan terdengarlah satu pekikan hebatl Orang tadi kelihatan menutupi
mukanya, Darah mengalir dari sela-sela jari. Sesaat kemudian tubuhnya pun
tergelimpang di atas panggung tengkorak!
Tiga rekannya yang lain melolong tinggi persis seperti
srigala yang kemudian dengan serentak menyerang Dewi Kerudung Biru! Lima jurus
berlalu sangat cepat! Dewi Kerudung Biru membentak!
Satu jeritan lagi terdengar! Satu orang lagi menggelimpang
di lantai panggung! Rahang-rahang Dewi Kala Hijau bergemeletakkan. Mulutnya
komat kamit seketika. Kemudian terdengarlah lengkingannya.
"Sepuluh Pemimpin Cabang Partai, majulah!" Maka ke
atas panggung sepuluh laki-laki berpakaian merah darah berlompatan gesit!
Sedetik kemudian sepuluh pedang merah bergulung-gulung! Angin sepuluh senjata
itu laksana topan prahara dan kesemuanya menyerang satu sasaran yaitu Dewi
Kerudung Biru, ditambah lagi tekanan-tekanan gencar yang dilancarkan dua dari
Empat Srigala Putih yang masih hidup! Karena kedua belas orang ini bukanlah
berkepandaian rendah maka satu jurus saja Dewi Kerudung Birupun terdesaklah!
Tapi sang Dewi tiada kelihatan gugup atau kecut sedikit pun ! Malahan dia
berseru dengan nada mengejek kepada Dewi Kala Hijau!
"Ketua Partai Lembah Tengkorak! Kurasa masih kurang
jumlahnya cecunguk-cecungukmu yang mengeroyokku!"
"Jangan merocos juga betina edan! Sebentar lagi
kepalamu sampai ke kaki akan tercincang lumat!" Keroyokan kedua belas
orang itu memang luar biasa hebatnya. Namun Dewi Kerudung Biru benar-benar luar
biasa pula tinggi ilmunya. Begitu kedua tangannya bergerak mengeluarkan jurus
"Naga Kepala Seribu Mengamuk", maka tiga dari pengeroyok rubuh tanpa
nyawa, sesudah itu dua orang lagi roboh terjungkal ke luar panggung.
Dengan geram Dewi Kala Hijau memerintahkan lagi sepuluh
orang anggota Partai yang berkepandaian tinggi untuk mengeroyok Dewi Kerudung
Biru! Dilain pihak yang dikeroyok pun mengamuk dengan hebatnya. Jurus-jurus
"Naga Kepala Seribu Mengamuk" dan "Cakar Garuda Emas"
menebar silih berganti. Meskipun demikian jalannya pertempuran tetap tak
seimbang.
Dewi Kerudung Biru terdesak ke sudut panggung sebelah
kanan!
"Ketua Partai Lembah Tengkorak!" terdengar seruan
dari bawah panggung.
"Kami Tiga Brahmana dari Gunung Nagajembangan tidak
bisa tinggal diam! Pengeroyokan ini sudah sangat keterlaluan!" Sesaat
kemudian tiga sosok bayangan putih melompat ke atas panggung.
Dewi Kala Hijau memutar kepalanya dengan cepat.
Pan-dangannya tampak bengis.
"Brahmana-brahmana tidak tahu diri, kalian mau turun
tangan, baik! Tapi terima dulu hadiahku ini!" Ketua Partai Lembah
Tengkorak mengangkat tangan kanannya. Selarik besar sinar hijau menderu
dahsyat!
"Pukulan
Kala Hijau!" seru Brahmana yang paling muka. Serentak dengan itu dia
bersama dua kawannya melompat ke samping dan kebutkan lengan jubah
masing-masing! Tapi terlambat. Dua puluh ekor kala beracun telah menyusup dan
menancap di muka serta dada mereka. Ketiganya terjungkal kembali ke bawah tanpa
sempat menjejakkan satu kakipun di lantai panggung yang terbuat dari tulang
belulang dan tengkorak manusia itu!
"Siapa lagi yang hendak turun tangan membantu betina
keparat itu silahkan naik ke atas panggung!" seru Dewi Kala Hijau! Semua hati yang hadir
tercekat dan tak satu pun yang kelihatan berani menerima tantangan itu!
Sementara itu di sudut panggung sebelah kanan Dewi Kerudung
Biru semakin kepepet! ketika lengan baju birunya robek besar disambar ujung
pedang salah satu pengeroyok maka naiklah luapan amarahnya ke kepala!
Kedua tangan kiri kanan diangkat ke atas dan dipukdlkan ke
muka. Dua rangkum angin pukulan yang berwarna biru melabrak dari dua jurusan!
"Pukulan Asap Kencana Biru!" seru Dewi Kala Hijau dengan paras
tersirap. Dia memang sudah lama mendengar kehebatan ilmu pukulan itu dan baru
saat itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Empat orang pengeroyok berpelantingan terhampar di panggung
dua orang, yang dua lagi terguling di bawah panggung. Keempatnya tanpa
nyawa!
Dan bila Dewi Kerudung Biru mengangkat lagi kedua tangannya,
kembali empat korban jatuh!
"Setan alas!" kutuk Dewi Kala Hijau. Matanya
berputar ke arah dimana murid-muridnya duduk. Hanya Kala Biru dan Kala Hitam
yang tampak. Kala Putih tiada kelihatan. Ini membuat Dewi Kala Hijau merasa
curiga namun untuk menyelidik saat itu juga dimana Kala Putih berada tentu saja
bukan pada tempatnya.
"Kala Biru, Kala Hitam! Kalian tahu apa yang
harus kalian lakukan!" teriak Ketua Partai Lembah Tengkorak.
Kedua muridnya pun segera bangkit dari kursi. Begitu
melompat ke panggung, begitu mereka kirimkan serangan kala hijau ke arah Dewi
Kerudung Biru. Dewi Kerudung Biru tidak tinggal diam. Dia sudah maklum
kehebatan ilmu pukulan itu. Kedua tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik
sinar biru menderu menangkis dua larik sinar hijau yang membawa Pukulan kala
maut!
Bentrokan itu demikian hebatnya hingga menimbulkan suara
laksana letusan meriam! Meskipun jumlah pengeroyok kini berkurang namun dengan
munculnya Kala Hitam serta Kala Biru maka keadaan Dewi Kerudung Biru lebih
hebat terdesaknya dari tadi!
Sepuluh jurus dengan kehebatannya yang luar biasa dia masih
sanggup bertahan meski bertahan sambil mundur terus-terusan. Diam-diam Dewi
Kerudung Biru mengeluh dalam hati. Sampai berapa jurus lagi dia akan sanggup
bertahan?
Sementara itu Ketua Partai Lembah Tengkorak yang melihat
Dewi Kerudung Biru masih bisa bertahan menjadi penasaran sekali! Diam-diam dia
gerakkan tangannya mengirimkan pukulan-pukulan jarak jauh! Dewi Kerudung Biru
bukan tidak tahu kalau dirinya diserang secara pengecut itu, namun untuk balas
menyerang dia tak punya kesempatan, apalagi menghadapi pengeroyok yang banyak
dan lihai-lihai itu!
Lagi-lagi perempuan itu mengeluh dalam hati. Pada jurus yang
kelima puluh satu, itulah batas kesanggupan Dewi Kerudung Biru untuk bertahan.
Ketika dua ujung pedang menusuk dari muka belakang, satu kaki menendang ke arah
selangkangan dan dua larik sinar hijau yang membawa puluhan kala maut
menyerangnya, maka perempuan ini tiada sanggup lagi berkelit!
"Tamatlah riwayatku ..." kata
Dewi Kerudung Biru. Dia menggerung keras dan meramkan mata menunggu sampai
ajalnya. Disaat yang kritis itu tahu-tahu terdengar suara mengaung laksana
ribuan tawon mengamuk. Satu sinar putih berkiblat panas dan memerihkan kulit
dan satu bentakan mengatasi ketegangan suasana.
"Manusia-manusia pengecut berhati dajal! Makan
kapakku!" Dan enam pengeroyok menjerit rubuh. Kala Hitam kalau tidak
lekas-lekas melompat mundur pasti akan terluka besar bagian dadanya!
* * *
NERAKA LEMBAH TENGKORAK
EMPATBELAS
Ketika ketua Partai Lembah Tengkorak melihat siapa adanya
manusia yang muncul itu, terbeliaklah kedua matanya!
"Pemuda sinting! Bagaimana kau bisa lepas?!"
tanyanya garang. Si pemuda yang bukan lain daripada Pendekar 212 Wiro Sableng
tertawa.
"Sekarang bukan saatnya untuk bertanya jawab!
kejahatanmu sudah lewat batas, dosamu sudah melampaui takaran! Karenanya mati
adalah yang paling bagus buatmu!"
Dewi Kerudung Biru sendiri yang tadi pejamkam mata menunggu
ajalnya dengan terheran-heran membuka matanya kembali. Begitu melihat dan
mengenali pemuda yang di hadapannya dia pun berseru gembira:
"Wiro...!"
Pendekar
212 mengedipkan matanya dan bersiul.
"Anggini,
mari kita tumpas manusia-manusia iblis ini!"
"Memang itu maksudku Wiro. Terima kasih atas pertolonganmu
tadi!" jawab Anggini atau Dewi Kerudung Biru.
"Seluruh anggota Partai!" teriak Ketua Partai
Lembah Tengkorak pula.
"Siapkan dirimu semuanya untuk melumat kedua biang
racun pengacau ini!" Pada saat itu pulalah Ketua Partai Lembah Tengkorak
melihat muridnya Si Kala Putih.
"Dari
mana kau?!" tanyanya membentak.
"Dewi Kala
Hijau, mulai saat ini aku bukan muridmu lagi ...." "Hah! Apa ...
?!" belalak Dewi Kala Hijau.
"Aku bukan muridmu lagi. Aku keluar dari
Partaimu!" kata Kala Putih pula.
"Murid kualat murtad! Pasti kau juga yang melepaskan
pemuda rambut gondrong itu ya?!" ,
"Ya!" sahut Kala Putih tanpa ragu-ragu. Mendidih
amarah Dewi Kala Hijau.
"Kau boleh menjadi murid murtad! Kau boleh keluar dari
Partai Tapi nyawamu juga musti minggat dari tubuh!" Ketua Partai Lembah Tengkorak pukulkan kedua
telapak tangan ke muka. Mulut menghembus! Dua larik sinar hijau dan empat jalur
asap hijau menderu dahulu mendahului menyerang Kala putih! Karena gugup dan tak
menduga gurunya akan turun tangan secepat itu, Kala Putih terlambat mengelak.
Tak ampun lagi tubuhnya kena dilanda serangan Dewi Kala Hijau. Dia terguling sampai
beberapa tombak dengan muka serta badan ditancapi kalajengking beracun. Dari
mulutnya membuih darah kental!
Menyaksikan kematian Kala Putih, gadis yang telah
membebaskannya dari totokan dan kurungan Dewi Kala Hijau maka Pendekar 212 naik
pitam. Namun sebelum dia melompat ke hadapan Dewi Kala Hijau, puluhan anggota
Partai Lembah Tengkorak telah mengurungnya bersama Dewi Kerudung Biru!
"Kalian minta mampus semua, marilah!" teriak Wiro
Sambil tertawa menggidikkan pendekar ini memular kapaknya dengan sabat dan
berseru nyaring
"Para tamu yang hadir di sini! lnilah saat dimana
kalian semua harus turun tangan untuk menghancurkan manusia-manusia pembawa
malapetaka ini! Jika terlambat kalian semua akan menjadi korban dan dunia
persilatan akan hancur binasa! Mari kita sama-sama berebut pahala memenggal
kepala Dewi durjana Ketua Partai Lembah Tengkorak!"
Mendengar seruan yang bersemangat ini dan mengetahui pula
siapa adanya Wiro Sableng maka besarlah nyali mereka yang hadir! Serentak
mereka mencabut senjata serentak itu pula semuanya menyerang!
Maka pertempuran yang sangat dahsyat, yang tak pemah terjadi
dalam sejarah dunia persilatan sebelumnya, berkecamuklah! Ratusan senjata
berkiblat mencari korban! Dan suara beradunya senjata-senjata itu, suara
bentakan-bentakan serta caci maki.
Suara gerung dan jerit kematian serta keluh serangan mereka
yang meregang nyawa menjadi satu laksana hendak menjungkir balikkan bumi dan
langit, laksana mau kiamat! Dan mengatasi semua suara itu maka terdengarlah
dengungan Kapak Maut Naga Geni 212 yang dipegang oleh Wiro Sableng.
Sambil berkelebat kian kemari menebar maut pemuda itu tiada
hentinya mengeluarkan suara siulan yang menusuk dan menyakitkan gendang-gendang
telinga. Sekali-sekali bila dia mengeluarkan suara tertawa bekakakan maka
tergetarlah hati setiap lawan!
Kurang dari sepeminum teh berlalu maka sudah bertebaran
puluhan mayat! Jika ada seseorang lain di luar pertempuran menyaksikan apa yang
terjadi di Lembah Tengkorak saat itu pastilah bulu kuduknya akan merinding!
Apa yang
disaksikannya itu adalah neraka dunia yang mengerikan! Setiap Kapak Maut Naga
Geni 212 berkiblat dengan suara mengaung serta larikan sinar putihnya maka
terdengarlah pekik jerit kematian! Puluhan pengurung Pendekar 212 laksana semak
belukar yang ditabas, rambas berkelompok-kelompok.
Mereka yang masih hidup dengan tercekat hati serta meleleh
nyalinya tiada berani melakukan serangan dalam jarak dekat! Dilain bagian
Anggini serta tokoh-tokoh silat lainnya mengamuk pula tiada terkirakan
hebatnya!
Setelah tiga puluh jurus berlalu, sesudah mayat bertebaran
hampir di seluruh tempat sehingga kemanapun kaki dilangkahkan pastilah
menginjak sosok mayat. Jumlah anggota Partai Lembah Tengkorak yang masih
bertempur dibawah pimpinan Dewi Kala Hijau dan Kala Hitam serta Kala Biru
setiap saat semakin berkurang!
Akhimya ketika jumlah mereka hanya bersisa tigapuluh orang
saja lagi, mereka segera maklum bahwa mereka tak akan sanggup bertahan lebih
lama meskipun ketua mereka dan dua orang muridnya yang berilmu tinggi saat itu masih hidup!
Maka mereka pun saling memberi isyarat! Tepat pada jurus
yang ketiga puluh dua, lebih dari dua puluh anggota Partai Lembah Tengkorak
segera ambil langkah seribu, lari ke jurusan parit sebelah Timur di mana
terletak jembatan gantung. Beramai-ramai mereka mengangkat dan memasang
jembatan itu. Melihat ini Dewi Kala Hijau kemarahannya tiada terkirakanl
"Setan-setan alas! Kembali!" teriaknya memerintah.
Tapi mana orangorang itu mau kembali. Malah mereka lebih mempercepat pemasangan
jembatan gantung tulang belulang.
"Anggota-anggota
Partai macam kalian lebih bagus dikirim ke naraka!" ujar Dewi Kala Hijau
Tangan kanannya menghantam ke muka. Puluhan kalajengking maut melesat dan di
muka sana, sembilan anggota partai yang tengah mengangkat jembatan gantung
menjerit roboh tanpa nyawa!
Dewi Kala Hijau angkat lagi tangannya kanannya. Namun
sebelum tangan itu dipukulkan ke muka, satu angin deras dan satu sabatan sinar
putih menyilaukan yang disertai suara mengaung menderu di depan hidungnya!
Dewi Kala Hijau tersurut lima tombak! Ketika dia memandang
ke depan, maka Pendekar 212 berdiri di hadapannya dengan melintangkan Kapak
Naga Geni 212 di muka dada! Perempuan itu telah menyaksikan sendiri kehebatan
dan ketinggian ilmu si pemuda. Berdiri berhadap-hadapan demikian rupa
tergetarlah hatinya. Apalagi ketika dia memandang berkeliling semakin menciut
nyalinya karena barulah disadarinya bahwa saat itu dipihaknya hanya tinggal dia
dan kedua muridnya saja.
Yang lain-lain ketika Pendekar 212 melompat menghalangi
serangannya tadi telah melarikan diri pula, bergabung dengan anggotaanggota
partai di sekitar jembatan gantung!
Yang membuat Ketua Partai Lembah
Tengkorak itu semakin menciut nyalinya ialah karena sekitar panggung telah
dikurung oleh kira-kira tiga puluh tokoh-tokoh silat yang sebelumnya menjadi
tamunya dalam peresmian berdirinya Partainya!
"Dewi Kala Hijau! Padamu kuberikan sedikit waktu untuk
bertobat sebelum nyawamu masuk ke pintu neraka!" kata Pendekar 212. Meski
tahu kalau dirinya sudah kepepet namun Dewi Kala Hijau tetap menunjukkan
kegarangan dan keberingasannya.
"Pemuda sinting! Sekalipun kau punya sepuluh kepala,
duapuluh tangan, jangan kira kau bakal bisa mengalahkanku! Aku juga memberikan
kesempatan padamu untuk berlutut minta ampun!" Pendekar 21 2 tertawa
bergelak.
Tiba-tiba
Ketua Partai Lembah Tengkorak membentak memerintah pada kedua muridnya.
"Hitam,
Biru! Ambil nyawa anjing keparat ini!"
Dua suitan nyaring merobek langit. Kala Biru dan Kala Hitam
melompat. Namun di tengah jalan serangan keduanya dipapasi oleh satu gelombang
angin biru yang dahsyat!
"Akulah lawan kalian!" seru si penimbul angin yang
bukan lain adalah Dewi Kerudung Biru. Kedua murid Ketua Partai Lembah Tengkorak
memutar tubuh dan mengirimkan serangan kalajengking hijau dengan serentak! Dewi
Kerudung Biru melompat empat tombak ke udara kemudian lancarkan serangan
balasan! Kala Hitam dan Kala Biru cepat berpencar kesamping lalu menyerang lagi
lebih ganas dari tadi.
Sekejap saja ketiganva kemudian terlibat dalam jurus demi
jurus yang berlalu sangat cepat. Sementara itu dibawah penyaksian puluhan
pasang mata Dewi Kala Hijau telah pula mendahului menyerang Pendekar212!
Pertempuran hebat berkecamuk. Mula-mula di atas panggung kemudian diteruskan ke
bawah panggung. Meski memiliki tenaga dalam yang tinggi, ilmu mengentengi tubuh
yang lihai serta ilmu kala hijau dahsyat namun berhadapan dengan Pendekar 212
yang memegang Kapak Maut Naga Geni, Ketua Partai Lembah Tengkorak tiada sanggup bertahan lama.
Berkali-kali hampir tiada putus-putusnya perempuan itu
melancarkan serangan kala hijau serta hembusan empat jalur asap kematian kepada
lawannya tapi jangankan berhasil bahkan serangan-serangan itu semuanya buyar
musnah dilanda angin Kapak Naga Geni 212!
Nyali Dewi
Kala Hijau benar-benar lumer ketika telinganya mendengar suara jerit kematian
muridnya si Kala Hitam di tangan Dewi Kerudung Biru.
"Kala Biru," kata Ketua Partai Lembah Tengkorak
itu dengan ilmu menyusupkan suara. Agaknya kali ini kita terpaksa mengaku kalah
dan larikan diri! Cepat tarik jembatan gantung, lemparkan ke tengah
parit"
Kala Biru, satu-satunya murid Dewi Kala Hijau yang masih
hidup yang mengerti maksud gurunya itu segera berkelebat dan kirimkan serangan
dahsyat kepada Dewi Kerudung Biru. Begitu lawannya mengelak maka Kala Biru
melompat ke arah jembatan gantung. Di sekitar jembatan gantung ini dia
merobohkan beberapa tokoh silat yang memburunya dan berhasil melemparkan
jembatan gantung ke tengah parit.
Namun sebelum dia sempat melompat ke atas jembatan gantung
yang mengapung di tengah parit berair racun itu. Dewi Kerudung Biru sudah
berkelebat dari samping! Karena dia hanya memusatkan diri untuk melarikan diri,
Kala Biru tidak sempat lagi melihat datangnya satu rangkum asap biru dari
sampingl
Dia memalingkan kepala sedikit sewaktu merasakan tubuhnya
sebelah samping kiri mendadak panas. Kemudian
"Wusss!" Kala Biru terpekik. Tubuhnya tersapu
pukulan asap kencana biru yang dilancarkan Dewi Kerudung Biru. Tak ampun lagi
tubuhnya mencelat dan masuk ke dalam parit yang airnya mengandung racun yang
sangat jahat. Kala Biru megap-megap sebentar kemudian bila nyawa nya putus maka
tubuhnya perlahan-lahan tenggelam ke dasar parit!
Sementara itu meski sudah terdesak hebat namun Dewi Kala
Hijau coba bertahan mati-matian, terutama pada detik-detik dimana dia mencari
kesempatan untuk melarikan diri itu!
Tiba-tiba
perempuan ini melompat sampai setinggi tujuh tombak. Sambil hantamkan kedua
telapak tangannya kemuka, dia berjungkir balik dengan cepat. Tepat di atas
kepala Pendekar 212 dia
menghembus dan
empat jalur asap kematian menderu ke arah si pemuda.
Sekali lagi Dewi Kala Hijau berjungkir balik di udara
kemudian tubuhnya laksana terbang melayang ke atas jembatan gantung! Tapi
perempuan iblis ini berteriak kaget karena sedetik lagi kakinya akan menjejak
jembatan dari tulang belulang manusia itu, tiba-tiba satu larik sinar putih
yang menyilaukan menderu di bawah kakinya!
Dan hancur leburlah jembatan gantung itu! Air parit yang
beracun muncrat menyirami kedua kakinya! Racun yang jahat dalam air itu segera
merambas kaki celana panjangnya, terus menembus kulit ke dua kaki, dan masuk ke
dalam daging, kemudian menyusup dalam aliran darah! Perempuan ini coba mencapai
salah satu pecahan jembatan. Tapi kedua kakinya saat itu sudah lumpuh karena
racun air parit telah menghancurkan urat-urat darah di kedua kaki itu!
Dewi Kala Hijau menjerit ngeri! Tubuhnya amblas sebatas
pinggang. Kedua tangannya menggelepar gelepar. Tapi gerakannya ini hanya
menambah cepat tenggelam badannya saja!
"Tolong ... tolong...!" jerit perempuan itu.
Pendekar 212 yang tangan kanannya masih memutih dan kuku-kuku jarinya masih
berkilau oleh ajian ilmu pukulan "Sinar Matahari" yang tadi
dilepaskannya menyerang dan menghancurkan jembatan gantung, melangkah ke tepi
-parit. Dia tertawa gelak-gelak.
'"Perempuan iblis ! coba perlihatkan kehebatanmu saat
ini ... l" ejeknya.
"Jahanam!" maki Dewi Kala Hijau. Masih juga dia
bisa memaki!
"Kalau aku mati biarlah.aku menjadi hantu dan mencekik
batang lehermu!"
"Ha
... ha ...." Wiro tertawa membahak.
"Kau memang sudah punya tampang untuk jadi hantu!
Biarlah kupercepat kematianmu agar bisa lekas-lekas terlaksana harapanmu
itu!" Habis berkata demikian Wiro Sableng sapukan Kapak Naga Geni 212
nya!
"Wut!"
Air parit muncrat sampai lima tombak sebaliknya keseluruhan
tubuh Dewi Kala Hijau laksana ditindih batu besar tenggelam ke dasar parit
menyusul muridnya si Kala Biru! Tamatlah riwayat Dewi Kala Hijau atau Ketua
Partai Lembah Tengkorak yang ganas itu! Partai Lembah Tengkorak sendiri turut
terkubur bersama kematian Dewi Kala Hijau!
Tokoh-tokoh silat segera berkumpul dan menjura hormat kepada
Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru, sedang bekas anggota-anggota Partai Lembah
Tengkorak yang masih hidup, yang hanya beberapa orang saja lagi membuang
senjata mereka dan berlutut minta ampun.
"Kami akan ampunkan jiwa kalian." kata Wiro
Sableng sambil garukgaruk kepala.
"Tapi dengan syarat agar kalian kembali ke jalan yang
benar. Jika kelak kami menemui kalian berbuat kejahatan lagi, jangan harap
dapat pengampunan!"
Bekas anggota-anggota partai itu menjura dan mengucapkan
terima kasih. Salah seorang dari tokoh silat maju ke hadapan Dewi Kerudung Biru
dan Pendekar 212 lalu berkata:
"Nama besar Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru
ternyata benarbenar membuat kami kagum dan terbuka mata! Kalau tidak ada kalian
pastilah dunia persilatan akan mengalami bencana dan.."
"Ah ...
kau terlalu memuji. Jika tidak kalian yang membantu-beramairamai mana kami
berdua sanggup menghancurkan manusia iblis itu ..." kata Wiro Sableng
memotong dan merendah.
"Untuk selanjutnya kami mohon petunjuk kalian
berdua." berkata lagi si tokoh silat itu. Wiro Sableng mengangkat bahu,
lalu berpaling pada Anggini atau Dewi Kerudung Biru. Maka berkatalah perempuan
ini.
"Tak ada petunjuk yang lebih bagus daripada kenyataan
yang sama kita saksikan saat ini. Yaitu bahwa betapapun hebat serta tingginya
ilmu kejahatan itu namun pada waktu yang sudah di-tentukan Tuhan, kelak akan
dihancurkan oleh kebenaran! Kemudian peristiwa ini juga memberi petunjuk pada
kita bahwa jika kita yang satu aliran ini bersatu dan sating bantu maka
bagaimanapun kuatnya kejahatan dan kedurjanaan itu, pasti akan sanggup kita
hancurkan!"
Si
tokoh silat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang
..." ujar Wiro Sableng pula,
"Mari kita tinggalkan tempat terkutuk ini ...."
Semua orang menyetujui.
"Tapi bagaimana kita bisa menyeberangi parit yang dalam
dan sangat lebar itu?!" menyeletuk seseorang.
"Kenapa
jadi orang tolol?!" tukas Pendekar 212.
"Kalian lihat panggung besar itu?! Ayo kita gotong
ramai-ramai, kita jadikan rakit penyeberang!" Maka beramai-ramai
orang-orang itu pun menggotong panggung besar yang terbuat dari tulang-tulang
manusia dan membawanya ke tepi parit. Mayat-mayat di atasnya dibersihkan lebih
dahulu. Kemudian dengan mempergunakan panggung itu sebagai rakit, mereka segera
meninggalkan tempat terkutuk Neraka Lembah Tengkorak! * * *
T A M
A T
No comments:
Post a Comment